Dendam Winarsih

Aku Takut Dino



Aku Takut Dino

0Nona senang karena bisa berkumpul kembali, dia serasa memiliki keluarga baru lagi, terlebih lagi dia bisa bebas dari Bram yang menakutkan. Narsih yang baru tiba di rumah Dino melihat Nona sudah sembuh, dia senang tapi dia juga sedih karena Nona adalah anak dari suaminya, ada terbesit rasa sedih di hatinya karena ibu Nona dan suaminya berkhianat.     

"Dino, aku senang bisa bersama kalian, aku takut Dino kalau aku tidak bisa bersama denganmu, kamu tahu kan kalau aku itu tidak bisa menghadapi dia sendirian, apa lagi merebut jimat dia, yang ada aku yang makin terjepit." Nona menumpahkan kesedihannya dan dia juga tidak bisa merebut jimat itu dan mengakhiri semuanya.     

"Tidak apa, aku rasa itu tida perlu lagi, karena Narsih yang akan menghadapi dia, karena dia yang akan menuntut Bram, Bram sudah banyak buat salah pada kita dan dia juga berusaha membunuh sahabatnya sendiri, ada dua sahabatnya yang dibunuh, entah lah dia terlalu tega terhadap sahabatnya sendiri." Dino menjelaskan apa yang terjadi kepada Nona.     

Nona yang mendengarnya terkejut karena dia tidak menyangka kalau Bram seperti itu, dia beruntung karena bisa bebas dari Bram dan tidak bersama dengan Bram lagi.     

"Sudah, jangan pikirin apapun, kamu masih sakit, dan masih butuh waktu untuk pemulihan, jadi jangan pikirin hal itu," ucap Dino kepada Nona.     

Nona menganggukkan kepala dan tersenyum kepada Dino. Dino mengusap kepala Nona dan keluar dari kamar Nona. Narsih masih melihat Nona dari jendela dan menatap wajah Nona lekat, Narsih yang mengingat perselingkuhan suaminya langsung pergi, dia pergi ke rumah Bram, dia ingin melihat Bram, dia ingin mengawasi Bram lebih dari sebelumnya.     

Di rumah Bram, keadaan sepi, Bram duduk di sofa menghadap jendela, dia sengaja melihat ke arah jendela dan menatap langit yang gelap, tanpa dia duga, Narsih sudah berada di dekatnya, Narsih menatap tajam ke arah Bram yang tidak juga menyerah.     

Tok ... tok ...     

Bram yang melamun, tersentak dan memandang tajam ke arah pintu, Bram bangun dan berjalan ke arah pintu, dia membuka pintu dan melihat pelayan menundukkan kepalanya ke arah Bram.     

"Ada apa?" tanya Bram dengan suara pelan.     

Bram yang baru sampai di rumah tidak sekalipun turun, dia merasa lehernya perih dan tidak nyaman untuk banyak bicara, dia benar-benar kesal dengan Narsih. Ingin rasanya dia menghabisi Narsih dengan tangannya.     

"Ada, Sanusi di luar, dia mencari anda Pak Bram," ujar pelayan yang menyampaikan ada Sanusi di luar.     

"Baiklah, aku akan menemui dia," jawab Bram tanpa berlama-lama.     

Bram keluar dari kamarnya dan langsung turun dari tangga, dia melihat anak buahnya sudah menunggu dirinya, dia menghela nafas panjang ke arah Sanusi, leher Sanusi luka seperti dirinya, dia yakin pasti bertemu dengan Narsih pikir Bram lagi.     

"Apa Narsih mencekikmu Sanusi?" tanya Bram yang duduk di sofa di depan Sanusi.     

Sanusi yang terkejut kedatangan bos Bram langsung bangun, Bram memberikan kode ke Sanusi untuk duduk kembali Narsih ikut turun, dia terbang dan berdiri di depan mereka.     

"Iya bos, kami datang kembali dan saat melihat ke dalam kamar itu, dia sudah menjadi wanita cantik deng wanita tua yang sudah meninggal, entah wanita tua mana yang dia ambil dan bawa ke sana," jawab Sanusi kepada bos Bram.     

"Yang kalian dapat apa? Hanya luka itu kah?" tanya Bram kepada anak buahnya.     

Sanusi diam dan tidak bisa berkata apapun, dia hanya menatap sendu ke arah Bram, dia tahu kalau dia salah strategi menghadapi Narsih, dia harus punya penangkalnya.     

"Aku sudah katakan, kalian mengikuti mereka harus hati-hati, karena dia tidak bisa kalian lawan, aku saja seperti ini dan lihatlah, aku tidak bisa menghindar apa lagi kalian yang tidak punya apapun untuk menghindari dia," jawab Bram kepada Sanusi.     

"Jadi, kami ingin mundur saja, kami tidak mau mati konyol," ujar Sanusi dengan wajah sendu.     

Bram mendengar yang mendengar apa yang Sanusi katakan mengebrak meja, dengan kencang, dia tidak menyangka kalau Sanusi ingin mundur dari misi yang dia perintahkan, Bram tahu kalau anaknya takut dengan Narsih dan tentu saja dia tidak ingin Narsih besar kepala.     

Sanusi yang melihat bos Bram marah padanya hanya diam saja, dia tidak mau membuat bosnya makin marah padanya. Narsih hanya memandang Bram dengan pandangan yang membunuh, dia ingin sekali menarik jantung Bram hingga keluar dari tubuhnya, dia ingin sekali melakukan itu, dia tidak ingin membuat Bram bernafas lagi.     

"Maafkan saya bos, saya terluka di leher saya, bos bisa lihat kan kondisi leher saya ini, dia tidak seperti ini sebelum ketemu dengan Narsih, sejak ketemu dengan Narsih lihatlah, dia mulai membuat leher saya seperti ini bos, ini baru leher bos, belum yang lainnya, bisa-bisa saya yang terkubur di tanah kuburan depan rumah, saya hanya takut bos, dia sudah larang kami untuk mengikuti mereka lagi, jadi saya minta maaf, cari orang lain saja," ucap Sanusi kepada Bram.     

Bram yang mendengar penjelasan dari Sanusi hanya bisa mengumpat dan tidak bisa berkata apa-apa, anak buahnya takut untuk menghadapi Narsih, sedangkan dia tidak bisa membuat Narsih musnah dan menghilang dari hadapannya.     

"Jadi, kamu mau pergi dan tidak mau menjadi anak buahki, silahkan, jangan kamu menunjukkan wajah kamu lagi, aku tidak akan ingin melihat kamu lagi," tegas Bram yang langsung meninggalkan Sanusi sendirian di ruang tamu.     

Sanusi bergerak meninggalkan rumah bos Bram, dia langsung bergerak ke dalam mobil, wajah pucat Sanusi terlihat jelas di mata Sanusi.     

"Bos, apa kata bos Bram, dia tidak masalahkan dengan .... " anak buah Sanusi menghentikan omongannya melihat bos Sanusi melirik dan memberikan kode kepada dirinya.     

Anak buah Sanusi menganggukkan kepala dan langsung diam seribu bahasa, anak buah Bram langsung menstater mobil ke arah markas, mereka meninggalkan rumah bos Bram. Sanusi melirik ke arah sekitar dia lega karena tidak bertemu dengan Narsih.     

"Apa dia ada tadi bos?" tanya anak buah Sanusi.     

"Iya, dia di rumah bos Bram dan aku bisa merasakan aura yang tidak enak dan aku juga tidak bisa membayangkan kalau aku katakan rencana kita, dia pasti membunuh kita semua, dan aku juga yakin dia ada saat kamu mau mengatakan rencana tadi, sekarang kita harus bermain dengan baik, jika ingin selamat maka jangan buat masalah, " ucap Sanusi kepada anak buahnya.     

"Maaf bos, aku tidak tahu, karena aku pikir dia tidak ada, jadi kita harus apa bos?" tanya anak buah Sanusi kepada Sanusi.     

"Aku tidak tahu, kita harus tanya ke mbah yang ada di desa yang dekat desa salak, dia pasti bisa bantu kita dan ingat jangan buat masalah dan jangan bicara apapun," ucap Sanusi kepada anaknya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.