Dendam Winarsih

Jimat Kafan



Jimat Kafan

0Bram dan sahabatnya langsung pergi ke rumah Mbah Maman, mereka mau langsung menyelesaikan masalah ini.     

"Bram, ayo kita turun kita sudah sampai ini," kata Deki.     

Bram melihat jam di tangan sudah menunjukkan pukul empat malam. Dia langsung menghela nafas panjang. Bram turun dari mobil dan langsung masuk ke dalam gang rumah mbah Maman.     

"Mbah Maman, sudah tidur kah? Soalnya ini sudah malam," kata Diman.     

"Entah lah aku pun tak tahu, apakah dia sudah tidur atau belum," kata Bram lagi.     

Sampai di depan rumah Mbah Maman, ketiganya saling pandang. Dan saling memberikan kode.     

"Bram ketok pintunya cepat, jangan buat kita terlalu lama di sini, aku merasa ada yang memperhatikan kita," kata Deki.     

Deki melihat kearah sekeliling rumah Mbah Maman, serem dan tentunya membuat bulu kuduk merinding. Bram mengetuk pintu rumah mbah maman.     

tok     

tok!     

tok!     

Bram memberanikan diri untuk mengetok pintu rumah mbah maman. Ketiganya saling pandang satu sama lain.     

"Besok saja deh, lagian dia sudah tidur. Kalian ini bernafsu kali mau ke sini," cicit Diman.     

Tak lama pintu terbuka dan menampakkan wajah istri Mbah Maman. Istri Mbah Maman tersenyum melihat kearah tamunya.     

"Silahkan masuk, Mbah sudah menunggu kalian," kata istri si Mbah.     

Bram dan keduany kawannya saling pandang satu sama lain. Bisa-bisanya istrinya berkata seperti itu.     

"Bram, ayo kita masuk. kenapa kau melamun hmm?" tanya Deki.     

Bram dan lainnya masuk ke dalam rumah mbah maman. Ketiganya menuju tempat Mbah Maman biasa menerima tamu.     

"Kalian sudah lama di luar?" tanya Mbah Maman.     

"Tidak lama juga, kami baru nyampe juga Mbah," kata Bram.     

Mbah menganggukkan kepalanya dan langsung tersenyum kecil.     

"Mana yang saya suruh kalian cari?" tanya Mbah Maman.     

Bram memberikan bungkusan yang ada tanah kuburan itu. Begitu juga dengan Deki dan Diman. Empat bungkus tanah kuburan itu di letakkan di depan Mbah Maman. Mbah Maman mengambil bungkusan berdasarkan yang memberikannya dan memberikan tanda.     

"Ini punya kamu nak Bram. Dan ini punya kalian. Saya pisahkan karena itu di ambil dari tangan kalian sendiri," kata Mbah lagi.     

mbah mengambil bungkusan satunya yang sudah di ikat sama benang emas.     

"Itu punya siapa?" tanya Bram pada mbah maman.     

"Itu punya temanmu. Dia belum sempat mengambilnya. Alhasil dia langsung di bacok sama Winarsih. jadi kasih ini dan kalungkan atau ngga letakkan di bawah bantalnya," kata mbah lagi.     

Bram menganggukkan kepalanya. Setelah itu mulai giliran ketiganya. Mbah Maman membaca mantra untuk jimat kafan yang akan dipakai oleh Bram dan kawannya itu.     

Bram melihat dinding rumah bergetar dan semua yang di ruangan rumah Mbah Maman bergerak, terdengar suara senandung dan aroma melati. Kedua kawan Bram merapat. mereka tahu kalau Narsih akan datang.     

hahhahahaha!     

huuuuuuu!     

"Bram, sepertinya dia datang itu, aku rasa dia datang ke sini," kata Deki.     

"iya, aku rasa dia marah karena kita ambil tanahnya," kata Diman.     

"Kalian diam saja, jangan berisik. Ingat kalian harus tenang, jangan menjauh," kata Bram.     

Keduanya merapat ke Bram. Bram masih memandang kearah Mbah Maman. Mbah Maman sibuk komat kamit membaca mantra untuk ke tiga gundukkan tanah kuburan itu.     

"Jangan kau ganggu dia Narsih, pergilah kau dari hidup mereka. Jangan kau buat mereka terganggu. Kau sudah tak ada di dunia ini, pergilah kau," kata Mbah Maman.     

Suara tawa Winarsih menggelegar cukup keras. Dan tanpa mereka duga, Narsih ada di samping Mbah Maman. dia masih membawa golok itu di tangannya.     

"Narsih!" panggil Bram.     

Narsih memandang tajam Bram dan kedua kawan Bram. Dia menunjukkan wajah yang penuh amarah dan kebencian. Mata Narsih juga terlihat sangat menakutkan. Tak ada sedikitpun rasa belas kasih di tunjukkan oleh Narsih.     

"Kau pergi saja, aku sudah membuat jimat untuk mereka, dan kau tak bisa lagi menyentuh mereka," ucap Mbah Maman.     

Tawa Narsih menggema di rumah Mbah Maman dan tangis Narsih juga ikut di dalamnya.     

"Mereka membunuhku dan suamiku, aku tak akan memaafkan mereka, aku akan membalaskan dendamku pada mereka," kata Narsih.     

Mbah Maman melihat kearah Bram dan kedua teman Bram itu. Mbah Maman ingin meminta penjelasan pada ketiganya.     

"Kau menolakku, apa kurangnya aku di matamu, aku cinta padamu Narsih, kau tahu itu jika aku mencintaimu, tapi kau menyakiti hatiku dan malah memilih menikah dengan lelaki lain," kata Bram lagi.     

hahahahah!     

Tawa Narsih lagi-lagi menggema di ruangan Mbah Maman. Narsih menghancurkan semua barang milik Mbah Maman.     

"Cukup Narsih, jangan kau hancurkan rumah ini, aku tak mau kau hancurkan rumah ini. Sekarang kau pergi, aku akan mengurungmu jika kau berani mendekati mereka lagi," kata Mbah Maman.     

Bram menelan salivanya dengan kasar, dia benar-benar takut karena perkataan Narsih itu. Dia tahu kalau Narsih tidak bisa di anggap remeh. Golok yang menancap di kepalanya di cabut sama dia. Mbah Maman memberikan jimat kafan itu pada ketiganya termasuk punya Deka.     

"Kalian pulang lah, jangan balik lagi jika kalian sudah keluar dari rumah ini. Pokoknya jangan berbalik lagi terus jalan, apapun yang terjadi," kata Mbah Maman.     

"Ini uangnya Mbah Maman," kata Bram.     

Bram memberikan uang itu pada Mbah Maman, namun di tolak. Mbah Maman menggelengkan kepalanya. Tak lama istri Mbah Maman keluar dan kaget melihat ada Narsih. Narsih yang melihatnya langsung menebas istri Mbah Maman hingga meninggal.     

Bram dan keduanya langsung kabur dan berlari menuju mobil. Terdengar suara tawa dan tangisan yang membuat semua yang mendenganya akan ketakutan. Terlebih terdengar suara teriakkan Mbah Maman.     

"Jangan berhenti dan mandang belakang, ayo jalan terus, kita pulang langsung," ucap Bram.     

Deki langsung masuk dan bergegas tancap gas menuju kota. Ketiganya terdiam seribu bahasa. Kejadian ini membuat ketiganya gusar dan ketakutan.     

"Bram, kau lihat kan tadi istri Mbah Maman tewas. aku takut Bram," cicit Diman     

Deki yang bawa mobil juga ikutan cemas. Bram menepuk pelan pundak Deki.     

"Tenang Deki, jangan buat dirimu cemas, santai saja. Kita ada jimat kafan ini. Jangan kau buat dirimu panik. Kita di jalan. konsentrasi saja," kata Bram.     

Deki menarik nafas dan mulai tenang kembali. ketiganya melajukan mobil dengan kecepatan rata-rata. Mereka akhirnya sampai di kota. ketiganya masuk ke rumah Bram.     

"Kalian tidur saja dulu. Nanti kalau sudah fresh baru kalian pulang," kata Bram.     

Keduanya masuk ke kamar masing-masing. Bram masuk kekamar mandi. Dia meletakan jimat dari Mbah Maman di nakas bersama dengan punya Deka.     

Jimat itu ada namanya dengan inisial huruf mereka. Bram masuk ke dalam kamar mandi dan mulai mandi. Selesai mandi, Bram naik ke ranjang untuk beristirahat sejenak. Hari ini sangat melelahkan bagi ke tiganya. Melihat secara langsung kejamnya Narsih membuat nyali mereka menciut.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.