Dendam Winarsih

Serahkan Dia



Serahkan Dia

0"Mang, ini bagaimana? Tangannya tidak lepas dari leher si Paijo, kalau seperti ini Paijo akan meninggal mang, bagaimana ini mang?" tanya Dino dengan wajah panik.     

"Dino, kamu tarik jarinya cepat, patahkan saja, jangan ingat dosa cepat! Yang ada Paijo akan kehabisan nafas, cepat sedikit Dino! " teriak Ian dengan kencang.     

Dino hanya bisa geleng kepala, dia takut nanti leher Paijo yang makin terluka. Dino menatap ke arah mang Dadang, mang Dadang mengangguk kepala ke arah Dino.     

"Lakukan saja, kita tidak punya waktu lagi, aku harap kamu patahkan saja jari itu," ucap mang Dadang kepada Dino dengan suara tegas.     

Dino pun akhirnya menarik tangan sosok yang masih mencekik leher Paijo. Kreakkkk! Dino pun akhirnya berhasil mematahkan tangan sosok wanita yang menyeramkan. Dino menunjukkan jari yang dia patahkan ke arah mang Dadang. Ian dan Toni juga menunjukkan ke arah mang Dadang, dan mang Dadang juga menunjukkan ke arah ketiganya, saling pandang dan keduanya tertawa bersama. Paijo yang melihat mang Dadang dan ketiga sahabatnya saling menunjukkan jari sosok hantu yang mencekiknya hanya mendengus kesal.     

"Kenapa kalian menunjukkan itu ke hadapan aku hmm? Ini lihat ini, aku dapat lengannya, mana lebih besar punya kalian apa punya aku?" tanya Paijo kepada keempatnya.     

Paijo menunjukkan ke arah keempatnya lengan yang menjijikan dan lebih besar dari mereka semuanya. Alih-alih takut, dengan apa yang terjadi, mereka tertawa karena terhibur.     

"Lihat itu, Narsih berusaha membuat hantu wanita itu kalah, tapi kelihatan dari di sini dia kalah dengan hantu itu, aku jadi ragu siapa yang membuat hantu itu datang ke sini, apa dukun itu ya?" tanya Ian yang menatap ke arah Narsih yang sedang beradu kekuatan dengan hantu wanita itu.     

Tangan yang mereka patahkan di buang begitu saja, mereka tidak mau memegangnya karena geli dan jijik. Mang Dadang melihat tangan yang di buang berjalan kembali ke sosok yang mengerikan. Bukan hanya mang Dadang saja yang lihat Dino cs juga melihatnya dan mengangga melihatnya.     

"I-itu, jalan tangannya eh iya jalan ke pemiliknya!" seru Toni yang gelagapan melihat tangan yang berjalan dan menyatu lagi.     

Narsih yang melihatnya mengambil tangan yang menyatukan dan beruntung belum tersambung dengan tangan sosok itu. Narsih tersenyum penuh kemenangan dan tentu membuat sosok itu mengamuk tidak menentu.     

"Kembalikan tanganku, aku tidak akan memaafkanmu sialan, kamu kembali cepat!" teriak sosok itu pada Narsih.     

"Pergi dari sini, atau aku tidak akan mengembalikan ini kepada kamu, jadi pilih," ujar Narsih kepada sosok itu dengan suara yang tidak kalah menggelegar.     

Dino cs hanya memandang perdebatan antara kedua hantu yang memperebutkan tangan yang sangat mengerikan itu. Tangan yang menjijikan itu bergerak berusaha meraih Narsih dan tentu membuat semua merinding. Sosok hantu wanita melihat mang Dadang dan menunjuk ke arah mang Dadang.     

"Serahkan dia! Aku mau dia, cepat serahkan dia!" teriak sosok itu kepada Narsih.     

"Aku tidak akan menyerahkan siapapun, baik itu dia atau ini, ingat, aku meminta kamu pergi sebelum golok ini bersarang di lehermu!" Narsih menekankan kata leher dengan tegas.     

Sosok yang mendengar apa yang dikatakan oleh Narsih mengerang dan berteriak dengan kencang. Narsih puas karena apa yang dia katakan membuat sosok di depannya ini mengerang penuh amarah. Tidak menunggu lama lagi, Narsih langsung dengan cepat membawa sosok itu keluar dan menghilang dari pandangan mereka.     

Duarrrrr!     

Suara petir terdengar begitu menggelegar hujan yang lebat lama kelamaan berhenti dan reda, hanya terdengar sekali-kali suara petir tapi tidak seperti tadi. Mang Dadang melihat ke arah luar dan terlihat hanya kilat yang menghiasi langit hitam.     

Mang Dadang terduduk dan menghela nafas panjang, hari yang sangat melelahkan pikirnya. "Aku rasa, dukun itu tahu, kalau kita yang membuat anak buahnya pingsan dua kali dan membuang dia, dan sekarang dia balas dendam."     

"Aku juga bilang apa kan mang, makanya mang, jangan main pukul anak orang, kena kan karmanya langsung, makanya jangan suka main pukul mang, jadi bagaimana ini ya?" tanya Paijo yang mengusap lehernya yang terluka, Toni membantu mengolesin leher Paijo dengan obat.     

Toni perlahan mengobati leher Paijo, dia tidak mau terlalu kuat takutnya Paijo tidak nyaman. Paijo yang di oles obat meringis kesakitan. Lampu nyala dan terlihat suasana di rumah hening.     

"Apa yang terjadi ya?" tanya Ian yang merapikan lilin dan lampu minyak lampu.     

"Entahlah, kemana dibawa aku pun tidak tahu, aku tahu kalau saat ini yang menang keduanya," ujar mang Dadang sembari tersenyum.     

Dino cs hanya mencibir mulut karena perkataan mang Dadang. "Apa mang jurinya apa? Tapi, benar mang, kalau aku rasa mereka menang, karena tidak ada yang kalah, dan bisa saja mereka jadi sahabat berdua, kan mereka sama-sama hantu wanita mang." sambung Dino yang menjawab pertanyaan Ian.     

Tidak berapa lama, Narsih muncul dengan kepala yang dia pegang dan tangan yang tadi jadi bahan rebutan kedua sosok itu. Mang Dadang cs memandang ke arah dua benda yang Narsih bawa.     

"Apa dia lenyap ya? Aku kenapa takut ya, lihat seperti itu. Aku ingin muntah, uwekkk." Ian lari dan memuntahkan semua isi perutnya dan tentu membuat Dino dan yang lain geli karena Ian muntah di ruang tengah.     

"Jorok sekali anak ini lah, duh Ian! Kenapa kamu jorok sekali sih! Muntah itu di kamar mandi bukan di ruang tengah!" seru Dino yang melihat Ian terduduk setelah muntah.     

Ian mengusap mulutnya, dia sudah tidak sanggup untuk berjalan lagi, tubuhnya lemas. Mang Dadang bangun dan membantu Ian untuk di dudukkan ke kursi. Narsih pergi dari hadapan mereka semuanya, dia tahu kalau kedatangannya membuat semua orang takut.     

"Kamu di sini saja, biar mamang yang bersihkan semuanya, kamu jangan kemana-mana," ujar mang Dadang.     

"Tidak perlu mang, aku bisa sendiri kok, nanti kalau tidak lemas pagi aku bersihkan. Nggak enak aku dengan mamang yang membersihkan muntahan aku, " ucap Ian dengan suara lemah dan wajahnya lesu.     

"Tidak apa, biarkan mang saja, aku tidak masalah, kamu kan tidak sengaja, jadi biar mang kamu tenang saja di sana ya." mang Dadang mengambil lap dan langsung membersihkan semua muntahan Ian.     

Mang Dadang tidak merasa jijik dengan apa yang dia lakukan, Ian hanya bisa menatap sendu ke arah Dino dan Paijo yang masih meringis karena luka yang masih diobati oleh Toni. Setelah selesai, mang Dadang duduk kembali di tempat duduk dan meletakkan nampan yang ada minumannya.     

"Kalian minum dulu, setelah itu kita tidur, banyak yang harus kita kerjakan besok, Paijo kamu sudah selesai di obati kah?" tanya mang Dadang.     

"Sudah mang, makasih Toni." sahut Paijo kepada Toni. Toni hanya mengangguk dan tersenyum menanggapi apa yang Paijo katakan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.