Dendam Winarsih

Ini Siapa Pelakunya



Ini Siapa Pelakunya

0Dino membawa Nona keluar dari kamar mayat, mereka bergegas menuju IGD. dino takut karena Nona pingsan.     

"Bagaimana ini?" tanya Ian.     

"Entah, aku tak tahu," kata Paijo.     

Dino menunggu dengan sabar, dia tak mau berpikiran negatif, mungkin Nona kecapean atau nggak sanggup melihat korban.     

Dokter keluar dan bertemu dengan dino dan lainnya. "Siapa keluarga pasien?" tanya dokter lagi.     

"Kami dokter," kata Dino.     

Dino bangun dari kursi dan menghampiri dokter. "Bagaimana dengan sahabat kami dokter?" tanya Dino.     

"Dia hanya syok saja, tak lebih dari itu. dia sudah siuman dan bisa pulang tak perlu nginap," kata dokter lagi.     

Dino lega karena Nona bisa pulang dan tak perlu menginap lagi di rumah sakit. Mereka masuk dan melihat nona sudah duduk di bantu sama suster.     

Dino mendekati Nona, dia menggendong Nona, sedangkan yang lainnya membawa tas dan membayar biaya administrasi saja.     

"Maafkan aku yang sudah merepotkan kalian," kata Nona.     

Dino menggelengkan kepalanya, dia tak mau Nona kepikiran lagi. Semua sudah masuk dalam mobil. Ian yang membawa mobil. mereka melaju ke desa salak.     

Tak berapa lama, mereka sampai di penginapan yang pernah mereka tempati waktu itu.     

"Ayo turun, itu kayaknya mang Jupri," kata Ian     

Dino melihat Nona yang masih pucat. Dino tak mau membuat Nona lelah dia kembali menggendong Nona. Nona yang kaget di gendong hanya diam dan tersipu malu.     

Ian mendekati Mang Jupri yang sedang memangkas pohon agar di bentuk. "Mang, kepalanya kurang rapi," kata Ian dari belakang.     

Mang Jupri kaget karena kehadiran Ian. Dia tanpa sengaja memotong kepala pohon bongsai sampai lepas.     

Ian dan Paijo juga Mang Dadang kaget melihat pohon bongsainya rusak. Ian menggarukkan kepalanya. Dia merasa tak enak. Mang Jupri hanya bisa menghela nafas karena kelakuan anak kota ini.     

"Apa yang kalian lakukan. Lihat ini kerjaan kalian, saya sudah lama buat ini. Kalian malah buat saya berdosa sudah membuat kepalanya puntung," kesal Mang Jupri.     

"Maafkan aku," kata Ian.     

Mang Jupri melihat kearah nona yang di gendong sama Dino. "Neng kenapa di gendong?" tanya Mang Jupri.     

"Dia tadi pingsan, dan masih lemas," kata Dino     

"Jadi, bagaimana ceritanya Mang, kenapa bisa kuburan Neng Narsih bisa di bongkar?" tanya Ian.     

Mang Dadang dan Paijo menatap kearah Mang Jupri. Mereka menunggu mang Jupri menceritakan kejadiannya.     

"Kalian mau melihatnya?" tanya Mang Jupri.     

Mereka semua menganggukkan kepalanya. Mumpung belum malam jadi mereka ke sana. Akhirnya mereka ke sana untuk melihat makam itu.     

"Nona, kamu berani kan ikut melihat makam itu?" tanya Dino.     

"Jika tidak sama bi sumi saja neng," kata Mang Dadang.     

Bi Sumi menghampiri Nona. "Neng sama Bibi saja. Kasihan Neng itu kelelahan, ayo kerumah Bibi saja sampai mereka datang," kata Bibi lagi.     

"Baiklah, aku sama Bibi saja. kalian hati-hati ya," kata Nona.     

Dino membawa Nona kerumah Bibi. Sampai di rumah dia mendudukkan Nona di kursi Bi Sumi.     

"Aku pergi, jangan kemana-mana sampai kami datang," kata Dino lagi.     

Nona menganggukkan kepalanya. Dia pun tersenyum pada Dino. Dino membalas senyum Nona dan pergi menemui Ian dan Paijo juga kedua mamang tadi.     

"Sudah, ayo kita pergi sekarang," jawab Dino.     

Mereka pergi dengan jalan kaki ke makam itu. Mang Jupri melihat banyak orang yang masih melihat makam Narsih.     

"Ayo cepat," kata Mang Jupri.     

Dino, Ian dan Paijo berjalan cepat. Sampai di lokasi makam terlihat makam itu terbuka dan memperlihatkan mayat Narsih masih terbungkus, padahal sudah lebih dari 30 tahun tapi masih terlihat masih baru.     

"Astaqfirullah, kenapa itu makam, siapa yang berani melakukannya?" tanya Mang Dadang.     

"Kejam sekali mereka yang melakukannya. Bisa-bisanya membuat yang punya makam tersiksa," cicit Paijo.     

Ian merinding melihat makam Narsih terbuka. "Apa tidak di tutup makamnya?" tanya Ian.     

Mang Jupri menggelengkan kepalanya. tak ada yang berani untuk melakukannya. "Panggil ustad saja, dan kita berdoa di sini," kata Dino.     

Semua warga saling berbisik satu sama lain. Dino melihat secara jelas wajah Narsih. dia memang mirip sama nona. Keduanya sama-sama cantik. tidak salah orang yang sama mengincar non juga.     

tidak lama pak ustad datang dan berdoa dengan khusyuk. Semua warga mulai ikut berdoa. Selesai berdoa penggali kubur sudah mulai menutup kembali.     

"Maaf, kenapa tidak dari tadi di lakukan, kasihan dia jadi bahan tontonan," kata Dino pada Mang Jupri.     

Mang Jupri menggelengkan kepalanya. "Nggak tahu, mungkin warga takut, makanya belum melakukan tindakkan. Polisi juga belum ke sini. Katanya akan datang tapi tak datang," kata Mang Jupri.     

Ian dan Paijo saling pandang. "Apa mungkin polisi ke lokasi itu, sehingga lupa mau ke sini?" tanya Paijo.     

Mang Jupri yang jalan terbongkok-bongkok menyergitkan keningnya. "Apa yang terjadi rupanya?" tanya Mang Jupri.     

Ian hanya bisa melihat sekitar desa yang mulai sepi. "Kasus pembunuhan dan yang meninggal suami istri, katanya dukun gitu. Mengerikan Mang," kata Ian.     

Mamang mengangga mendengarnya. Dukun meninggal pas di hari yang sama kuburan itu terbongkar. "Kalian serius?" tanya Mamang Jupri.     

Dino menganggukkan kepalanya. Mana mungkin mereka bohong, jika tidak ada bukti.     

"Mang, kira-kira aku penasaran sama makam tadi. ini pelakunya siapa? Dan kenapa dia berani melakukannya, apa tujuannya," kata Paijo.     

Mereka sudah sampai di penginapan sebelum masuk mereka menjemput Nona. "Assalamualaikum, Bi Sum," sapa Dino.     

Semua masuk ke dalam rumah dan terlihat Nona sedang duduk bersama Bi Sum. "Waalaikumsalam salam, masuk nak," sahut Bibi Sum.     

Mereka masuk dan duduk di kursi. "Apa benar kuburannya terbongkar?" tanya Nona.     

Dino dan yang lainnya menganggukkan kepalanya. "Tapi sudah di tutup lagi. Dan benar kalau wajah kamu mirip dia. Dan anehnya masih utuh, tak ada sedikit pun yang di makan cacing," kata Dino.     

"Aku melihatnya saja merinding. Kalian tahu kan lihat si Mbak aja di depan kita menyeramkan apa lagi ini serem betul," kata Ian.     

Nona terdiam sesaat. Kenapa ada yang tega melakukan ini. bisa-bisanya dia melakukan inin. Padahal dia tak salah.     

"Apa yang mereka mau kan sama Mbak Narsih ya, dia kan sudah dibunuh, tapi kenapa saat dia di kubur mereka melakukan itu juga, salah dia apa sama mereka?" tanya Nona.     

Ian menggelengkan kepalanya. "Mana kami tahu, kalau tahu pun kami akan menghajar dia," kata Ian lagi.     

Mang Jupri memikirkan rentetan terjadinya tanah kuburan Narsih yang terbuka. "Saya rasa mereka mau percobaan ilmu atau nggak untuk jimat. jimat kafan ada, dan itu untuk menghindari dari hal-hal gaib," kata Mang Jupri.     

Semua memandang Mang Jupri. Jimat kain kafan. "Bentar Mang, tujuannya untuk kaya?" tanya Ian.     

Mang Jupri menggelengkan kepalanya dan tersenyum kecil. "Jimat itu banyak kegunaanya, dan aku tahu salah satunya pasti itu," kata mang Jupri.     

Dino dan lainnya penasaran apa yang di maksud sama Mang Jupri. "Apa itu Mang?" tanya Paijo pada Mang Jupri.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.