Dendam Winarsih

Bram Mimpi Buruk



Bram Mimpi Buruk

0Bram yang berada di ruang kerja menerima panggilan telpon dari Diman. Bram sebenarnya malas untuk mengangkat telpon dari para sahabatnya, apa lagi kalau Deki, lelaki yang menculik Nona yang menyebabkan dia tidak bisa dekat dengan dirinya.     

Drt ... drt ...     

"Hmm, ada apa?" tanya Bram yang enggan untuk mengangkat telpon dari Diman. Dia tahu kalau Deki ada di sana, tapi dia mengacuhkannya.     

"Itu, Deka sudah sadar. Apa kita tidak lihat dia? Kalau iya ayo kita lihat sekarang. Jika memang kau mau Bram," ucap Diman.     

"Dia lebih mementingkan wanita daripada temannya, kau bisa lihat Diman, wanita juga yang membuat kita hancur dan kita sengsara," ketus Deki yang menyahut dari seberang telepon.     

"Sial kau, kau yang buat aku seperti ini kan, kau lebih baik diam saja, jangan banyak cerita kau. Kau buat tumbal orang tidak bersalah, kau menculiknya dan sekarang lihatlah, kau buat aku jauh dari dia. Kau sudah menikah, sedangkan aku belum. Kau mau buat aku mati hahh!" tegas Bram yang kesal dengan ucapan Deki.     

"Sudah lah, kita mau lihat Deka. Dia sahabat kita, jadi aku mohon kepada kalian berdua tolong tenang. Deka sadar itu karena sudah waktunya dia sadar. Kita harusnya bersyukur, dia melewati masa kritisnya, jangan dipermasalahkan hal lain," ketus Diman yang mulai kesal karena kedua sahabatnya bertengkar karena wanita.     

Bram dan Deki terdiam sesaat, keduanya tidak berani mengatakan apapun. Bram yang terdiam mendengar langkah kaki melintae di depan pintu ruang kerjanya.     

"Siapa di sana?" tanya Bram dengan suara lantang.     

Deki dan Diman saling pandang dan memberikan kode satu sama lain. "siapa yang Bram teriakkan?" tanya Deki.     

Diman geleng kepala, dia saja tidak di sana mana mungkin dia tahu. "Bram, ada apa? siapa yang datang?" tanya Diman.     

Bram tidak menjawab sama sekali, dia berjalan perlahan untuk menbuka pintu. Ceklekk! Pintu terbuka dan tidak terlihat satu pun orang di sana. Bram mengkerutkan keningnya, dia tidak menemukan yang lewat tadi.     

"Bayangan itu seperti ada nyata, tapi siapa ya?" tanya Bram kepada dirinya sendiri.     

Bram masuk kembali ke dalam, tapi baru berbalik suara seorang turun dari tangga terdengar jelas. Bram menoleh kembali dan mendekati tangga tapi tidak ada juga, Bram mulai merinding, dia tidak menemukan sama sekali di tangga.     

"Pelayan! kalian di mana? Kenapa kalian tidak terlihat sama sekali?" teriak Bram dengan kencang.     

Suara Bram bergema tapi, tidak ada satupun yang mendekati dirinya dan mendatanginya. Bram memandang tajam ke arah anak tangga yang terlihat ada seseorang berbaju putih dengan rambut acak-acakkan, di tangannya ada golok yang berdarah. Bram sudah menduga jika dia adalah Narsih. Bram memegang lehernya, dia mundur selangkah, dia tidak membawa jimat. Bram mengumpat dengan pelan, dia pasti akan mati pikirnya. dengan secepat kilat dia masuk ke kamarnya mencari jimat yang dia lupa meletakkannya.     

Narsih yang tahu Bram lari, berteriak kencang sehingga suaranya menggelegar. Narsih tersenyum karena kali ini dia bisa menghabisi Bram. Bram panik karena dia lupa di mana jimatnya. Bram sekali-kali melihat ke arah pintu, terdengar suara benda tajam berderit.     

"Bram kenapa?" tanya Diman di telpon.     

"Sial, jimatku hilang, aku lupa letak di mana. Mana di sini ada Narsih, aku takut, aku tidak mau mati di tangan hantu sialan itu. Aku benar-benar takut, aku takut berhadapan dengan dirinya. Aku takut jika dia menghabisiku. Sial, di mana aku meletakkannya," umpat Bram dengan suara lirih.     

Brakkk!     

Gedoran pintu membuat Bram makin pucat, dia benar-benar pucat. Sampai sekarang dia tidak menemukan jimat dari dukun yang sudah duluan menyusul ke alam baka. Mana mungkin dia menyusul ke alam baka juga pikirnya.     

"Kang Bram, aku ingin bertemu denganmu. Aku ingin kau bertemu denganmu, bukannya kau mengambil keperawananku, bukannya kau cinta padaku akang, ayo sini akang, kita bercinta bersama." Narsih mulai masuk ke kamar dengan pintu yang terbuka lebar.     

Angin berhembus sangat kencang dan membuat Bram menggigil, dia habis kali ini pikir Bram. Bram memandang ke arah laci sebelah kiri, ya jimat itu di sana pikir Bram. Bram sudah tidak bisa mendekati laci sebelah kiri, dia sudah terjebak. Panggilan berakhir, Bram menoleh dan terlihat Winarsih sudah berubah menjadi cantik, persis seperti dia dulu.     

"Kang, aku Narsih, kenapa akang tidak menerimaku. Bukannya kang mencintai aku, ayolah akang dekat dengan aku, aku ingin bersama dengan akang." Narsih berjalan dengan pelan dan gemulai.     

Bram menelan salivanya, dia sangat tertarik, dia melupakan kalau Narsih itu sudah meninggal. Narsih tersenyum melihat Bram mengikuti hasratnya. Bram mengelus pipi pujaannya itu, dia melihat Narsih lebih cantik dari Nona. Bram tertegun, mengingat nama Nona yang dia ingat. Bram menolak narsih hingga jatuh ke lantai.     

Brakkk!     

Narsih yang ditolak hingga jatuh langsung memandang tajam ke arah Bram. Dia berubah menjadi menyeramkan, goloknya siap menerjang Bram. Dengan sekali tebas wajah Bram terpacak golok, Bram yang tidak bisa menghindar menjerit histeris.     

"AAAAAAA!" teriak Bram dengan kencang.     

"MATI LAH KAU BRAM!" teriak Narsih yang diikuti suara tawa menggelegar.     

Bram melihat golok Narsih tertancap di kepala Bram membuat Bram menjerit. Bram roboh dengan bersimbah darah. Bram memandang ke arah Narsih yang berada di depannya. Bram sudah tidak bisa berkata apapun. Dia merasa ini terlalu cepat.     

"Bram ... Bram bangun Bram. Hei bangun kau Bram!" teriak Diman yang memukul pipi Bram dengan kencang.     

Bram terbangun dan memandang ke arah temannya yang ada di depannya. Bram terlonjak kaget, dia memegang kepalanya, semua normal dan tidak ada yang terluka.     

"Aku bermimpi, sial itu benar nyata," cicit Bram yang masih di dengar oleh sahabatnya.     

"Mimpi? Bram mimpi buruk kah? Kok bisa? Kau tidak baca doa makanya kau mimpi buruk." sindir Deki yang duduk di sofa Bram dengan pandangan mencibir.     

Bram yang kesal melempar bantal ke arah Deki. Deki yang tidak bisa mengelak akhirnya dia terkena lemparan dari Bram. Bram memegang jimatnya, jimat itu ada di lehernya, dia tidak mau melepaskan jimat ini. Dia takut mimpi itu nyata. Bram melihat ke arah sahabatnya yang datang ke rumahnya.     

"Kalian dari mana? Sejak kapan kalian ke sini dan kalian masuk ke sini tanpa izinku," kata Bram.     

"Kau teriak kencang, jangan bunuh aku. itu Yang membuat kami ke sini. Kami pikir kau tewas di tangan Narsih itu, nyatanya kau masih hidup. Cihh! Makanya kau jangan berpikiran kotor jadi, kau mimpi burukkan Bram." Deki lagi-lagi menyindir Bram.     

"Kami ke sini mau kasih tahu kalau sesungguhnya dan seyogyanya si Deka sudah sadar. Aku di telepon oleh istrinya. Dia sudah membuka mata tapi entah kenapa dia tidak merespon sama sekali. dia hanya membuka mata tanpa berbicara sama sekali," ucap Diman.     

"Deka sudah sadar?" tanya Bram.     

Deki dan Diman menganggukkan kepala, bram yang melihat anggukkan kepala kedua sahabatnya ikut senang tapi dia sedikit takut, jika mimpi buruk itu terjadi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.