Anak Angkat

Hidup Dan Mati



Hidup Dan Mati

0Ketika Arthur tengah bersitegang dengan Arumi, di saat itu pula David memotong-motong tubuh sang ayah.     

David melakukan hal ini agar sang ayah tidak segera bangkit.     

Memang tidak menutup kemungkinan bagi Charles dapat hidup kembali, tetapi hal ini bisa memperlambat prosesnya.     

Jika tubuhnya terpisah maka butuh waktu yang lama bagi Charles untuk bangkit dan hidup dengan normal, karena dia harus bersusah payah untuk menyatukan tubuh-tubugnya kembali.     

Dan untuk membuat mereka tak bisa bangkit selamanya, maka harus ada yang memakan daging Arumi serta Charles, lalu sisa tulang-belulangnya harus dibakar, berserta dengan kitab kuno peninggalan leluhur mereka.     

Arumi menyaksikan tindakan David, yang saat ini tengah memotong-motong tubuh Charles. Hal itu membuat Arumi semakin murka dan tak terima.     

David sudah keterlaluan karena tega memutilasi ayahnya sendiri.     

Mereka semua memang kejam, tetapi kekejaman itu berlaku untuk orang lain, tidak kepada keluarganya sendiri, apalagi ayah mereka sendiri.     

"Hentikan!" teriak Arumi dengan lantang, di saat itu Arthur mengayunkan pedangnya.     

Dengan sigap Arumi menghindar, dia hampir saja kehilangan konsentrasi, sedikit saja kesalah pada Arumi, mungkin Arthur sudah berhasil menebas leher sang ibu.     

Setelah itu Arumi kembali bangkit, dia berlari meninggalkan Arthur, lalu menghampiri David. Dia memukul kepala David dengan tongkat besi. Hingga David pun terjatuh. Mesya terkejut melihatnya.     

"Kak David!" Mesya hampir menghampiri David, tetapi Arthur meneriaki Mesya agar menjauh.     

"Lari, Mesya!" teriak Arthur.     

"Tapi Kak David—"     

"Biar aku yang mengurus!" tukas Arthur.     

Arthur kembali melayangkan pedangnya pada Arumi.     

Arumi menangkis serangan Arthur dengan tongkat besi.     

Bunyi bising senjata yang saling beradu itu kembali terdengar nyaring.     

"Ayo menyerah saja, Ibu!" pinta Arthur.     

"Kau yang harusnya menyerah!" teriak Arumi.     

Mereka masih berdiri sambil menahan senjata-senjata mereka sendiri.     

"Aku tidak akan menyerah! Aku lebih baik mati dari pada harus menjadi anakmu lagi!" bentak Arthur.     

"Dasar, Biadap!" Arumi menendang kaki Arthur.     

Dan pria itu hampir saja terjatuh, beruntung dia masih bisa menjaga keseimbangannya. Arthur kembali bangkit untuk membalas tendangang itu     

Dia mengayunkan pedang kearah sebuah lampu gantung, hingga lampu itu pun pecah terburai, sampai sebagian kaca mengenai wajah Arumi.     

Wanita itu tampak kesal, dia mengusap bagian wajahnya yang mengeluarkan darah. Goresan kaca lampu yang pecah telah menyisakan luka.     

"Kurang ajar! Kau sudah membuat wajahmu terluka!" pekik Arumi.     

"Itu belum seberapa, Ibu! Karena masih ada balasan yang jauh lebih menyakitkan lagi!" ujar Arthur dengan seringai.     

"Jangan senang dulu, Sayang! Bisa jadi kamu yang akan mati di tanganku!" tantang Arumi.     

"Jangan percaya diri Ibu, bisa jadi kita akan mati bersama!" tukas Arthur. Ucapa ini bukan tanpa dasar. Karena Arthur sudah siap jika hari ini adalah ajalnya, maka dia akan ikhlas meninggalkan dunia ini, tetapi dengan catatan dia juga harus bisa membunuh Arumi.     

Arthur akan menjadikan ini sebagai kebaikan terakhirnya.     

Karena dengan membunuh Arumi dan Charles sama saja Arthur telah menyelamatkan banyak manusia.     

Dengan begitu tidak ada lagi manusia yang akan mati akibat ulah keluarganya.     

Arthur menyerang Arumi lagi, kali ini Anumi tak berhasil menghindar sepenuhnya, dan tanggan Arumi tergores pedang Arthur.     

"Dasar, Anak Nakal!" umpatnya. "Kamu pikir, kamu bisa mengalahkan aku!" Arumi berbicara dengan nada yang sombong.     

"Kita lihat saja, Ibu!" jawab Arthur sedikit sombong. Kemudian dia tersenyum sinis. "Lihat, tangan Obu terluka tuh!" ledeknya.     

Tatapi Arumi membalasnya dengan senyuman santai.     

"Luka seperti ini tidak berarti apa-apa bagiku, Arthur! Aku tidak bisa mati!" ucap Arumi dengan bangga.     

"Benarkah? Tapi kitab itu sudah ada di tangan kami!"     

"Begitu, ya? Baklah seperti yang kau bilang tadi, ayo kita lihat siapa yang akan mati hari ini!" Arumi kembali menendang perut Arthur, lalu dia melayangkan tongkat besinya.     

Tongkat mendarat di kepala Arthur.     

Hal itu berhasil mengurangi konsentrasi Arthur, Arumi memanfaatkan kesempatan ini, dia memukulkan Arthur secara terus-menerus.     

Pedang yang ada di tangan Arthur terjatuh, dan Arthur menendang lagi kepala Arthur.     

Pria itu tampak kesulitan untuk melawannya.     

"Coba kita lihat, siapa yang akan mati hari ini?!" ujar Arumi dengan ekspresi yakin bahwa dia akan menang. Di saat Arthur terkulai lemah, dia meraih pedang yang terjatuh di lantai. Arumi menaruh tongkatnya dan beralih menggunakan pedang untuk membunuh Arthur.     

Ketika sang putra tengah terkapar, saya itu pula Atumi hendak menebas tubuh Arthur, dengan sebilah pedang di tangannya.     

"Selamat tinggal, Nak!" ucapnya dengan ekspresi marah bercampur sedih.     

Jluk!     

Pedang pun mendarat di lantai. Arthur berhasil menghindar, rupanya meski dia tampak terkapar, namun dia masih menyisakan tenaganya.     

Arthur beralih meraih tongkat besi.     

Kini mereka saling bertukar senjata.     

Arthur menggunakan tongkat itu untuk memukul bagian kaki Arumi     

Buak!     

Pukulan yang sempurna mendarat di bagian mata kaki Arumi. Wanita itu terjatuh, dan tampak kesakitan, dia mengusap-usap kakinya untuk meredakan rasa sakit. Kamudian Arthur mengulangi pukulan yang sama namun tak berhasil, Arumi menghindar, lalu mengayunkan pedang dan mendarat di kaki Arthur.     

Seketika Arthur menjerit kesakitan, kakinya hampir putus, padang itu teramat besar dan kuat. Sehingga dengan mudahnya melumpuhkan Arthur.     

Arumi menyeringai, dia merasa menang, tetapi Arthur kembali melakukan serangannya terhadap sang ibu. Walau kakinya sakit tetapi dia masih belum rela melihat sang ibu tetap hidupmu.     

Arthur melayangkan tongkatnya lagi, kali ini mengenai perut Arumi.     

Arumi membungkukkan tubuhnya menahan sakit, saat itu pula Arthur mencoba bangkit dengan kaki pincangnya untuk menyerang Arumi.     

Arumi kembali menegakkan tubuhnya dan dia mengayunkan lagi pedangnya.     

Tongkat Arthur mendarat di kepala Arumi, sedangkan pedang milik Arumi mendarat di pundak Arthur.     

Darah bercucuran keluar dari luka di pundak pria itu. Sedangkan Arumi juga tak kuasa menahan rasa sakit di kepalanya. Mereka sama-sama sudah lemah, namun mereka tak ada yang mau menyerah, mereka masih saling baku hantam.     

Hingga keduanya tak sadarkan diri.     

Ini adalah pertarungan yang sangat menegangkan serta terlihat aneh.     

Seorang anak dan seorang ibu yang harusnya saling menyayangi, kini malah saling menyakiti, dan bahkan saling membunuh.     

Suasana sangat sepi, tepat di saat itu David terbangun.     

Dia memegangi kepalanya yang masih terasa pusing.     

Dan dia tampak syok saat mendapati Arthur dan sang ibu sudah tidak sadarkan diri lagi.     

Dengan segera dia menghampiri Arthur, dan berusaha menolongnya. "Arthur! Arthur! Sadarlah, Arthur!" teriak David.     

David juga menepuk-nepuk wajah Arthur, berharap sang adik akan terbangun.     

Namun pria itu tak merespon ucapan David.     

David semakin syok, saat mendapati bagian nadi Arthur sudah tidak berdenyut lagi.     

"Arthur! Jangan tinggalkan kami, Arthur! Aku dan Mesya, masih membutuhkanmu, Arthur! Begitu pula dengan Lizzy!"     

"Bangun!" teriak David dengan lantang.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.