Dendam Winarsih

Berita Terbaru



Berita Terbaru

0Ketiga orang yang berada di dalam ruangan itu hanya bisa mendengus kesal karena kedatangan kawannya yang berpakaian seperti karnaval. Emang dia baru pulang karnval.     

"Kok kamu bisa ke kantor ini. Apa ada masalah yang berarti kah?" tanya Dino.     

"Lagi ada tugas negara. Habis meliput karnaval, jadi ya sekalian memeriahkan suasana saja, dan ini mau input data saja. Semoga bisa masuk dalam surat kabar baru besok pagi. Kalian kenapa ada di sini? Dan apa itu?" tanya laki kurus itu yang bernama Paijo.     

"Oh, ini aku sama mereka lagi membicarakan masalah tragedi 30 tahun lalu. Nih, kamu baca surat kabar ini," kata Dino lagi.     

Dino masuk ke dalam dan duduk kembali. Paijo langsung ikut masuk dan duduk bersama sahabatnya. Dia membaca dengan sangat teliti dan fokus.     

Brakk!     

Ian mengebrak meja dengan keras. Dino, Paijo dan Nona masing-masing terkejut karena hentakkan tangan Ian ke meja.     

"Eh copot gigi palsu kodok bangkong copot," latah Paijo.     

"Sialan lo Ian. Kenapa kau buat aku kaget hahh! Emang nggak ada akhlak benar nih orang, kampreto makan soto ayam," cicit Dino.     

Nona melempar sendalnya kearah Ian. Ian pun menangkap sendal itu dan melempar kembali sendal itu.     

"Kira-kira bro. Aku jadi spot jantung. Bisa-bisa mati muda aku nih. Mana belum dapat cemeweww lagi," cicit Paijo.     

Ian tertawa melihat ketiga sahabatnya itu kaget. "Habisnya kalian ini aneh, lagi lamunin apa sih? Nah kamu juga, bacanya itu serius amat," sambung Ian lagi.     

"Aku itu serius karena ini baru pertama kali aku lihat kejadian ini. Dan tidak tuntas sama sekali. Malah pihak berwajib saja kesulitan mencari kasus ini. Dan kalian lihat sendiri ini berita terbaru dan kalau kita angkat ke publik, bisa membuat kita tahu siapa pembunuhnya," kata Paijo.     

Ian, Dino dan Nona saling tatap muka. Mereka mencerna apa yang di katakan oleh Paijo.     

"Apa kau yakin kita bisa? Dan kita tidak tahu cari sumbernya dari mana, dan kau tahu kan kita itu harus punya bukti yang kuat, jika tidak maka yang ada kita akan di tuntut kalau kita salah sebarkan info," kata Dino lagi.     

"Aku setuju dengan Dino. Kita tak boleh gegabah sama sekali. Kalian tahu kan jika sesungguhnya kita itu harus cari bukti autentik dan terpercaya," kata Ian.     

Semuanya terdiam sesaat. Tak ada yang bersuara sama sekali.     

Gubrakkk!     

Suara kaleng kosong terdengar sangat jelas dan membuat ke empatnya kaget. Mereka melihat kearah Ian, Ian yang melihat semua tertuju padanya hanya geleng kepala.     

"Bu-bukan aku, su-sumpah deh," kata Ian lagi.     

Semua mata mereka mencari ke segela arah. Terdengar suara gamelan yang begitu lembut di telinga mereka. Bulu kuduk mereka begitu saja naik.     

"Su-suara apaan tuh? Kok di kantor ada suara seperti itu, apa pak bos sedang mengadakan nonton bareng ya acara musik daerah?" tanya Ian.     

Ian mulai merapat ke arah Paijo dan Dino. Dia melihat sekeliling dan mencari sumber suara. Kain gorden bertiup ke sana ke mari, tapi tak ada angin sama sekali.     

"Kalian cari sana, aku takut," kata Nona.     

"Non, kamu takut apa lagi kami," cicit Ian.     

"Dino, cari gih sana. Kamu kan berani orangnya," kata Paijo     

Dino mutarkan bola matanya. Kenapa saat seperti ini hanya dia yang harus diminta untuk melihatnya.     

"Di ruangan ini ada berapa orang?" tanya Dino yang mulai kesal.     

Ian menghitung satu persatu. Di mulai dari Luna sampai Dino yang terakhir.     

"Satu, dua, tiga, empat dan lima," kata Ian     

"Kok lima, kan kita ada empat. satu lagi siapa?" tanya Dino.     

Paijo menelan salivanya. Dia menoleh kearah Dino. Kepala Paijo sudah dia merengkan. Dan benar ada lima tapi yang kelima siapa pikirnya.     

Perlahan tapi pasti, Paijo menoleh kearah Dino, dan dia menemukan wanita berbaju pengantin duduk di sebelah Dino.     

"Kau li-lihat sebelah Dino Ian," kata Paijo pada Ian dengan berbisik     

Ian menoleh sedikit. Dan saat menoleh wanita itu ikut menoleh dan tersenyum. Ian menelan salivanya dengan kasar. Keringat dingin mulai turun seperti air terjun tanpa hambatan, tangan dingin seperti habis main salju di gunung yang banyak saljunya.     

Paijo melirik kearah Ian. Ian hanya menganggukkan kepalanya. Dia pun berbisik pada Paijo.     

"Emang ada lima, dan satunya itu kembaran Nona yang di surat kabar," kata Ian lagi sambil berbisik.     

Paijo yang penasaran langsung melihat ke arah Dino dan benar saja, kalau sebenarnya ada lima orang dan orang itu sangat beda dari mereka berempat.     

"Kalian kenapa diam saja. Bukannya tadi mikir cara memecahkan berita terbaru itu. Kenapa kalian diam saja," kata Dino yang menatap curiga pada keduanya temannya itu.     

"Lebih baik kita cari pembahasan lain. Bagaimana Ian?" tanya Paijo.     

Ian menganggukkan kepalanya. Dia tak mau berurusan dengan hal mistis. Dia takut dan nyalinya juga ciut.     

Dino menyergitkan keningnya. Dia heran melihat kelakuan keduanya yang memandang kearahnya. Dino melihat kearahnya kiri dan kanan, namun tak ada sama sekali, kecuali Nona yang sedang bermain ponsel.     

"Kalian kenapa? Apa kalian tahu kalau kalian saat ini sangat menyebalkan. Sudahlah kita pulang ke kost saja. dari pada aku melihat kalian yang ngaur itu," ucap Dino.     

Dino bangkit dan pergi dari ruangan itu. Di susul sama Ian dan Paijo. Keduanya melihat ke belakang dan melihat kearah tempat mereka duduk. Masih ada wanita itu sambil tersenyum.     

Ian dan Paijo langsung ngacir sambil menabrak Dino dan Nona.     

"Woi, kampreto benar ini orang berdua. Bisa-bisanya main lari saja. Non, kamu tak apa?" tanya Dino.     

"Tidak, aku baik aja kok. ya sudah ayo kita pergi sekarang, udah malam juga. Aku lelah nih," kata Nona.     

"Ok, ya udah yuk kita pulang. Aku antar kamu ke kost ya, sebelum kita balik ke kost," kata Dino.     

Nona menganggukkan kepalanya. Dia akhirnya ikut bersama dengan Dino dan kedua temannya itu. Paijo dan Ian sudah berada di mobil lebih dulu.     

"Woy, kampreto bisa-bisanya main nabrak saja     

apa kalian pikir kami apaan hmm?" tanya Dino.     

Dino langsung duduk di kursi supir dan mulai menjalankan mobilnya. Ketiganya sudah keluar parkiran. Di dalam mobil, tak ada yang bersuara sama sekali. Ian yang mulai ngantuk mengendus aroma bunga melati yang wangi luar biasa. Seperti pabrik parfum yang tumpah ke tubuh orang, dan ini lah wanginya.     

"Non, udah malam jangan pakai parfum kayak gitu lah. Sejak kapan sih Non, lu pakai kayak gitu. Aku kok tidak suka, lebih enak yang biasa saja lah," cicit Ian.     

Paijo yang menghirup aroma melati juga merasa risih. Dia ingin tidur sekejap pun tak bisa.     

"Non, pakai parfum melati ya?" tanya Paijo.     

Yuklah, singgah dan simpan di rak kasih komentar juga ya, Mauliate Godang.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.