Dendam Winarsih

Mereka Menakutkan



Mereka Menakutkan

0Ian dan Paijo menyergitkan keningnya melihat kearah bapak-bapak yang bergeser ke arah mereka. "Pak, kenapa anda mendekati kita. Kita bau asam ini. Kita habis lari malam ini." Ian menatap ke arah si bapak.     

Si bapak hanya menggelengkan kepalanya, dia takut karena mendengar apa yang dikatakan mereka tadi. Bapak-bapak yang lain juga merapatkan diri mereka.     

"Mang, apa dia baru meninggal?" tanya bapak endut yang matanya menoleh ke sana kemari.     

Ian menepuk pundak si bapak itu. "Bapak melihat siapa?" tanya Ian dengan wajah penasaran.     

Si bapak masih betah melihat sekeliling dan melihat siapa tahu ada yang aneh pikirnya. "Saya hanya lihat siapa tahu ada yang aneh, dan siapa tahu ada wanita cantik lewat," jawab sekenaknya.     

Ian hanya mendengus kesal karena mendengar apa yang si bapak katakan. Bisa-bisanya berkata seperti itu. Apa dia tidak tahu kalau yang mereka lihat hantu bawa kepala.     

"Pak, apa bapak yakin mau lihat wanita cantik? Jika mau saya tunjukkan dia bawa golok di kepalanya. Dan dia juga yang sudah mengejar kami sampai saat ini dan ditambah lagi hantu tanpa kepala itu. Sekarang yang kejar kami itu nambah pak," jawab Paijo.     

Mang Jupri meminta semua diam. Dia mendengar suara orang jalan. Dino menoleh ke sekeliling tapi tidak mendengar apapun. Dino merasa bulu kuduknya merinding dan makin sejuk di bagian tengkuknya.     

"Saya hanya berpikir saja. Kalau saya lihat itu apa yang akan saya lakukan. Apakah saya pingsan atau lari. Kalau saya pilih pingsan yang ada saya ditinggalkan sendiri, tapi jika saya lari saya akan sesak bawa tubuh saya yang endut ini," ucap si bapak tadi.     

Semua yang sudah ketakutan malah tertawa bersama, mereka tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh si bapak. Berarti dia memikirkan apa yang akan dia lakukan.     

"Pak, kalau bapak pingsan pasti akan ada yang jaga, tapi jika bapak lari, paling tidak lemak membandel di tubuh bapak akan hilang paling tidak setengah ons lah," kekeh Ian pada si bapak.     

"Iya, yang jaga mbak manis kita itu," ucap Paijo lagi.     

Semuanya terdiam sesaat, mereka saling pandang ke arah belakang. Narsih sudah berdiri di belakang pos sambil menatap ke arah mereka. Bapak-bapak yang berjaga di pos hanya bisa menelan salivanya. Mereka baru kali ini bertemu dengan Winarsih. Hantu yang selalu jadi bahan omongan desa.     

"Apa yang akan kita lakukan saat ini? Apa pilihan kalian?" tanya pak kumis.     

Pak endut hanya menggelengkan kepalanya, dia sudah memegang jantungnya yang sesak. Ian yang melihatnya langsung lari entah kemana, dia sering melihat Narsih tapi tetap saja dia lari. Paijo melongoh melihat Ian yang sudah lari pontang panting.     

"Lah dia lari duluan. Sialan Ian kampreto bisa-bisanya dia lari tanpa aku." Paijo juga ikut lari bersama Ian.     

Dino menghela nafas panjangnya. Dia tidak bisa berkata apapun, kedua sahabatnya lari entah kemana. Sering melihat Narsih tapi tetap saja lari. Apa lagi lihat yang lain pikirnya. Mang Dadang mencolek tangan Dino. Dino yang melihatnya langsung melihat ke arah mang Dadang.     

"Ada apa mang?" tanya Dino.     

Mang Dadang menunjukkan ke arah samping Narsih. Hantu yang tadi mereka lihat di jalan sekarang ada di sebelah Narsih. Pantas saja mereka lari pikir Dino dalam hati. Dino menelan salivanya. kali ini benar-benar menyeramkan.     

"Mereka menakutkan Mang, ayo kita pergi sekarang. Nanti kalau sudah aman baru kita balik lagi ke sini," ucap Dino.     

Mamang menganggukkan kepalanya. Dia sudah bergeser menjauhi pos. Mang Jupri turun dari pos ronda. Dia juga ingin ikut lari, bukan hanya mereka saja bapak-bapak yang lain juga ikut bergeser Pak kumis dan Pak endut sudah membuka sandalnya.     

"Laariii!" teriak Pak endut.     

Pak endut dan Pak kumis kabur meninggalkan Dino dan Mang Jupri juga Mang Dadang. ketiganya mengangga melihat kelakuan keduanya.     

"Tinggal kita bertiga ini. Apa kita lari saja Dino?" tanya Mang Dadang.     

Dino melihat ke arah pos ronda. Terlihat keduanya masih di pos ronda. Tidak mungkin mereka ke bertaham di pos ronda itu. Yang ada bisa lepas kepala mereka.     

"Kita lari saja, dari pada kita berkumpul sama mereka." Dino bergegas lari diikuti oleh keduanya.     

Baru setengah jalan, Ian dan Paijo berlari berlawanan dengan mereka. Begitu juga dengan Pak kumis dan Pak endut ikut berlari. Dino menghentikan larinya begitu juga dengan Mang Dadang dan Mang Jupri.     

"Jangan ke sana, di sana ada juga. Di sana mereka lebih menakutkan, putar lagi!" teriak Ian.     

"Putar arah kalian. Sial sekali, kenapa aku ikut ronda malam ini," umpat Paijo yang lari ke arah lain.     

Dino menepuk keningnya. Dia pun ikut lari ke arah Ian dan Paijo. Penjaga pos juga ikut berlari menjauhi pos ronda. Sampai pertengahan jalan Ian berhenti dan menarik napas panjang.     

"Aku takut sekali, mereka dimana-mana. Kenapa mereka selalu muncul dimana-mana," ucap Ian yang sedang mengatur nafasnya.     

Ian melihat sekeliling kuburan, tempat dia pingsan semalam. Semua berhenti begitu melihat sekeliling. Dino memicingkan matanya dan melihat ada asap di makam Narsih.     

"Lihat itu. Ada asap di kuburan Narsih, kelihatan sekali ada yang mau melakukan hal yang sama lagi. Ayo kita lihat sekarang," ucap Dino.     

Ian menjauh dari Dino, dia tidak mau lagi melihat hal itu lagi. Apa lagi melihat adegan berdarah lagi. Sudah cukup pikirnya. Dino menahan tangan Ian agar tidak lari. Pak kumis dan Pak endut mulai mundur. Tapi ditahan sama Paijo dan Mang Dadang.     

"Kita sedang ronda, jadi kita harus bisa melihat apa yang terjadi. Nanti kalau kepala desa tanya bapak bilang apa?" tanya Paijo.     

"Saya punya riwayat sakit jantung, nanti saya akan bilang saja kalau saya tidak tahu. Saya takut mas ganteng," ucap Pak endut.     

Mang Jupri berjalan terbongkok-bongkok mendekati makam dan mengendap seperti pencuri. Mau tidak mau Pak kumis dan Pak endut ikut bersama mereka. Ian merengut karena harus ikut.     

Terlihat orang sedang membaca mantra, entah siapa yang sedang di dekat kuburan narsih. "Sepertinya dia dukun. Apa dia dukun Bram?" tanya Dino pada Mang Jupri.     

"Saya rasa iya. Kita lihat apa yang akan dia lakukan. Dan kalian lihat di ujung itu, orang yang kepalanya putus. Apa penjaga makam tidak tahu ya?" tanya Mang Jupri.     

Semua melihat ke arah yang ditunjuk oleh Mang Jupri. Terlihat jelas pria yang tadi di pos ronda. Tidak lama Narsih berdiri di depan dukun itu. Dukun itu mundur perlahan menghindari Winarsih. Dengan secepat kilat golok itu sudah mendarat di leher pria dukun itu dan lagi-lagi kepala itu putus dari lehernya. Dan berguling ke depan mereka.     

Ian yang melihatnya lagi-lagi pingsan, diikuti Pak endut dan Paijo. Tinggal Dino, Mang Dadang, Mang Jupri dan Pak kumis. "Ini yang kami lihat semalam," ucap Dino lagi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.