Dendam Winarsih

Jangan Pernah Jatuh Cinta



Jangan Pernah Jatuh Cinta

0Nona yang sudah tiba di kantor berita langsung menuju ruangan kerjanya. dia mencari sahabatnya tapi tak ketemu juga.     

"Cari siapa Non?" tanya rekan kantor Nona dan yang lainnya.     

"Biasa tiga serangkai lajang lapok itu? Kalian lihat?" tanya Nona.     

"Lihat, di ruang arsip, sama bapak-bapak. katanya itu saudaranya, apa benar Non?" tanya rekannya lagi.     

"Benar, baru datang semalam, biasa lah. aku duluan ya," kata Nona.     

Nona langsung keruang arsip sambil membawa bubur ayam yang dia beli tadi. bukan dia tapi traktiran Ram.     

Ceklek!     

Terlihat lelaki beda usia mencari koran yang ada profil orang yang paling berpengaruh di kota ini.     

"Woi!" teriak Nona.     

Mereka yang berada di ruangan itu kaget dan langsung latah, dan menyebut nama Winarsih.     

"Mati kau Winarsih eh iya mati kau," latah Ian.     

Ya, hanya Ian yang latah bukan yang lainnya. Dino mengelus dadanya yang berbegub kencang. Paijo melempar koran ke arah Nona, namun bisa di hindari sama Nona.     

"Dasar barbar, kenapa kau kagetkan aku hahh! Jika aku meninggal kau mau aku gentayangin?" tanya Paijo.     

"Nih aku bawa bubur ayam, makan dulu," kata Nona.     

Mang Dadang bangun dengan susah payah. dia lemas karena di kagetin sama Nona.     

"Maafkan dia Mang, emang rada kurang satu ons dia," kata Dino.     

"Tak apa, lagian jantung saya sudah di ikat sama kawat berduri," canda Mang Dadang.     

Dino terkekeh mendengar apa yang di katakan Mang Dadang. mereka berlima langsung makan di meja panjang dengan tenang.     

"Tumben belikan kami bubur, ada angin mana nih?" tanya Ian.     

"Angin tornado. lagian ini di traktir sama orang juga. namanya Ram, tapi aku heran kenapa aku melihat dia rasanya bergejolak gitu ada amarah yang terpendam, padahal baru ketemu," kata Nona.     

"Serius kamu, entah kamu jatuh cinta sama dia," kata Paijo.     

"Jangan jatuh cinta Nona, entar ada yang patah hati sedunia," kata ian.     

Ian dan Paijo melirik Dino. Mang Dadang yang melihat keduanya melirik Dino juga ikut melirik Dino.     

"Kenapa kalian meliriku? Salahku apa?" tanya Dino.     

Dino yang sudah selesai makan bubur akhirnya kembali mencari orang yang membunuh Narsih.     

"Dia merajuk karena ada yang mulai mendekati Nona. Nona, hargai sahabat kami ini lah, jangan buat dia sedih," kata Paijo.     

Nona hanya membolakan matanya saja. Kenapa dia yang di salahkan pikirnya. selesai makan, mereka langsung mencari data diri Bram itu.     

"Mana ini, kenapa belum ketemu. apa dia pembunuh belut ya," kata Paijo.     

"Kok belut?" tanya Ian.     

"Iya licin. belutkan licin. jadi dia seperti itu," ucap Paijo lagi.     

Dino menujukkan pukul 3 sore. makan siang telat. "Mang kita makan dulu. udah lewat makan ini. Apa kita minta ob saja belikan di warung sana," kata Dino.     

"Aku saja, kalian sama kan?" tanya Ian.     

"Iya sama, Mamang mau makan pakai ikan apa ayam?" kata Dino.     

"Terserah saja. Mamang makan apa saja, lagian Mamang tidak pilih-pilih kok," ucapnya lagi.     

"Belikan ayam saja ian, untuk mamang," kata Dino.     

Ian keluar dari ruangan. tersisa mereka yang masih mencari Bram.     

"Kayaknya kita ini kayak mencari jarum dalam tumpukan jerami. susah nemunya, apa lagi wajahnya tak kelihatan. Mang udah lihat orangnya belum?" tanya Paijo.     

"Belum, lagian Mamang kan supir ambulans jadi mana tahu, makanya Mamang heran kenapa di libatkan kalau Mamang meninggal bagaimana," kata Mamang lagi.     

"Bukanya di rumah sakit Mamang udah janji mau bantu, jangan bohong deh," cicit Paijo.     

Mamang lagi-lagi sudah salah bicara. Tak lama Ian masuk dengan membawa makan siang. Selesai makan, mereka melanjutkan sampai malam. suasana malam mulai terasa lebih dingin dan hening.     

"Udah malam, ayo kita pulang, lagian kita belum ibadah lo, besok saja sambungnya," ucap Dino.     

Mereka menganggukkan kepala. Wajah lelah pun terlihat jelas di wajah mereka semuanya.     

Gubrakkk!     

Semua berhenti bergerak, saling pandang dan memberikan kode satu sama lain.     

"Mang, bagaimana ini?" tanya Dino.     

"Apanya yang gimana?" tanya Mamang.     

Krikkk!     

Krikkk!     

Krikkk!     

Suara itu lagi terdengar di kaca, bau kembang melati juga tercium di hidung mereka.     

"Dia datang Dino," kata Paijo.     

Semuanya merapat termasuk Nona yang sudah memeluk Dino. dia tak mau kerasukkan lagi.     

"Aku takut Dino, ayo kita pulang saja," bisik Nona sambil meneteskan air matanya.     

Perlahan mereka bergerak pintu tertutup dengan rapat dan kencang.     

Gudubrakkk!     

Nona menjerit sambil memeluk Dino. Dino melihat Ian yang sudah pingsan di pelukan Paijo.     

"Dasar Ian kampreto, pakai acara pingsan lagi. Harusnya tunda dulu, baru pingsan belakangan kalau sudah di rumah," sambung Paijo.     

Surat kabar terbang ke arah mereka     

terlihat sosok lelaki muda yang tampan. Dino, Paijo dan Mang Dadang saling tatap. Mang Dadang memberanikan diri untuk mengambil surat kabar itu.     

"Apa itu Mang?" tanya Paijo.     

"Ada foto lelaki tapi siapa ya," kata Mamang lagi.     

"Ayo lah kita bawa saja. Nanti di rumah saja kita bahas. Lihat dua orang udah pingsan. Kita pulang dulu," kata Dino.     

Dino menggendong Nona yang akhirnya pingsan, Paijo juga menggeret Ian, di bantu dengan mamang.     

"Anak ini makan apa ya, kok berat sekali," cicit Paijo.     

"Kau juga sama. Kalian hampir buat tulang lunakku lepas waktu kalian pingsan massal waktu itu," ucap Dino lagi.     

Paijo hanya tertawa mendengar apa yang di katakan oleh Dino.     

"Kita mau bawa Nona ke rumahnya atau ke rumah kita?" tanya Paijo.     

"Kerumah dia saja. Kau bawa mobil, biar aku duduk bersama mereka saja, Mang duduk di depan saja," kata Dino lagi.     

Mereka akhirnya keluar dari parkiran kantor. Untung saja sepi parkiran kalau rame kan bahaya.     

"Nona, hey bangun Non," Dino menepuk pipi Nona perlahan. Dia juga mencari minyak angin.     

"Kita beli saja minyak anginnya Dino," ucap Paijo.     

"Aku tahu Nona ada minyak angin, aku cari di tas dia dulu," Dino mencari minyak angin di tas Nona dan ketemu.     

Dino mulai membuka dan mengoles ke hidung Nona dan Ian. Keduanya yang menghirup aroma minyak kayu putih langsung terbangun. Perlahan tapi pasti keduanya kembali sadar.     

"Dimana ini?" tanya Ian.     

"Di neraka," sahut Paijo dari depan.     

"Pantesan ada jin di sini sedang bawa mobil," cicit Ian     

"Dasar Kambeng, lu yang jin. Jin kodok lo, badan lu berat kayak badak berendam. Kurangi makan lu tuh," ketus Paijo.     

"Pusing sekali kepalaku," ucap Ian.     

"Kita sudah sampai di kost Dino?" tanya Nona.     

"Belum, kamu tak apa?" tanya Dino dengan penuh perhatian     

"Tak apa, aku cuma takut saja," kata Nona.     

Nona merebahkan dirinya di dada Dino. Dia memejamkan matanya. Nona merasakan kehangatan di hatinya saat mendapatkan pelukkan dari Dino.     

"Dino, aku di peluk juga lah, boleh nggak?" tanya Ian.     

"Peluk sama mbak lo di samping," kata Dino.     

Dino hanya asal ngomong tapi Winarsih ada di sebelah Ian. Dia menatap kearah Ian dengan matanya yang super merah.     

"Hay Mbak, udah makan malam?" tanya Ian.     

Suasana di mobil hening, karena mereka tahu kalau ada Winarsih di dalam mobil. Mereka tak mau bicara atau apapun intinya sampai rumah.     

Hay sahabat Hyung yuk simpan di rak kalian ya, jangan lupa komennya ya Mauliate Godang     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.