Dendam Winarsih

Jangan Mengancam Kami



Jangan Mengancam Kami

0Dino pun memikirkan hal yang sama dengn apa yang dipikirkan oleh Paijo, dia yakin kalau ini hanya tikus dan tidak mungkin hantu.     

"Aku rasa benar ini bukan hantu, ayolah kita pergi, kita pulang saja, tidak aman juga malam-malam ke sini." ucap Dino kepada Paijo.     

"Baiklah, ayo kita pergi, kerjaan besok kita lanjutkan," ucap Paijo menyetujui apa yang Dino katakan.     

Dino dan Paijo berbalik dan menutup pintu, tapi saat ingin menutup pintu, ada yang mengganjal pintu, Paijo yang sudah lebih dulu menjauh dari Dino berhenti dan berbalik ke belakang dia melihat Dino yang masih menarik pintu.     

"Di-Dino, itu apa yang terganjal di pintu, i-itu tangan Dino," ucap Paijo yang terbata-bata.     

Dino melihat ke arah celah pintu yang hendak dia tutup, Paijo menelan salivanya begitu juga Dino. dia tidak percaya kalau ada tangan yang mengganjal di pintu. Tangan yang terlihat berbeda dari tangannya, tangan yang dia lihat sangat mengerikan dan sangat menjijikkan.     

"Itu tangan Toni?" tanya Ian kepada Toni.     

Toni menganggukkan kepala dan mengusap keringat dinginnya. Dia mulai gemetar dan tiba-tiba lampu meredup secara sendirinya, dan membuat Dino dan yang lainnya melihat sekitar.     

"Dino lepaskan gagang pintu itu, jangan pegang gagang pintu itu, aku mohon padamu, tolong lepaskan gagang itu," ucap Paijo kepada Dino.     

Dino perlahan melepaskan tangannya dan dia juga menelan salivanya, dia tidak ingin berlama di ruangan ini. Dino yang dengan perlahan melepaskan tangannya tiba-tiba tangannya di pegang oleh tangan yang mengerikan itu.     

Grapp!     

"Akhh," pekik Dino spontan.     

Paijo yang melihat tangan Dino di pegang menelan salivanya, dia tidak tahu harus apa, karena dia tidak bisa berjalan ke arah depan, kakinya seperti membeku dan seperti di pegang oleh tangan seseorng.     

Paijo dan Dino saling pandang dan saling geleng kepala, lampu makin meredup dan terang dan begitu seterusnya. Telpon Dino berdering di meja, Dino dan Paijo melihat ke arah meja dan melirik ke arah Ian dan Toni.     

"Aku jawab ya," ucap Ian yang perlahan mengambil telpon.     

Dino masih berusaha menarik tangan sosok itu tapi kekuatan dia kalah dari dirinya. Semakin ditarik, semakin kuat sosok itu menarik tangan Dino.     

"Ha-halo, mang ada apa? Kami lagi ada masalah ini tolong kami, ada sosok yang berkunjung di sini dan itu sangat mengerikan mang, tolong kami mang, kami mohon mang bantu kami," ucap Ian yang langsung mengatakan kalau mereka dalam masalah.     

"Apa! Kamu tidak bohong kan?" tanya mang Dadang yang terkejut karena mendengar apa yang di katakan oleh Ian.     

Ian menganggukkan kepalanya dan meringis karena lampu padam dan ponsel juga padam, ruangan mereka gelap tanpa ada penerangan.     

"Mas, lampunya padam ini, aku takut," ucap Toni kepada Ian yang berada di sebelahnya.     

Pintu yang tempat Dino berdiri terang dan terlihat sosok bermata merah berdiri di depan dirinya. Dino yang melihat sosok yang memegang tangannya menelan salivanya dan tentu dia merasa kali ini dia takut. Tapi, dia tidak ingin terlihat takut.     

"Jangan mengancam kami, percuma kamu ancam kami karena kami tidak tahu dan tidak mengenal siapapun," ucap Dino yang memberanikan diri untuk mengatakan sesuatu.     

"Hahahah, kalian tidak tahu apa pura-pura tidak tahu, serahkan wanita itu, jika tidak kalian akan aku bunuh sekarang, jika kalian masih tidak menyerahkan wanita itu," ujar suara tanpa sosok yang jelas.     

Dino merasa kalau sosok di depannya ini perantara dukun yang sedang di suatu tempat dan berusaha mengancam mereka semuanya. Dino memicing matanya, dia berusaha tenang dan mulai berdoa dengan tenang.     

Paijo yang melihat Dino menunduk dan tenang, dia ikut menunduk dan tentu saja dia ingin ikut berdoa, lama-lama, sosok itu mulai mengerang kesakitan dan menjerit dan memekik karena tangannya panas, lampu yang padam seketika terang dan menunjukkan beberapa sosok yang menyeramkan di ruangan mereka, Paijo yang tertunduk melihat kakinya di pegang dengan kencang oleh tangan hitam dan berbulu.     

"Mas, ini sangat mengerikan sekali, ternyata sosoknya banyak sekali, dan lihatlah, di ruangan ini penuh mas," ucap Toni yang masih memeluk lengan Ian.     

"Jangan tanyakan aku, aku saja takut Toni, jadi kita berdoa saja," ucap Ian.     

Brakkk!     

Secara tiba-tiba, pak ustad Mahdi dan mang Dadang datang, nafas mang Dadang ngos-ngosan dan dia melihat banyak sosok yang mengerikan di ruangan mereka.     

"Mang, pak ustad tolong kami, kami takut sekali, tolong kami," ucap Ian yang sedikit lega karena ada yang datang ke tempat kerja mereka.     

Pak ustad mulai membacakan doa dengan kusyuk dan tenang, sosok yang ada di ruangan Dino menjerit dan pergi begitu saja, Dino yang tangannya bisa lepas langsung menjauhi ruangan arsip begitu juga dengan Paijo.     

"Dino, kamu baik saja?" tanya mang Dadang yang melihat tangan Dino terluka dan mengeluarkan darah yang cukup banyak, Dino yang mengangguk pelan tiba-tiba pingsan.     

Brakkk!     

Mang Dadang dengan sigap menangkap Dino, begitu juga pak ustad yang sudah selesai membaca doa. Paijo ikut membantu, pak ustad Mahdi melepaskan tangannya dan langsung berjalan sembari berdoa setelah itu di keluar bersama yang lainnya.     

"Kita bawa dia ke rumah sakit, kita bawa dia turun dari jalan belakang saja, aku yakin ini Bram yang melakukannya, jika tidak, mana mungkin ada lagi sosok ini, lagian Narsih mana ya?" tanya Paijo yang mengotong Dino untuk turun dari ruangannya melalui pintu belakang.     

Perlahan mereka berjalan melewati pintu darurat, Ian juga ikut membantu, pak ustad diam dia melirik ke arah belakang, dia melihat sosok lain mengikuti mereka.     

"Kita masih diikuti, ayo cepat kita jalan, naik mobilku saja, kita tidak punya waktu," ucap pak ustad Mahdi.     

Mang Dadang dan yang lainnya menelan salivanya, mereka langsung bergerak cepat, sampai di bawah mereka langsung cepat dan tidak menunggu waktu lagi dan mereka membawa Dino.     

Brakkk!     

Pintu yang ingin ke luar di tutup dengan kencang dan tidak bisa dibuka. Ian yang melihat pintu di kunci dan tidak terbuka mulai gemetar, Dino yang sudah pucat karena tangannya luka parah tidak bergerak sama sekali.     

"Pak ustad bagaimana ini?" tanya Ian yang melihat pintu yang akan di buka Toni dan pak ustad tidak juga terbuka, dan keras untuk di dobrak.     

"Tenang, jangan panik kalian semuanya, ingat kita harus tenang dan jangan gegabah dan jangan buat kita panik," ucap pak ustad kepada Ian.     

Ian berusaha tenang dan tidak berkata apapun, dia juga tidak mungkin membantah pak ustad, pak Ustad mulai melakukan doa kembali dengan kusyuk, dia tidak ingin membuat kesalahan lagi, mang Dadang ikut berdoa, terdengar suara langkah kaki di tangga darurat yang semakin dekat dengan mereka.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.