Dendam Winarsih

Dia Bram?



Dia Bram?

0Paijo melajukan mobil sampai di kost Nona, dia mau mengantar Nona ke kostnya.     

"Kita belum makan malam, apa kita makan dulu ya? atau kita bawa pulang saja?" tanya Paijo.     

"Makan tempat biasa saja, kita nggak perlu bawa pulang, nanti kalau sampai pulang yang ada kita bisa tidur nggak jadi makan," kata Dino lagi.     

"Ya sudah kalau begitu, aku ikut saja," kata Paijo.     

Paijo membawa mobil ke tempat makan biasa mereka makan. Sampai di tempat makan, mereka turun dan masuk ke dalam tempat makan menjual nasi ayam bakar.     

"Malam, mau pesan apa?" tanya pelayan tempat makan.     

"Non, kamu pilih makan yang biasa kan?" tanya Dino.     

"Iya aku yang biasa saja," kata Nona lagi.     

Ian dan Paijo juga Mang Dadang juga memilih makanan yang mereka inginkan. Setelah memesan pelayan pergi dari meja mereka. Ian membuka tasnya dan mengambil surat kabar yang ada foto lelaki tampan.     

"Din, di sini nama lelaki itu Bram. Apa dia Bram yang kita mau cari itu? Jika bukan dia terus kenapa si mbak manis Paijo melempar surat kabar ini yang ada foto lelaki ini!" Ian memberikan surat kabar itu kepada Dino.     

Dino melihat dan membacanya. Setelah itu dia memberikan pada Mang Dadang. Mang Dadang melihat foto itu. Dia tidak tahu pasti itu dia atau bukan soalnya dia nggak kenal sama orang kota itu.     

"Harusnya kalian bawa Mang Jupri bukan saya. Dia tahu segalanya, kalau saya mah mana tahu," kata Mang Dadang.     

Paijo mengambil surat kabar itu dan melihat wajah yang matanya Bram. Nona melihat sekilas dan kaget.     

"Loh, ini mirip seperti orang yang kasih bubur ayam tadi," kata Nona.     

Dino dan lainnya mengangga mendengar apa yang di katakan oleh Nona.     

"Kau tak bercanda kan? Jika kau bercanda maka kita tak bisa menyelidiki dia, kita harus punya bukti. Dia pengusaha yang terkenal dan dia banyak kenal dengan orang-orang penting," ucap Ian lagi.     

"Iya, wajahnya sama, tapi saat aku bersama dia, aku merasakan benci dan amarahku menggebu-gebu tahu tidak?" tanya Nona.     

"Kami tak tahu. kau yang marah, kami mana tahu. Dan lagian kenapa kau marah sama dia kau kan tak kenal dia?" tanya Ian.     

"Karena dia mirip sama si mbak itu jadi dia melihat lelaki itu bawaannya marah terus. Kalian itu saja tak paham," jawab Paijo.     

Tak lama pelayan datang bawa makanan dan mereka makan makanan yang sudah mereka pesan.     

"Kita makan dulu, nanti kita sambung lagi," ucap Dino.     

Mereka makan dengan lahap, beda dengan seseorang yang mendengar pembicaraan mereka. Dia tersenyum devil karena mendengar apa yang di katakan oleh Dino dan kawannya.     

"Aku akan kasih tahu sama Bram, ini pasti berita penting," kata seseorang itu.     

Selasai makan orang itu langsung pergi ke dari warung untuk bertemu Bram, dia tak mau berlama-lama untuk menyampaikan apa yang dia ketahui.     

Dino dan yang lainnya langsung pergi setelah makan malam, Paijo membayar makanan dan langsung bergegas menuju mobilnya. Di mobil mereka masih diam tak ada yang bicara sama sekali. Sampai di tempat kos Nona turun dan langsung masuk ke dalam kostnya.     

"Mang, apa kita lakukan sekarang, jika orang yang di foto itu, orang yang sama 30 tahun lalu, dan wajah Nona mirip sama Mbak itu, maka bisa di pastikan Nona akan diincar sama dia," Ian menganalisa semua rentetan kejadian.     

Paijo yang menyetir mobil juga ikut berpikir hal yang sama. Dino masih diam dan memandang foto Bram muda.     

"Incaran berikutnya Nona?" tanya Dino.     

Semuanya terdiam mendengar apa yang di katakan oleh Dino. Nona jadi targetnya, dan kalau begitu Nona tidak boleh dekat dengan lelaki pembunuh itu, karena takutnya dia akan di bunuh juga.     

"Kita harus bersama dengan Nona, aku tak tahu apa yang dia lakukan pada Nona, kita harus menjaga Nona sampai kita menemukan barang bukti, dengan begitu kita bisa seret mereka semua," kata Dino.     

"Saya setuju sama Nak Dino. Jangan ada lagi Narsih lainnya yang dia bunuh, kita harus jauhkan keduanya," kata Mang Dadang.     

Tak berapa lama mereka sampai di rumah kostnya. "Dino, menurut aku lebih baik kita pancing dia ngaku saja," kata Ian.     

Mereka berjalan menuju pintu dan langsung masuk ke dalam. Paijo menduduki sofa ruang tamu di susul sama yang lain.     

"Berisiko jika kita jadikan Nona alat untuk mencari bukti, bukan apa-apa jika kita lengah fatal akibatnya," kata Paijo.     

"Jika tidak seperti itu sampai kapan kita akan menemukan barang bukti untuk membawa pembunuh sebenarnya. Dia sudah di depan mata kita, apa lagi," kata Ian.     

"Kau harus mikir dikit, yang kita korbankan itu Nona, sahabat kita. Jika bukan Nona pun aku tak setuju. Kau tak tahu kejamnya dia ke Narsih seperti apa, kau mau Nona kayak gitu, ok kita jaga Nona, jika kita di kekep sama anak buahnya bagaimana? Dia itu pengusaha terkenal dan tentu saja dia bisa lakukan apapun," kata Paijo.     

Ian terdiam mendengar apa yang di katakan Paijo. Ian memandang kearah Dino, dia meminta Dino untuk memberikan saran.     

"Menurutku benar kata Paijo, kita jangan buat Nona jadi korban lagi. Kita cari tahu rumahnya, dan setelah itu kita pikirkan lagi," kata Dino.     

Mereka menyudahi pembicaraan mereka. Mereka semua masing-masing masuk ke kamar untuk istirahat.     

Ketiganya terbaring di kasur masing-masing. "Dino, kau yakin kita akan bisa mengungkapkan ini semua?" tanya Paijo lagi.     

"Iya Dino, Paijo benar apakah kita bisa ungkapkan ini. Kita tahu orangnya, tapi kita belum yakin dia atau bukan," kata Ian.     

"Makanya itu pastikan dulu, jika sudah pasti baru kita bertindak. Jangan kita bertindak jika tak ada buktinya. Bisa-bisa kita yang kena Ian," kata Dino.     

"Sudah, besok kita bahas lagi. Tuh mbak lo Dino sudah di lemari. Alamat kita tidur terganggu kalau dia di sana, dasar Winarsih genit," celetuk Paijo.     

Ian sudah berbalik dan membaca doa, dia takut seperti Dino yang bisa pindah tempat, mending dipindahin ke hati cewek nah ini di kuburan alamat dah pingsan yang ada.     

Di tempat lain orang yang bertemu dengan Dino dan lainnya tiba di club tempat biasa Bram bertemu dengan sahabatnya.     

"Pak Bram saya ada informasi penting," kata lelaki itu.     

"Ada apa?" tanya Bram.     

"Saya mengikuti wanita itu dan saya menemui fakta baru kalau mereka mau mencari pembunuh atas kasus di Desa Salak, dan itu terlihat ada foto anda mereka pegang," kata lelaki itu.     

Bram dan ketiga sahabatnya saling pandang. Mereka langsung terdiam tak ada yang bicara sama sekali.     

"Kau boleh pergi. Nanti bayarannya aku kirim ke rekening kamu," kata Bram lagi.     

"Terima kasih," lelaki itu pergi dari hadapan Bram dan sahabatnya.     

Buat pembaca Dendam Winarsih Hyung ucapkan Mauliate Godang, jangan lupa simpan di rak dan komentar ya sekali lagi Mauliate Godang sahabat Hyung.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.