Dendam Winarsih

Pergi Kamu Narsih



Pergi Kamu Narsih

0 Deka yang pulang dari rumah dukun yang dia minta untuk menculik Nona bergegas masuk ke dalam rumahnya, dia tidak mau ada yang tahu kalau dia yang menyuruh dukun itu.     

"Aku harus hati-hati, karena aku tidak mau Narsih tahu kalau aku yang melakukannya dan aku yang menuduh si Dino tidak tahu diri itu. Aku harus bersikap biasa saja, siapa tahu Narsih ada di sini dan mendengarkan apa yang aku katakan." Deka bergumam kecil di dalam hati saja.     

Langkah kaki Deka langsung bergerak ke dalam rumah, dia tidak mau kelihatan kalau dia gugup. Narsih yang di rumah Deka melihat kedatangan Deka dari atas, rumah Deka bertingkat dan Narsih berada di lantai dua, dia memperhatikan gerak gerik Deka. Tidak ada yang mencurigakan sama sekali.     

"Anak papa sedang apa?" tanya Deka kepada anak bungsunya yang berumur empat tahun. Dia sedih karena anak bungsunya harus kehilangan ibu. Tapi, dia bisa apa pikirnya, dia hanya orang yang bodoh karena percaya saja kalau Narsih datang. Ini salah keduanya, tidak ada yang tidak salah.     

"Ini main boneka. Papa, itu ada olang di cana, pakai baju putih dan adek atut Pa." Ayu mengadu pada Deka dan memeluk Deka dengan erat dan menangis.     

Deka menyerngitkan keningnya, karena dia tidak bisa melihatnya. Deka melihat ke arah tangan anaknya yang menunjukkan ke arah lantai dua. Narsih yang tahu anak kecil tidak berdosa itu takut dengan dia berubah menjadi wajah dia yang cantik. Deka menyerngitkan keningnya, tidak ada apapun pikirnya. Apa yang di lihat, Ayu penunggu atau Narsih yang datang? Deka berpikir siapa yang dilihat anaknya.     

Ayu yang melihat lagi dari dalam pelukkan Deka tersenyum, karena Narsih tersenyum kecil ke arah Ayu. Ayu tersenyum kecil karena Narsih tersenyum padanya. Ayu yang berpelukan dengan Papanya, langsung melepaskan pelukkannya.     

"Cudah Pa, atu tidak atut agi. Papa mandi sana, atu mau main agi ya," ucap Ayu yang cadel.     

Deka yang melihat anaknya sudah tidak menangis dan tertawa ke arah atas hanya bisa menatap ke arah atas dengan tatapan penasaran. Dia penasaran siapa yang membuat anaknya berubah dari menangis sampai ketawa sendiri. Deka naik ke lantai atas, pandangan Deka ke segala arah, dia menyelidiki lantai atas tapi tidak ada. Gorden bergerak sendiri, Deka menelan salivanya melihat gorden bergerak.     

Narsih yang berdiri di dekat gorden menggerakkan gorden perlahan. Dia sengaja tidak menunjukkan dirinya ke hadapan Deka. Deka mendekati gorden dan menyingkapnya, tapi tidak ada siapa pun sama sekali. Srettttt! Gorden terbuka dan tidak terlihat siapapun sama sekali.     

"Tidak ada siapa pun di sini, siapa yang menggerakkan gorden ini, tidak mungkin angin, kalau angin kenapa hanya yang ini saja. Apa ini Narsih?" tanya Deka dalam hati,     

Kreetttt!     

Suara kaca yang di baret terdengar jelas dan sangat jelas di telinga Deka. Deka menyibak gorden yang posisinya di ruang keluarga di atas. Deka melihat tidak ada siapapun dan kaca tidak ada sedikitpun terbaret. Deka menutup kembali gordennya dan langsung pergi dari jendela yang menurut dia aneh.     

Tap ... Tap ...     

Langkah kaki Deka terdengar jelas sampai menuju ke kamarnya. Di kamar Deka langsung menuju ke kamar mandi. Sampai di kamar mandi, Deka merasakan ada yang mengikutinya. Narsih memandang ke kamar Deka dan mendengarkan suara gemericik air mandi.     

Narsih menggerakkan guci kecil dan segala yang ada di kamar, termasuk foto Deka yang dia lempar begitu saja, hingga terdengar suara pecahan yang cukup keras. Deka yang baru selesai mandi langsung mengambil jimat yang dia gantung di pintu langsung dia pakai.     

Ceklekk!     

"Suara apa itu ya?" tanya Deka kepada dirinya dan berjalan ke segala sudut kamarnya dan dia terkejut melihat figura dirinya jatuh.     

Deka mengambilnya dan kaca berserakan di kamarnya. Narsih lagi-lagi menggerakkan foto istrinya Deka dari tempat semula menjadi tempat yang berbeda. Deka melihat jelas foto bergerak di depan matanya. Deka mundur ke belakang, dia tidak tahu kenapa bisa bergerak pikirnya lagi.     

"Siapa kau! Keluarlah, jangan takuti aku! Aku tahu siapa kamu! Keluar cepat!" teriak Deka dengan kencang.     

Deka yang masih pakai handuk geram, sosok ini selalu mengganggu, tadi anaknya sekarang dia. Deka berpikir sejenak, dia merasa kalau Narsih tahu dia yang melakukannya, tapi dia berusaha untuk tenang dan tidak terpancing mengakuinya.     

"Keluar aku bilang!" teriak Deka lagi yang kesal karena di teror.     

Narsih keluar dan menunjukkan dirinya, dia memandang Narsih yang berbeda, bukan wajah menyeramkan, tapi wajah yang sangat cantik. Deka menelan salivanya melihat keadaan Narsih, dia tidak menyeramkan sama sekali, malah lebih cantik dan membuat dia terpengaruh.     

"Pergi kamu Narsih, jangan kamu di sini! Aku tidak mau melihatmu di sini, aku tidak mau dan jangan mencoba memperngaruhi aku!" teriak Deka dengan kencang.     

Narsih tidak pergi, dia mendekati Deka dan melihat jimat yang dipakai oleh Deka. Narsih harus hati-hati karena dia tidak mau jimat itu membuat dia menjerit dan membuat dia musnah, kilatan terlihat dari jimat itu. Jimat tanah kuburan dia sendiri.     

"Kang, aku rindu Akang, kenapa kang tidak datang juga? Aku merindukan kang, tolong ke sini dengan aku kang, aku mohon padamu kang," ucap Narsih yang mencoba memperngaruhi Deka.     

Deka yang keringat dingin bergerak mundur karena Narsih berdiri di depannya dan mendekati dia. "Mundur aku bilang Narsih, jangan mencoba mendekat. Aku akan buat kamu musnah, kamu tidak lihat jimat aku ini? Kamu berani mendekati aku?" tanya Deka dengan suara kencang.     

"Aku rindu, lepaskan itu dulu, Kang akan aku layani, aku akan melayani akang sampai akang puas dan tidak akan yang bisa melayani akang seperti aku, ayo kang ke sini." Narsih melambaikan tangannya dan mencoba memperngaruhi Deka.     

Deka tergoda dan mulai terpengaruh, dia mulai mengangkat tangan untuk menyambut tangan Narsih. Narsih geleng kepala dan menunjukkan ke arah jimat itu. Deka yang sudah terpengaruh membuka jimatnya dan menarik keluar.     

"Papa, atu mau masuk boleh!" teriak Ayu kepada Deka.     

Deka yang tersadar melihat jimatnya yang sudah hampir keluar dari kepalanya. Deka menatap ke arah Narsih yang bersiap untuk mencekiknya tapi tidak jadi, karena Deka keburu sadar dan memasukkan jimatnya.     

"Kamu mau menipuku? Dasar hantu sialan kamu, aku tidak akan membuat kamu benar-benar musnah." Deka mendekati Narsih.     

Narsih yang hampir membunuh Deka mundur dia geram karena Deka bisa tersadar dari lamunannya tadinya. Narsih menghilang dan menjerit karena gagal. Deka mengusap dadanya, dia beruntung karena Ayu anak bungsunya memanggilnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.