Dendam Winarsih

Dendam Winarsih



Dendam Winarsih

0Narsih yang mendengar penjelasan dari Dino dan mang Dadang hanya bisa diam dan memandang ke arah keduanya, terlebih mereka berdua mengatakan tentang dendam dia ke Bram seperti apa, satu sisi dia ingin dendamnya terwujud karena dia sudah membunuh dirinya dan suaminya, tapi apakah dendam dia terwujud jika saat mengetahui kalau suaminya sudah bermain api dibelakangnya. Sanggupkah dendam itu terwujud dengan apa yang sudah dia pendam selama ini. Narsih pergi dari hadapan Dino dan mang Dadang, dia ingin melihat Nona dan Bram.     

"Dia sudah pergi mang, apa dia menerima apa yang kita katakan? Apa kita tidak perlu meminta dia untuk menghentikan dendamnya? Jika, kita meminta dia untuk melupakan dendamnya bagaimana mang?" tanya Dino kepada mang Dadang.     

Mang Dadang yang mendengar apa yang Dino katakan langsung menatap Dino dengan tatapan yang tajam. Dino yang di pandang oleh mang Dadang menjadi salah tingkah.     

"Apa aku salah mengatakan hal itu mang? Kalau aku meminta dendam Winarsih di lupakan?" tanya Dino kembali.     

"Aku tidak bilang salah, ada aku katakan kalau kamu salah? Tidak kan, cuma aku tidak sependapat dengan kamu, apa kamu tahu dia sudah membunuh pria di masa lalunya hanya karena dendamnya?" tanya mang Dadang kepada Dino.     

Toni dan Dino yang mendengarnya hanya diam, Dino mengetahui itu dia tidak mungkin melupakan saat pertama mendengar dendam Winarsih, dia saja sampai takut sekarang dia sudah mulai bersahabat dengan Narsih.     

"Aku sudah katakan bukan, kalau untuk urusan dendam Winarsih hanya dia yang menentukan, jangan kita yang menentukannya, biarkan saja, hal yang sensitif itu tidak akan bisa kita yang minta, apa kamu meminta ini karena ada kaitannya dengan Nona? Yang merupakan anak dari suaminya?" tanya mang Dadang lagi.     

Dino menganggukkan kepalanya dan memandang ke arah mang Dadang dengan tatapan sendu, Dino tidak mau Narsih melempiaskan dendamnnya ke Nona, karena dendamnya ke Joko dan ibunya Nona.     

"Mas, menurutku ya, mbak Narsih tidak mungkin melampiaskan dendamnya ke mbak Nona, karena dia pasti tidak seperti itu, kalau salahnya ke ayahnya mbak Nona ya, ke ayahnya, walaupun sudah meninggal sekalipun, anak tidak salah sama sekali," jawab Toni dengan lugas.     

"Itu menurut kita Toni, kalau dia tidak terima bagaimana?" tanya Dino kembali.     

"Itu biar urusan dia saja, yang penting kita sudah melakukan yang terbaik untuk Narsih dan untuk Nona kita berharap dia siuman dan bisa dengan cepat mengambil kalung itu, paling tidak membujuk Bram, kalau untuk sahabatnya aku tidak tahu, karena di satu sisi kasihan saja, anak mereka akan jadi yatim piatu dan yatim, hahhhh, pusing memikirkan dendam Winarsih aku," ucap mang Dadang kepada Dino.     

Mang Dadang bangun dari tempat duduknya langsung bergegas ke kamar mandi. Dino dan Toni saling pandang dan tersenyum kecil. Ian dan Paijo masuk ke dalam melihat Dino dan Toni duduk di bawah.     

"Loh, kalian masih duduk di sini, apa kalian sudah solat apa belum? Kita solat jamaah saja kalau kalian belum solat," ujar Paijo kepada Dino.     

"Iya, tunggu si mamang, dia sedang di kamar mandi, kita gantian setelah itu solat bersama," ucap Dino kepada Paijo.     

Tidak berapa lama si mamang keluar dari kamar mandi, mereka bergantian masuk ke kamar mandi, selesai mengambil wudhu, mang Dadang memimpin solat berjamaah. Selesai solat semua orang makan makanan yang sudah di beli oleh Paijo dan Toni.     

"Mang, apa Narsih sudah tahu masalah Nona dan suaminya itu?" tanya Ian yang bertanya di sela dia makan.     

Mang Dadang menganggukkan kepalanya pelan, ke arah Ian. "Dia sudah tahu dan entahlah, bagaimana dia nanti dengan dendamnya ke mereka berempat, mamang tidak mengatur dia untuk melupakan dendamnya, mamang hanya menyerahkan ke dia, dan jangan kaitkan dengan Nona karena Nona tidak tahu apa-apa."     

"Kenapa kaitannya dengan Nona sama dendam Winarsih mang?" tanya Ian.     

"Iya benar, kenapa ada kaitannya, kan kita tahu kalau Nona itu tidak salah, dan kenapa kaitkan dengan dendam Winarsih mang, yang ada Nona di bunuh juga lah, kan nggak lucu mang, yang salah Bram kenapa yang bunuh di bunuh Nona?" tanya Paijo lagi.     

"Makanya aku katakan tadi, jangan kaitkan dengan Nona, yang salah itu si Joko suaminya, kenapa harus Nona, kan dia anak yang dititip kan oleh Allah, kita mana bisa minta ke Allah jangan lahirkan kita ke ibu dan ayah yang punya dosa, intinya begini, tidak ada yang mau hal seperti ini, jika sudah terlanjur ya sudah, mau di apakan lagi," jawab mang Dadang kepada Paijo dan yang lainnya.     

Srettttt!     

Ian yang mau bicara menutup mulutnya, dia mendengar suara yang aneh dari luar. Ian melihat ke arah Dino dan mang Dadang, dia memberikan kode kepada keduanya. Mang Dadang bangun dan melihat ke arah pintu luar, tidak ada siapapun pikir dia lagi.     

"Tidak ada siapapun, sepi juga di luar." mang Dadang masuk kembali dan kembali duduk. Mang Dadang menghabiskan makannya setelah itu membuang semuanya di tempat sampah. Dino dan lainnya juga sudah selesai makan, mereka membuang bungkusan ke tempat di mana mamang membuangnya.     

"Suara apa itu ya?" tanya Ian kepada Dino.     

"Mungkin suster mendorong bankar tapi karena terkena dinding atau pintu menimbulkan suara yang cukup keras, sudah jangan pikirkan yang aneh kamu Ian, berdoa saja kamu." Dino meminta Ian berdoa dan jangan memikirkan hal itu.     

Ian menganggukkan kepala dan melihat sekeliling kamar inap Paimin, suasananyq menyeramkan pikirnya. Tidak berapa lama, terdengar lagi suara serupa kali ini di kamar mereka. Ian dan Toni mendekati Dino, mereka takut jika terjadi sesuatu.     

"Kalian kenapa main nempel saja, aku tidak bisa bergerak sama sekali ini, duh kalian ini lah, ada saja," ucap Dino yang kesal karena mereka menempel dengannya.     

"Mang, itu apa mang?" tanya Paijo merasakan kalau suara itu dari dalam kamar ini.     

"Entahlah, aku merasakan ini bukan suster lagi, kalian tenang dan mari kita berdoa saja," ucap mang Dadang.     

Mereka tidak tahu kalau itu kiriman dukun yang mencari Paimin, dia sudah mendapatkan keberadaan anak buahnya, dia sengaja mengirim ilmu yang membuat tubuh Paimin menolak, Paimin yang sudah mulai berdoa dan mulai solat tidak bisa menerima hal gaib seperti itu. Karena menolak, mbah dukun langsung mengirimkan sosok itu kepada mereka semuanya.     

"Mang, apa ini perbuatan ayah si Nona itu ya?" tanya Ian dengan suara pelan.     

"Aku rasa tidak, dia kalau mau datang pasti ke tempat Nona bukan ke sini, ini mungkin orang lain, orang yang tidak suka dengan kita atau juga Paimin," ucap mang Dadang yang menduga kalau ini kerjaan si mbah dukun itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.