Dendam Winarsih

Bram Bertemu Nona



Bram Bertemu Nona

0Nona dan yang lainnya akhirnya pulang kembali ke kota. Mereka akan mencari Bram dan kawan-kawannya untuk menuntut pertanggungjawaban pembunuh itu.     

"Aku akan merindukan Desa itu. Desa yang penuh misteri dan kita membawa pulang anggota satu orang lagi. Apa kabar Mang Dadang," ucap Ian.     

Mereka sepakat kalau akan membawa Mang Dadang untuk membantu mereka menemukan pembunuh itu.     

"Kenapa harus saya yang kalian bawa," Mang Dadang lesu karena dia harus di boyong juga.     

Dia juga takut kenapa diajak juga. Paijo yang melihat Mang Dadang bermuram durja hanya bisa tersenyum kecil.     

"Kalian kenapa tertawakan saya? Apa ada yang lucu di mata kalian," sungut mang Dadang lagi.     

"Mang, untuk duduk manis saja ya, jika tidak mamang akan diturunkan di sini," kata Paijo.     

"Dan kenapa kita pulangnya malam? Apa kalian tak ada waktu yang pas untuk kita pulang siang hari? Dan kalian lihat kita ada penumpang gelap di belakang kita," ucap Ian lagi.     

Semuanya berhenti secara mendadak, alhasil Winarsih terpelanting ke depan. semua orang terdiam dan tak berani berkata apapun. goloknya tertancap di perutnya.     

"Waduh dia terpelanting. Apa dia tak pakai sabuk pengaman? Ini akibat penumpang ilegal makanya kena karma," sindir Paijo.     

Winarsih yang terpelanting seketika menghilang. Semua menatap kearah satu sama lain dan tertawa dengan sangat keras. memang nggak ada akhlak menertawakan winarsih yang terpelanting ke depan.     

"Kita ini memang tak ada akhlak ya, hantu tak ada harga dirinya," kata Ian.     

"Aku yakin dia akan mengutuk kita," kata Paijo.     

"Kutuk saja Dino. dia yang menyebabkan mbak manis itu terpelanting," kata Ian.     

Mereka pun melanjutkan laju mobil dan langsung bergerak menuju kota. Semua tak ada yang bicara satupun. Mereka menikmati perjalanan kembali ke kota. Hampir tujuh jam kurang dikit lah perjalanan mereka untuk sampai ke kota.     

"Non, udah sampai kost kamu tuh. Turun cepat," ucap ian.     

Dino dan Ian bergantian bawa mobilnya. karena jarak yang lumayan jauh jadi bergantian mereka bawa mobilnya.     

"Udah sampai ya. Ya sudah aku duluan ya, kalian hati-hati di jalan ya," kata nona lagi.     

"Iya, kamu juga di rumah hati-hati. Jangan kasih buka pintu jika ada yang datang ya," ucap Dino.     

Nona menganggukkan kepalanya dan masuk ke dalam kost. Mereka pun kembali melanjutkan mobilnya menuju kost mereka. tak berapa lama, mereka sampai di kost.     

"Ayo mang masuk, rumah kami sederhana dan dalam perbaikan juga," kata Paijo.     

Mang Dadang melihat rumah anak muda yang memboyongnya untuk mencari tahu pembunuhan Winarsih.     

"Itu kenapa dindingnya bolong? Apa di sini ada gempa juga tapi kenapa di bagian tertentu?" tanya mang Dadang.     

"Jangan dilihat Mang. Ulah mbaknya Dino, jadi kami harus melihat cahaya bulan langsung. biasanya dari jendela ini dari lubang manja itu," kata Ian.     

Mang Dadang bingung karena mendengar apa yang di jelaskan sama Ian. "Maksudnya, ini ulah Winarsih. Sebelum ke desa kami tidur baru berapa jam, dia udah ganggu kami. karena kami lelah jadi kami cuekin dan gini lah akibatnya bolong," kata Dino.     

Dino mempersilahkan Mang Dadang masuk ke dalam dan memberikan kamar satunya pada Mang Dadang.     

"Istirahat Mang, besok kita baru pikirkan masalah ini," kata Dino.     

Mereka pun masuk kamar masing-masing setelah selesai ritual mereka langsung pergi tidur.     

Esok paginya, Dino sudah bangun untuk melakukan ibadah subuh begitu juga dengan yang lainnya.     

"Kita mau cari dimana dulu?" tanya Ian.     

Mereka sudah duduk di meja makan dan mulai menyantap makanan yang di beli sama Dino di warung ujung jalan.     

"Kita cari di surat kabar saja, siapa tahu ada orang yang kita cari ada di surat kabar. Biasanya orang terkenal kan ada di surat kabar. Jadi kita lihat dulu aja," ucap Dino lagi.     

"Boleh, aku setuju. Dan nanti aku cari di arsip saja. Mang Dadang mau ikut juga?" tanya Paijo.     

"Emang boleh Mamang ikut. itu kan kantor kalian, nanti Mamang di sangka maling lagi," kata Mamang Dadang.     

"Kalau gitu jangan maling atuh Mang, nyuri saja," cicit Ian.     

Mang Dadang tepuk kening mendengar perkataan dari Ian. "Jangan dengerin, dia memang begitu, maklum saja dia itu orangnya rada kurang nyambung kalau asupan gizinya kurang. Dah yuk kita pergi sekarang. kelamaan nanti kita carinya," Dino pergi dari meja makan setelah membereskan semua sisa makanannya.     

Nona yang sudah mengendarai kereta besinya langsung bergerak menuju kantor tempat dia bekerja. Dalam perjalanan Nona mampir membeli bubur ayam yang pernah Dino belikan.     

"Parkir sini saja lah," Nona turun dari keretanya dan mulai berjalan memuju si penjual bubur.     

"Pak, bubur 5 bungkus ya," Nona memesan bubur untuk dia dan yang lainnya. Sambil menunggu, Nona duduk dan membaca surat kabar.     

Di dalam mobil Bram melewati warung bubur ayam itu. Dia berhenti karena mau sarapan di warung itu sebelum ke kantor.     

"Pak, sudah sampai silahkan," ucap supir pada Bram.     

Bram turun dan masuk ke dalam warung bubur ayam itu. penjual sudah tahu apa yang Bram mau. Mereka langsung membuat pesanan Bram.     

Mata Bram melirik kearah seseorang yang dia incar beberapa hari ini. Wanita yang mirip dengan wanita desa itu.     

"Ini kesempatan aku untuk bertemu dengan wanita itu aku harus pastikan, benar atau tidak kalau dia jelmaan wanita desa itu," monolog Bram.     

"Bisa saya duduk di sini?" tanya Bram.     

Nona yang membaca koran langsung melihat ke sumber suara. Dia kaget melihat lelaki yang membuat hatinya di liputi rasa amarah yang tak tertahankan, namun Nona menahannya karena dia tak tahu kenapa dia marah sama lelaki ini. Padahal dia baru melihat lelaki ini. Biasanya dia tak pernah seperti ini.     

"Aku Ram, kamu siapa?" tanya Bram.     

Bram mengaku dirinya Ram, bukan Bram. Dia sengaja mengatakan itu agar wanita di depannya tak mencurigai dirinya.     

Nona mulai sedikit meredam amarahnya, mungkin karena nama yang berbeda tapi wajah sama kemungkinan besar bukan dia.     

"Lagi pesan makanan saja kok. Bapak pesan makan juga ya?" tanya Nona.     

"Jangan panggil Bapak, kelihatan tua akunya. nama saja kamu panggil aku. Nama kamu siapa?" tanya Bram.     

"Nona, aku Nona Ram," ucap Nona lagi.     

Bram walaupun sudah berumur dia tidak kelihatan tua masih awet. Nona melihat dan mencari tahu benar atau tidak kalau orang ini orang yang sama, tapi kelihatannya orang ini baik dan tak ada yang aneh atau mengerikan.     

"Mbak ini pesanannya, semuanya 25 ribu saja," kata penjual itu lagi.     

"Ini uangnya pak," ucap Nona.     

"Tidak usah, ini biar saya yang bayar. Pak hitung saja semuanya ya," ucap Bram.     

"Eh, tidak usah, jadi merepotkan saja," ucap Nona.     

"Tidak apa, lagian aku akan mentraktir kamu Nona, anggap saja ini perkenalan sama kamu, lain waktu kita akan bertemu lagi," ucap Bram.     

"Iya sudah kalau kamu maunya seperti itu," ucap Nona lagi.     

Nona pamitan sama lelaki yang dia baru kenal, Nona menatap tajam kearah Bram. dia merasakan hal aneh bila dekat dengan Ram. Entah itu orang yang sama atau bukan, tapi perasaan amarah itu menggebu-gebu di hati Nona.     

Bram bisa tahu kalau wanita yang berwajah mirip perempuan itu ternyata bukan perempuan dari desa itu. Akhirnya Bram bertemu Nona juga. Kini saatnya untuk bertindak lebih lanjut.     

"Aku akan mendekati dia, agar dia percaya kalau aku bukan pembunuhan wanita itu," gumam Bram dalam hati.     

Hay sahabat Hyung, jangan lupa mampir dan simpan di rak ya kasih komentar kalian ya Mauliate Godang.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.