Dendam Winarsih

Salah Perhatian



Salah Perhatian

0Dino dan yang lainnya mengikuti Nona dari belakang, mereka tidak sedikitpun membiarkan Nona sendirian bersama dengan Bram. Biar bagaimanapun yang nama pembunuh tidak bisa berubah menjadi malaikat itu pemikiran mereka.     

"Dino, bagaimana ini? Jika Nona terus bersama dengan si Bram apa tidak ada percikan api cinta di hati mereka?" tanya Ian.     

Plakkk!     

Paijo memukul kepala Ian dengan cukup keras. Paijo tidak suka kalau Ian berkata hal sensitif seperti itu. Ian melirik kearah Paijo yang duduk di sebelahnya. Ian merenggutkan bibirnya karena kesal dengan Paijo.     

"Di saat seperti ini, jangan buat pembicaraan mengarah ke unsur itu, kita biarkan rencana ini berjalan seperti sedia kala, jika terjadi hal yang aneh maka baru bertindak," ucap Paijo.     

Ian hanya menganggukkan kepalanya. "Hanya sekedar bertanya kawan, bukan sekedar apa-apa. Lagian, jika si Bram memperlakukan si Nona semanis itu tidak salah aku mengatakan akan ada percikkan api unggun diantara keduanya." Ian mengatakan apa yang ada di hatinya.     

Tidak ada yang bicara sama sekali semuanya terdiam dan tentunya memikirkan apa yang mereka pikirkan dalam pikiran mereka masing-masing. Mobil berhenti sesaat di depan rumah Nona. Nona dan Bram keluar dari mobil. Dino memperhatikan Nona yang selamat.     

"Dia selamat, aku harap dia selamat terus," gumam Dino dalam hati.     

Nona melirik kearah mobil Dino, dia senang karena Dino mengikuti dirinya. Nona masuk dalam rumahnya dan menghilang dari hadapan Bram.     

"Awasi rumah ini, jangan sampai pria lain ke sini dan mendekati wanitaku. Kalian paham kan?" tanya Bram lagi.     

"Siap pak Bram," jawab anak buah Bram.     

Bram menganggukkan kepalanya, dia langsung masuk ke dalam mobil. Mobil Bram meninggalkan rumah Nona tapi tidak dengan anak buah Bram. Dino melihat anak buah Bram yang berjaga di dekat rumah Nona.     

"Sepertinya Nona dijaga sama mereka, dan kita tidak bisa ke sana," ucap Paijo.     

"Kita pulang saja, nanti kita pikirkan caranya menemui Nona, paling tidak selangkah lebih maju kita untuk mendapatkan jimat itu," kata Mamang.     

Dino akhirnya putar balik dan pulang ke rumah. Setengah jam mereka sampai di rumah. Dino keluar dan masuk ke kamar. Ian dan Paijo juga Mamang melihat Dino yang diam sedari tadi.     

"Dia pasti sakit hati, karena sekarang Nona tidak bisa bersama kita lagi. Dan lihat saja, Bram sudah membuat pagar besi untuk memisahkan keduanya," kata Ian     

"Kita harus bisa buat suasana Dino membaik, jika tidak dia bisa uring-uringan. Kamu tahu kan kita ini sulit untuk membuat Dino kembali ke moodnya," ucap Paijo pada Ian.     

Mamang menepuk pundak Paijo dan Ian bersamaan. "Jangan ganggu dia, biarkan dia dengan dirinya sendiri. Keputusan yang telah dibuat tidak akan bisa buat kita mundur lagi. Karena jika mundur ini tidak akan cepat selesai. Kalian mau kita terus-terusan seperti ini hm?" tanya Mamang pada keduanya.     

Ian dan Paijo menggelengkan kepalanya, mereka tidak mau spot jantung bila melihat Narsih yang selalu melampiaskan kemarahannya pada orang lain.     

"Kami tidak mau melihat Narsih seperti kemarin Mamang," ucap Ian.     

"Ia, kami tidak mau melihat kesadisan yang hakiki lagi. Sudah cukup mata kami melihat itu semua. Tidak lagi kalau bisa, tapi jika itu terjadi lagi apa boleh buat," ucap Paijo.     

Ceklek!     

Dino keluar dengan wajah yang segar. Dino melihat Ian, Paijo dan Mamang yang duduk santai dan memandang dia. Dino menyergitkan keningnya melihat ketiganya melihat dirinya.     

"Apa ada yang salah denganku? Apa ada yang salah dengan penampilanku?" tanya Dino lagi     

Dino melihat dirinya dari atas sampai bawah, tidak ada yang aneh pikirnya. Dino memandang ke arah ketiganya dengan tatapan tajam.     

"Apa ada yang aneh?" tanya Dino.     

Ketiganya menggelengkan kepalanya secara bersamaan. Dino menghela nafas panjang, kalau tidak ada yang salah kenapa pandangan mereka berbeda pikir Dino.     

"Kalian tidak mau kerja, ayo kerja. Nanti bos bisa pecat kita, jika kalian tidak kerja. Mau makan apa kalian," ucap Dino pada kedua sahabatnya.     

Ian dan Paijo bergegas masuk ke dalam kamar untuk membersihkan diri. Tinggal Mamang bersama dengan Dino. "Mamang mau ikut?" tanya Dino lagi.     

Mamang menggelengkan kepalanya. "Tidak perlu lah, Mamang mau ke pasar mau belanja. Sudah lama Mamang tidak masak memasak," ucap Mamang lagi.     

"Ya sudah, kalau begitu kita pergi bersama ya, nanti kami juga akan belanja juga," ucap Dino lagi.     

Mamang menganggukkan kepalanya. Ian dan Paijo keluar dari kamar. Mereka segera pergi ke pasar untuk berbelanja. "Kita mau masak apa?" tanya Ian.     

"Kalian suka ikan bakar? Jika suka saya buatkan untuk kalian nanti malam," ucap Mamang lagi.     

"Suka mang, nanti malam. Kita makan ikan bakar ya, tapi sayang sekali Nona tidak hadir di tengah kita," jawab Ian lagi dengan wajah sendu.     

"Sudah, itu serahkan padaku. Aku akan bawa Nona nanti malam, kita bakar saja ikannya. dan Mamang jangan bakar dulu sebelum kami pulang ok?" tanya Paijo.     

"Ok, Mamang akan tunggu kalian pulang. Mamang akan buat yang lain saja. Kalian jangan kelamaan, entar Mamang bakar ikan sendiri," ucap Mamang lagi sambil tertawa.     

Ian dan Paijo berdecih mendengarnya. "Mamang ini perhatian sekali. Mamang salah perhatian sama kami. Harusnya sama wanita cantik mang, kalau sama kami entar di kira kami ini gimana gitu hahaha," jawab Ian lagi.     

Mamang dan Dino menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku Ian. Perjalanan mereka menuju pasar tidak terlalu lama. Mamang turun di parkiran diikuti Dino dan lainnya. mereka berbelanja barang keperluan rumah tangga.     

Ian dan Paijo berpencar mencari barang belanjaan. Tanpa di sengaja mereka bertemu dengan anak buah Bram dan tentunya sama Bram juga tapi mereka menyamar.     

"Hei, lihat itu. bukannya itu Bram dan anak buahnya. Kenapa dia ke toko bunga untuk orang ke kuburan ya?" tanya Ian.     

Paijo menyipitkan matanya ke arah yang ian katakan. Benar itu Bram dan anak buahnya. mereka beli apanya pikir Paijo dalam hati.     

"Mereka beli apa ya?" tanya Paijo.     

Ian mengidikkan bahunya, dia saja tidak tahu mereka beli apa. Ian dan Paijo hanya melihat kearah Bram dengan tatapan tajam. Setelah bram dan anak buahnya pergi, keduanya mendekati penjual bunga itu.     

"Permisi buk, mau tanya boleh?" tanya Ian.     

Si ibuk yang melihat kearah Ian dan Paijo tersenyum pada keduanya. "Mau tanya apa nak?" tanya si ibu.     

"Tadi orang tadi mau beli apa ya?" tanya Ian lagi.     

Si ibu menyergitkan keningnya mendengar pertanyaan dari Ian. Ian dan Paijo saling pandang satu sama lain. Ian melirik kearah Paijo dan memberikan kode pada Paijo untuk berbicara pada si ibu. Paijo yang tahu arti kode Ian berdehem.     

"Begini ibu, kami hanya bertanya. Soalnya kami kenal bapak tadi. Dia bos kami, jadi kami mau bertanya saja," jawab Paijo dengan wajah sedikit dibuat memelas.     

"Oh, dia beli untuk ritual saja, katanya mau pindahkan mayat keluarganya saja," ucap si ibu lagi.     

"Apa maksudnya pindah mayat? Bukannya itu tidak boleh ya?" tanya Ian dengan suara kencang.     

Paijo memukul kepala Ian yang yang berteriak kencang. Ian mengusap kepalanya yang sakit karena kena pukul sama Paijo. "Sakit tahu Paijo, main pukul saja kamunya," cicit Ian.     

"Bisa kok, tapi harus ada ritual apa ya saya kurang tahu. Mungkin bos kalian mau pindahkan ke makam yang lain, itu tidak apa-apa. Asalkan itu emang diperlukan," ucap si ibu.     

Ian dan Paijo yang mendengarnya hanya bisa diam. Keduanya memutuskan untuk pergi. mereka mencari Dino dan Mamang untuk memberikan kabar tentang Bram yang ingin pindahkan mayat alias makam seseorang.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.