Dendam Winarsih

Aku Bilang Bukan Karma



Aku Bilang Bukan Karma

0Diman hanya berdecih karena dia tidak pernah memungkiri kalau ini semuanya karma dia karena kelakuan dia di masa lalu. Bram memandang ke arah Diman yang tidak juga percaya pada dia.     

"Apa kamu tetap tidak percaya padaku?" tanya Bram kepada Diman.     

"Bukan aku tidak percaya, tapi yang namanya karma itu seperti ini Bram, kamu mikir Bram, kalau kita itu sudah kena karma karena yang kita lakukan, aku sudah katakan padamu, ini karma Bram," suara Diman meninggi karena perkataan dia tidak di tanggapi oleh Bram.     

"Bukan begitu, aku hanya ingin kamu berpikir realitas, kamu paham tidak, kalau karma itu tidak ada. Aku bilang bukan karma ya bukan karma, Jadi, jangan katakan luka ini karma," ucap Bram yang melihat Diman mengobati lukanya.     

Bram ngeri melihat lukanya dan dia tidak tahu kenapa luka ini sangat menakutkan dan sangat mengerikan bagi dia. Diman yang juga seperti Bram ngeri, karena lukanya tidak seperti Bram.     

"Aku terluka juga, tapi tidak seperti kamu Bram, kamu baru di garuk sudah seperti ini, apa lagi jalan Bram, lebih baik kita menyerah saja, dan kita akui saja itu lebih baik bram," jawab Diman yang sudah menutup luka Bram.     

Diman bangun dan pergi ke kamar mandi, dia mencuci tangannya, setelah selesai mencuci tangan Diman kembali dan meminum air minumnya. Bram menatap tangannya yang dibalut perban.     

"Aku rasa, kita ini tidak bisa ikut seperti ini terus Bram, kamu lihat ini Bram luka kamu dan luka aku, kita harus mengatakan apa jika orang tanya, dan kamu mau rapat, dan kalau klien kamu tanya bagaimana?" tanya Diman kepada Bram yang hanya diam dan masih melihat lukanya.     

"Aku akan cari alasan dan aku tidak akan mengatakan kalau aku sakit, aku tidak mau itu, jika mereka tidak ingin dekat dengan aku biar kan saja, aku tidak butuh siapapun," ucap Bram kepada Diman.     

Diman ikut melihat tangannya dan ikut memegang tangannya perlahan, dia takut seperti Bram yang tangannya terkelupas dan tentu dia takut istri dan anaknya jijik dengannya dan saat istrinya pegang tangan dia bisa-bisa kulit tangannya terkelupas. dia tidak mau itu.     

Drt ... drt ...     

"Bram telpon kamu berdering itu," ucap Diman kepada Bram.     

Bram yang menyadari telponnya berdering langsung mengangkat telponnya, dia tidak melihat siapa yang menelponnya.     

"Halo bos, saya mau kasih tahu, mbah Agung mau anda ke sini, jika anda berkenan, bisa ke sini, nanti saya akan ke sana," ucap Sanusi kepada Bram.     

"Pulang kerja saya saja, saya sekarang sibuk, jemput saya nanti saat jam pulang kerja, ingat itu." Bram tidak mau Sanusi datang di jam kerja, walaupun dia malas bekerja, tapi dia bekerja demi karyawan dia yang sudah bekerja dengan cukup rajin.     

"Baiklah, saya akan ke sana saat pulang kerja," jawab Sanusi dan mengakhir panggilan telponnya.     

Bram meletakkan kembali telpon di meja, Bram memandang ke arah Diman yang menatapnya. Diman yang mendengar pembicaraan Bram menunggu pengakuan Bram.     

"Ada apa Bram?" tanya Diman kepada Bram.     

"Anak buahku ingin aku ke tempat mbah dukunnya, aku tidak tahu mereka mau apa, kamu mau ikut?" tanya Bram kepada Diman.     

Diman masih bingung mau menjawab apa, dia juga bingung karena dia tidak mungkin berdukun lagi, dia takut istrinya akan jadi tumbal lagi.     

"Apa ini akan ada tumbal keluarga lagi? Kalau ada aku tidak mau Bram, sumpah aku tidak mau sama sekali, aku takut Bram, aku tidak mau istri dan anakku jadi korban, kamu lihat istri Deka, dia korbankan istrinya, aku tidak mau," ucap Diman kepada Bram yang di tanggapi dingin oleh Bram.     

"Aku tidak tanya apa ada tumbal atau tidak, aku rasa kamu ikut saja, kita lihat saja, apa ada tumbal atau tidak, dan bisa saja luka ini hilang, jika mau habis pulang kerja aku jemput kamu di kantor kamu, bagaimana?" tanya Bram kepada Diman.     

"Baiklah, aku ikut, kamu jemput aku di kantor, kalau begitu aku akan pulang dulu," ucap Diman yang langsung bangun dan pergi dari hadapan Bram.     

Bram menatap Diman dari tempat duduknya dan memandang kepergian Diman. Bram tidak bisa berkata apa-apa, Diman dan dia mendapatkan luka ini, dan dia percaya ini bukan karma.     

"Aku akan minta dukun itu mengobati lukaku, aku rasa dia bisa," gumam Bram dalam hati.     

Bram kembali ke kursi kebesarannya, Bram melanjutkan pekerjaan dia yang tertunda. Bram juga rapat dan membuat dia merasakan sakit teramat, dia menjadi tidak nyaman selesai mengadakan rapat, sekretaris Bram membelikan makanan untuk makan siang, Bram memakannya dan hanya sedikit tidak banyak.     

"Apa aku sudah tidak selera makan lagi kah?" tanya Bram kepada dirinya sendiri yang melihat nasi tidak selera dia merasakan aroma yang tidak sedap.     

"Kenapa ada aroma tidak sedap, dan kenapa aku mencium aroma ini ya, aroma seperti aroma bangkai," ucap Bram yang lagi-lagi enek karena aroma yang tidak sedap.     

Bram memindahkan nasinya dan duduk di sofa, dia tidak ingin duduk di tempatnya karena aroma yang cukup tidak sedap di cium oleh indera penciumannya.     

Bram merebahkan kepalanya dan memejamkan matanya, dia benar-benar tidak bisa menahan kantuknya. Bram yang tertidur, tiba-tiba ada yang menepuknya, Bram terbangun dan melihat ada yang aneh.     

"Aku di mana ini," pikirnya lagi.     

Bram berjalan menyusuri jalanan dan melihat ke arah sekeliling dia ingin mencari siapa yang menepuknya, tapi tidak dia temukan sama sekali.     

"Siapa yang menepuk aku? Keluar saja, aku ingin tahu ini di mana?" tanya Bram dengan suara yang cukup kencang dan membuat suaranya bergema.     

Bram tidak mendapatkan jawaban sama sekali dan dia tidak bisa mendengar siapapun di tempat dia berada. Bram berjalan terus dan dia melihat ada kolam kecil yang terlihat indah dan terlihat sejuk.     

"Aku di mana ini, aku seperti mimpi, apa ini mimpi?" tanya Bram dalam hati.     

"Bram, kamu datang?" tanya seorang wanita kepada Bram dan saat Bram berbalik dia melihat Nona.     

"Nona!" seru Bram yang senang saat melihat Nona di depannya.     

Bram berjalan ke depan tapi langkahnya terhenti kala dia melihat ada Narsih di belakang Nona. Nona yang tersenyum padanya seketika diam dan merengut, wajahnya menunjukkan ketidaksukaanya.     

"Bram, kenapa kamu berhenti, ayo ke sini dengan aku Bram, ayo Bram ke sini lah bersama aku," ucap Nona sekali lagi.     

Nona merentangkan tangannya dan melihat ke arah Bram dengan raut yang menyeramkan, seketika wajah Nona menjadi wajah Narsih. Bram yang melihatnya mundur ke belakang.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.