Dendam Winarsih

Kerasukan Narsih



Kerasukan Narsih

0Dino dan Ian melihat tato yang di tunjukkan Paijo. Mereka melihat dengan seksama dan dengan teliti. Benar sekali, ada tanda tato ular melingkar di dadanya pembunuh kejam itu.     

Dino dan Ian mendekat namun, seketika tv sudah kabur kembali.     

"Eh, semutnya balik lagi ini, kenapa ya," ucap Paijo sambil mengetuk tv.     

Tok tok tok!     

"Eh, jangan kau ketuk lah, aduh kau ini. Nanti bisa rusak tv si Mamang," kesal Ian.     

Paijo menghentikan ketukkannya pada tv. Dia kembali duduk di kursi. Dan ketiganya terdiam sesaat dan memandang kearah tv yang masih burem.     

"Kita harus apa?" tanya Ian.     

"Kita hanya tahu tatonya saja, dan kayaknya dia orang yang cukup terkenal atau pun kaya, dan bisa jadi dia gengster atau juga ...," ucap Paijo terhenti.     

"Atau juga apa?" tanya Ian.     

"Anak pejabat mungkin," katanya lagi.     

"Tapi apa masalah mereka? Apa mbak Narsih nggak suka sama si tato itu? Jika tak suka kenapa kasih harapan," kata Paijo.     

"Jadi menurut kamu, dia jual mahal gitu. Makanya dia di bunuh, dan bisa jadi lelaki itu dendam sama dia," kata Dino lagi.     

Ketiga saling menduga-menduga kejadian yang terjadi. Ketiganya tak tahu kalau sesungguhnya Winarsih sedang berada di belakang bersama dengan Nona.     

Darrrr!     

"Kalian sedang bicarakan dia ya?" tanya Nona.     

Ketiganya yang kaget langsung mengelus dada mereka masing-masing. Ian dan Paijo sudah mengumpat dengan menyebut nama kebun binatang.     

"NONA, KAU KUALAT KAGETKAN AKU," pekik Paijo.     

"Maaf, lagian kalian aku panggilin tidak menyahut, Jadi aku putuskan kagetkan kalian," kata Nona dengan wajah sedih.     

"Tak apa Nona, besok jangan kayak gitu lagi ya. Kita ini lagi bahas pembunuh itu," ucap Dino.     

Nona tertunduk dengan wajah sendu dan tiba-tiba Nona menangis. Ian melihat Nona yang menangis sangat pilu, dan itu bukan Nona. Jika Nona di omelin dia akan cengir kuda dan tak sedih seperti ini.     

"Non, kau kenapa?" tanya Dino dengan lembut.     

Dino bangun dan menghampiri Nona. Paijo dan Ian sudah merapat. Keduanya memeluk satu sama lain, gemetar dan keringat dingin bercucuran di kening mereka.     

"A-apa kita salah ngomong?" tanya Ian terbata-bata.     

"Aku tak tahu, aku cuma bilang dia jual mahal, apa itu salah?" tanya Paijo.     

"Kau pikir sendiri, dia sudah punya pacar, jelas dia seperti itu dan lihat Nona jadi korbannya," jawab Ian.     

"Loh, aku nggak bilang apapun, cuma bilang yang sebenarnya, lagian kenapa aku di salahkan," ketus Paijo.     

Keduanya saling salah menyalahkan, tak ada yang menyudahi pertengkaran. Dino yang kesal, langsung membentak keduanya.     

"KALIAN BISA DIAM TIDAK!" bentak Dino.     

Keduanya akhir ya diam dan tak berkutik sama sekali. Nona mulai menjerit dan mencekik Dino yang dekat dengannya. lingkar mata yang menghitam, mata yang merah dan tajam membuat siapapun akan ketakutan.     

Paijo dan Ian berpelukkan. "Dia ngamuk. Apa yang akan kita lakukan sekarang ini, aku takut terjadi hal yang tak diinginkan," ucap Paijo.     

"Kita tolong dia saja," kata Ian.     

Akhirnya keduanya mendekati Nona yang sudah kerasukan arwah. Dino mencoba melepaskan cekikan yang membuat lehernya sakit bukan kepalang.     

"Nona, ini aku Dino. Jangan buat aku mati Non," suara Dino mulai sedikit menghilang akibat cekikan yang Nona atau arwah Narsih.     

"Mbak, tolong maafkan saya, saya tak bermaksud berkata seperti itu. Saya itu sangat bersalah, kami janji akan membantu mbak menemukan pria itu dan kawannya, tapi lepaskan kawan saya," rayu Paijo.     

Nona menatap kearah Paijo, tangannya di lepaskan dan satu tangannya memukul Paijo dengan kuat.     

Gudubrakkk!     

Paijo terpelanting dan menghantam dinding. Paijo roboh seketika. Darah keluar dari mulut Paijo, hentaman yang di berikan Narsih membuat Paijo tak berdaya.     

"Non, eumm! Le-lepaskan aku. Aku menyukaimu Non. Aku senang bisa bersamamu, sadar Non ... aku mohon Non sa-sadar lah," bujuk Dino dengan suara tercekik.     

"Dia membunuhku, aku akan membalaskan dendamku. Bram dan kawannya harus meninggal, dia harus merasakan sakit saat aku di cabik-cabik uuuhuuu, aku mencintai suamiku Kang Joko, aku sangat mencintainya. tapi dia merebut Kang Joko," tangis arwah Narsih.     

Ian menarik tangan Dino yang satunya. Namun, hempasan tangan Nona yang sudah kerasukkan membuat Ian terjengkang ke belakang dan menghantam meja hingga telungkup.     

"Sialan kau, aku kau hempaskan juga, aduh patah tulang lunakku," rintih Ian.     

Dino merintih kesakitan karena lehernya hampir mau patah.     

Dia di lepaskan namun hanya sebentar. Narsih terus mengejar Dino dan mengangkat Dino sampai keatas. Kaki Dino menggapai ke sana kemari.     

"Pa--panggil Mang Ju---Akhh! Non, lihat A--aku, aku mohon Non, kau mau di bantu tapi kau membunuh orang lai , kau egois Winarsih, kau egosi. Kau tak beda jauh sama pembunuhmu itu," hardik Dino.     

Winarsih melihat kearah Dino dan mendekati wajahnya. Aroma tak sedap di terima Dino. nafas Winarsih sangat tidak enak untuk di hirup. tiba-tiba keluar binatang yang berupa lipan dari mulutnya, Dino memberontak agar di lepaskan, Winarsih yang dipukul dari belakang sama Ian langsung melepaskan Dino.     

Ukkhh ... Uhukkkk!     

Paijo menarik Dino untuk menjauh dari Winarsih yang sudah masuk ke dalam tubuh Nona. Winarsih mendekati Ian. Ian yang masih memegang serpihan kursi mundur selangkah.     

"Berhenti Winarsih!" teriak Mang Jupri.     

Winarsih berhenti dan memutarkan kepala ke belakang tapi badannya masih menghadap Ian. ian terpojok, dia tak lagi bisa bergerak. tiba-tiba tubuh Nona jatuh berganti dengan Winarsih yang asli membawa golok.     

"Jangan kau ganggu mereka, mereka ke sini mau membantumu, apa ini caranya kau balas kebaikkan mereka?" tanya Mang Jupri.     

Golok yang di tangannya di angkat ke atas. Ian yang melihatnya langsung merosot ke bawah.     

"Tamat riwayat kau Ian, kau akan mati di sini, kau akan pulang dengan mobil ambulans bukan mobil si Dino," rintih Ian.     

Ian menutupi wajahnya yang sudah luka akibat ulah Winarsih tadi. Winarsih mendekati Mang Jupri dengan jalan cepat secepat kilat.     

Settttt!     

Dia sudah berada di depan wajah Mang Jupri. Winarsih memerengkan kepalanya ke kiri ke kanan. Mang Jupri masih tenang dan di hatinya membaca ayat suci. Mulutnya komat kamit agar Narsih pergi.     

"Bram membunuhku, kalian akan mencarinya kan? Jika iya maka dia ada di kota bukan di sini, jadi pergi ke sana," kata Winarsih dengan suara lembut.     

"Mereka di sini mau mencarinya, dan mengumpulkan informasi, jadi jangan sakiti mereka, dan Neng itu juga. Lihat kasihan dia Narsih," jawab Mang Jupri.     

Winarsih diam dan melihat kekacauan yang dia buat. Paijo menatap kearah Winarsih.     

"Mbak, kami hanya menebak saja. Kami tak bermaksud mengatakan yang tidak-tidak, jujur kami mau bantu mbak, jadi jangan siksa kami," ucap Ian dengan wajah memelas.     

Hay sahabat Hyung yuk ikutin terus ya jangan lupa komentar kalian ya buat semangat autor semangat nulis dan yang sudah kasih power makasih banyak luv yu     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.