Dendam Winarsih

Mbak Manis Deh!



Mbak Manis Deh!

0Paijo yang kesal karena Nona tak menjawab pertanyaannya mendengus kesal. Paijo langsung berbalik namun tempat duduk di sebelahnya seperti ada seseorang. Karena tahu jika yang duduk di sebelah itu Ian, Paijo malah menolak ke samping dengan kasar.     

"Bisa minggir ngga? Aku risih tahu nggak?" ucap Paijo.     

Ian yang di tolak sesuatu mulai kesal. Dia yang mau menutup matanya karena ngantuk akhirnya membuka matanya.     

"Paijo! Bisa nggak kau kondisikan dirimu itu. Aku tak mau kau mengganggu aku. Aku lelah, jadi mau tidur," sungut Ian.     

Paijo yang mendengarnya langsung berbalik. Dia menatap seorang duduk di tengah dia dengan pakaian yang dirancang khusus apa lagi baju putih, rambut yang acak-acakkan alias mekar dan kusut dan bawa benda tajam alias golok yang penuh darah.     

"Kali ini mati lampu. Aku akan pipis ini Dino," ucap Paijo. Paijo berbalik dia berharap dia mimpi dan tak pernah melihatnya dan berpura-pura tak tahu.     

Dino yang menyetir kesal karena kelakuan kedua kawannya ini. Mereka duduk di belakang berdua tapi ributnya sudah se kecamatan dan se kabupaten.     

"Kalian bisa nggak diam, bising," ketus Dino.     

Dino kesal karena dia sudah pusing dan juga tak nyampai juga di kostnya Nona dan malah makin jauh. Dino menghentikan mobilnya di tempat sepi. Dia melihat sekeliling dan merasa aneh, tempat yang tidak dia kenali.     

"Hei, diam dulu. Kita di mana ini ya? Kenapa aku tak kenal jalannya," cicit Dino.     

Nona yang melihatnya juga merasa aneh. Dia memandang Dino dengan tatapan penuh tanya.     

"Dino, kamu tak jalan kah? Jika salah jalan muter lagi lah," jawab Nona.     

Dino melihat sekeliling dan semuanya hutan dan jalannya juga sangat berbeda. Dia sudah jalan di jalan yang benar dan tentunya tidak salah.     

"Aku nggak salah, lagian mana mungkin aku tak tahu jalan ke kos kamu dan kami. Ini udah luar kota tapi nggak ada plangnya aku lihat," ucap Dino lagi.     

Dino melihat ke belakang dan melihat kedua kawannya yang sudah saling adu mulut tapi tak saling pandang. Dino menelan salivanya melihat wanita di tengah mereka. Luna yang melihat wajah Dino yang diam mencolek Dino.     

"Kenapa?" tanya Nona.     

"It-itu k-kau lihat, siapa yang di tengah mereka berdua," Dino terbata saat menjelaskannya.     

Nona melihatnya dan mengangga, dia melihat Ian dan Paijo yang sudah saling membelakangi dan mengomel.     

"Mereka kenapa? Kenapa ngomel kayak gitu? Dan kau kenapa pucat kayak lihat sesuatu saja," ucap Nona lagi.     

"Kau tak lihat di tengah itu?" tanya Dino dengan tatapan heran.     

Nona menggelengkan kepalanya. Dia tak melihat siapapun dan tentunya tak melihat yang aneh. Yang ada kedua sahabatnya yang saling mengomel.     

Paijo berbalik dan menatap ada seseorang di tengahnya. Ian yang sudah lelah mengomel pun ikut berbalik. Dia tadi mau melelapkan matanya sebentar tapi malah tak jadi.     

"Siapa dia?" tanya Ian.     

"Iya, Dino dia siapa?" tanya Paijo berpura-pura tak tahu.     

Paijo tahu siapa yang di sebelah mereka berdua. Paijo berpura-pura tak tahu. Nona yang menatap ke tiga lelaki itu menunjuk kearah tengah dan masih saling tanya satu sama lain.     

"Hei, kalian kenapa? Kok bisa-bisanya kalian seperti ini. Yang kalian tuduh itu apa? Yang di tengah itu siapa?" tanya Nona lagi.     

"Lu nggak lihat apa?" tanya Ian.     

Ian sudah di pojokkan dan sudah keringat dingin. Dia tak ingin melihat sama sekali wanita di sebelahnya.     

"Mbak manis deh, ada gerangan apa mbak duduk di situ?" tanya Paijo.     

Wanita itu tak berkutik sama sekali. Dia hanya diam dan diam. Paijo menelan salivanya dan tentunya dia tidak bisa berbuat apapun lagi. Paijo melirik kearah Dino dan Nona. Nona yang masih bingung tiba-tiba terdiam dan tertunduk.     

"Bantu saya, tolong bantu saya. Saya diperlakukan tidak baik. Jadi bantu saya," ucap Nona.     

Nona sudah kemasukkan arwah yang tadi duduk di tengah bersama Ian dan Paijo..     

"Non, kamu ngomong apa? Kenapa kamu berkata seperti itu? Si-siapa kamu?" tanya Dino yang terbata-bata.     

Uhuuu ... uhuu!     

Tangis wanita itu pun pecah seketika. Dia tak lagi bisa menahan sakit di hatinya. Dino, Ian dan Paijo yang menatap Nona yang sudah kemasukan arwah wanita tadi memandang pilu.     

"A-apa yang bisa kami bantu? Kami hanya orang biasa. Kami pencari berita di surat kabar, jadi jika mbak minta kami bantu, kami bisa apa?" tanya Dino.     

"Cari orang yang membunuh aku dan suamiku, dia orang kota dan aku tak tahu dia di mana," kata arwah Narsih pada ketiganya.     

"Maaf mbak manis, kalau boleh tahu, wajahnya mbak kenal nggak?" tanya Ian dengan suara pelan.     

Winarsih menganggukkan kepalanya. Dia tahu siapa orangnya karena dia melihat tanda di tubuhnya.     

"Kalau begitu kita langsung ke sana saja. Kita harus cari tahu. Aku rasa dari desa Salak kita bisa cari tahu siapa orang kota itu. Jika tidak kita mana tahu siapa mereka. Yang pakai tato banyak," kata Dino.     

"Iya kau benar. Aku setuju denganmu, Dino," ucap Ian lagi.     

"Iya, aku juga setuju. Dengan begitu kita bisa cari siapa dia dan kita jangan lupa bawa barang yang kita butuhkan juga," kata Dino.     

"Kalian ngomong apa sih?" tanya Nona.     

Ketiganya terdiam saat melihat kearah Nona. Nona sudah kembali lagi ke alam sadarnya. Nona melihat kearah sahabatnya itu. Ketiganya sepertinya merencanakan sesuatu.     

"Apa kita tidak pulang?" tanya Nona.     

Dino berbalik dan mulai tancap gas, dia merasa heran kalau dia sudah berada di jalan yang benar dan sedikit lagi sampai di kostan Luna.     

"Kita sudah sampai, aku turun dulu. kalian jadi ke Desa Salak?" tanya Luna.     

Ketiganya menganggukkan kepalanya. Luna yang melihatnya tersenyum kecil. Dia mengacungkan jempol kearah ketiga. Nona masuk ke dalam kostnya sambil bersenandung.     

"Kalian lihat Nona, dia makin aneh, sejak mbak itu masuk ke dalam tubuhnya? Dan lihatlah dia, gayanya sudah kalem nggak barbar lagi," ucap Ian lagi.     

"Iya kau benar sekali. Lihat lah dia, aku rasa mungkin dia ada hubungannya dengan mbak tadi iya kan? Eh mbak kok ada di sini lagi? Mbak manis deh, tidur gih mbak, udah malam. Nggak baik, anak gadis keluar malam-malam, banyak nyamuk jantan," ucap Paijo.     

Ian mengganggukkan kepalanya. dia yakin kalau apa yang di katakan sama sahabatnya itu benar, benar-benar salah dan benar-benar dia takut sama mbak manis di sampingnya ini.     

Winarsih langsung pergi dari hadapan ketiganya. Ian, Dino dan Paijo langsung pergi dari kost Nona dan langsung lajukan mobilnya ke kost mereka bertiga.     

"Kau yakin kita bisa?" tanya Paijo.     

Paijo tak begitu yakin untuk bisa mendapatkan pembunuh itu. Terlalu minim informasi jadi sedikit kesulitan untuk membuatnya terbuka.     

"Besok kita kesana, ingat kalian harus bangun lebih awal. Jangan bangkong aja kamunya. Aku tak mau kalian masih mengukur tilam ences kalian itu. Jika tak bangun, aku bakar pulau kapuk kalian itu," ucap Dino.     

"Iya pak RT," sahut keduanya.     

Mobil Dino dan kedua sahabatnya sudah sampai di kost. Ketiganya bergegas untuk masuk kekamar untuk mandi dan mengepak baju. Setelah selesai mereka langsung naik ke pulau kapuk untuk memejamkan mata agar tak ngantuk.     

Hay sahabat Hyung, sehat kah kalian, semoga kalian sehat ya, yuk lah singgah dan dukung terus ya, simpan di rak kalian ya Mauliate Godang.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.