Dendam Winarsih

Dia Tidak Menyerah



Dia Tidak Menyerah

0"Dino, kali apa lagi yang akan kita hadapi ya? Malam ini sosok yang mengerikan besok apa lagi ya? Aku tidak tahu kapan ini akan berakhir dan akan kita aman dari dukun itu." Ian mulai pusing karena dia tidak tahu ke depannya bagaimana.     

"Jangan tanyakan aku, aku saja tidak tahu apapun, aku hanya bisa menatap masa depanku yang acakadut, tuh lihat mbak manis Dino, dia seperti biasa duduk di sana sambil memegang golok, aku rasa dia tidak punya dendam lagi dengan si pembunuh itu, lihat saja dia santai seperti di pantai," ujar Paijo yang melihat Narsih duduk tenang di atas lemari tempat pertama dia datang dulu di kamar ini.     

Dino dan Paijo geleng kepala dan tidak memperdulikan dia. Toni yang melihatnya sedikit terkejut. Dia menoleh ke arah lemari dan merasa heran kenapa bisa di sana,     

"Jangan kamu tanyakan kenapa dia di sana, dan itu sudah jadi mainan dia, dan dia tidak mau di ganggu oleh siapapun, dan aku merasa kalau dia itu akan di sana sepanjang malam. Jadi, abaikan apapun yang berhubungan dengan mbak manis si Dinosaurus itu ya," ucap Ian yang langsung tidur pulas.     

"Baiklah. Aku akan mengabaikan dia, jika dia menangis dan memanggil aku akan abaikan juga." Toni langsung memejamkan matanya.     

Keesokan harinya, Dino cs menunaikan ibadah sholat subuh bersama, selesai sholat subuh, Dino cs langsung berbenah dan memasak sarapan pagi.     

"Mang, Dino coba kalian ke sini. Itu bukannya anak buah dukun itu ya?" tanya Toni yang mengintip dari jendela.     

Toni yang sedang berberes melihat ada pria yang tentu anak buah dukun itu, dia berdiri di luar pagar dan tentu saja dia menatap tajam ke arah rumah. Mang Dadang dan Dino yang dipanggil meninggalkan dapur dan melihat ke arah depan.     

"Mang, kompor sudah di padamkan belum, nanti meledak pula mang." Dino sambil jalan sambil bertanya kepada mang Dadang.     

"Sudah, kamu tenang saja. Kira-kira siapa ya?" tanya mang Dadang yang heran pagi-pagi sudah ada yang datang ke rumah.     

Ian dan Paijo yang keluar dari kamar itu melihat siapa yang datang. Mereka melihat ke arah jendela dan tentu membuat mereka sangat penasaran. Dino cs melihat ke arah dan terkejut melihat pria yang berdiri seperti orang linglung.     

"Eh, aku melihat itu orang yang semalam dipukul mamang kan?" tanya Ian yang memicingkan matanya ke arah luar dan ternyata benar.     

"Mau apa dia kesini lagi ya? Apa dia tidak menyerah saja, pulang gitu ke rumah atau apa gitu, ini ya Tuhan, dia ke sini lagi. Mang, katanya dia tidak tahu rumah kita, kenapa dia tahu?" tanya Dino kepada mang Dadang.     

Mang Dadang hanya menghela nafas panjang, dia saja tidak tahu kalau anak buah dukun itu kesini dan dia juga tidak meninggalkan alamat sama sekali.     

"Kamu pikir, aku tahu kalau dia bakalan ke sini. Aku saja tidak tahu, jadi kita lihat saja dia mau apa?" tanya mang Dadang.     

Mang Dadang dan Dino cs tidak membuka pintu, mereka hanya diam saja di tempatnya sambil memperhatikan dengan jeli apa yang akan terjadi di luar.     

"Baiklah, kita lihat tuh orang mau apa. Eh, itu bukannya si Dulloh ya? Ehhh, dia masuk ke sini, tapi kenapa sudah terbuka pintu pagar bukannya di gembok?" tanya Ian yang panik Dulloh masuk bersama anak buah dukun itu.     

"Cihh! Dasar tidak tahu diri si Dulloh, main ajak orang jahat itu masuk, diisap ubun-ubun kamu baru tahu kamu!" Paijo geram karena Dulloh malah meminta anak buah itu ke dalam dan mengetuk pintu lagi.     

Tok ... tok ...     

Semua orang panik dan berlari ke sana kemari, mereka tidak tahu harus apa. Mereka semua bersembunyi dan tentu saja bersembunyi di dapur. Jantung mereka semua berdetak kencang dan seperti mau copot.     

"Aku tidak tahu harus apa saat ini, Dulloh sableng itu malah bawa dia ke sini dan pakai acara teriak manggil kita lagi. Pengen aku hajar dia saat ini juga." Dino merutuki kepolosan si Dulloh yang membawa anak buah dukun itu.     

"Coba lihat dia berbicara lagi, padahal si pria itu tidak mengatakan apapun padanya dan lihat saja, dia diabaikan. Iiihhh, ingin sekali aku pukul dia pakai centong sayur biar peka otak cuminya itu," ucap Ian yang geram karena Dulloh yang masih saja bercerita dan bertanya siapa pria itu.     

Mereka tidak mendengar apapun di luar sana, baik itu suara Dulloh ataupun bayangan keduanya. Dino memberikan aba-aba kepada mang Dadang, mang Dadang yang melihat aba-aba dari Dino geleng kepala. mang Dadang tidak tahu kenapa di luar diam.     

"Aku tidak tahu apapun dan jangan meminta aku melihat," jawab Ian yang takut jika harus ke depan dan melihat ke luar.     

Paijo dan Toni yang juga di lihatin oleh Dino geleng kepala dan memandang ke arah mang Dadang. Mang Dadang menghela nafas panjang, kali ini dia yang harus melihatnya, mau tidak mau.     

Perlahan mang Dadang berjalan menuju ruang tamu. Mang Dadang perlahan membuka gorden di dalam dan tidak ada siapapun, namun mang Dadang terkejut wajah pria itu muncul di depan mang Dadang secara tiba-tiba.     

"Akhhhh!" mang Dadang menjerit dan jatuh ke lantai dalam keadaan pingsan.     

Dino cs berlari ke luar dan menyusul mang Dadang. Dino terkejut melihat mang Dadang yang pingsan, selama ini mang Dadang tidak pernah pingsan sama sekali, dia yang paling tangguh dan tidak lemah tapi sekarang dia malah pingsan.     

"Ayo, cepat kita bawa dia dari sini, cepat!" bisik Ian yang pelan agar tidak ketahuan dengan pria yang masih berdiri di depan jendela.     

Dino mengangguk dan membawa mang Dadang masuk ke kamar, tapi pintu rumah tiba-tiba terbuka sendiri dan terlihat pria itu berdiri di luar. Ian menelan salivanya dan tentu membuat dia tidak habis pikir, kunci pintu bisa terbuka.     

"Habis kita Dino, kali ini kita nggak bakalan selamat." Ian benar-benar merinding melihat tatapan mata anak buah dukun itu.     

Brakkk!     

Toni seketika pingsan di belakang. Paijo, Ian dan Dino yang tersisa. Paimin mendekati ketiganya dan mengeluarkan sesuatu dari tangannya. Tidak berapa lama, pak Ustad datang ke rumah.     

"Assalamu'alaikum, Dino kamu ada di rumah?" tanya pak ustadz yang berjalan menuju ke dalam rumah.     

Paimin yang melihat ada seseorang yang datang tiba-tiba hilang begitu saja. Ian yang melihatnya langsung pingsan, karena melihat pria atau lebih tepatnya anak buah dukun itu pingsan menimpa Paijo di belakang. Paijo panik karena menahan Ian yang pingsan.     

"Assalamu'alaikum, eh, kenapa mereka tidur di sana?" tanya pak ustadz kepada Dino dan Paijo.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.