Dendam Winarsih

Gangguan Pos Ronda



Gangguan Pos Ronda

0Ian, Dino dan Paijo juga Mang Dadang sudah kembali dari Desa Salak. Mereka berencana akan membuat cara agar Bram percaya sama Nona, dan tak ada kaitannya dengan apa yang terjadi.     

"Kalian sudah susun rencana untuk si Bram itu?" tanya Ian.     

Dino masih memikirkan bagaimana bisa buat bram mempercayai Nona. Sejarahnya dia pasti menginginkan Nona, entah itu untuk apa dia juga tak tahu.     

Paijo menepuk pundak Dino. "Kau kenapa?" tanya Paijo.     

Dino menggelengkan kepalanya. Ian melirik kearah Dino. Mang Dadang di senggol untuk bertanya pada Dino. Mang Dadang mendengus kesal karena dia yang harus bertanya.     

Mang Dadang berdehem sesaat. Dia melihat kearah Dino. "Nak Dino kenapa?" tanya Mang Dadang.     

Ian yang menjawab apa yang di tanyakan Mang Dadang. "Saya lagi putus cinta Mang," kekeh Ian.     

Paijo menepuk kepala Ian. Di saat serius dia harus mendapatkan kenyataan kalau Ian yang bercanda. dino tersenyum melihat ian. Paijo dan Mang Dadang ikut tersenyum.     

"Kita harus ronda malam ini. ini giliran kita. Mang mau ikut atau tidak?" tanya Paijo.     

Mang Dadang menatap Paijo. "Boleh Mamang ikut ronda?" tanya Mang Dadang.     

Ketiganya menganggukkan kepalanya. Mang Dadang senang karena dia jarang ronda. Hari terus berlalu dan pada saatnya keempat lelaki beda usia itu pergi ke pos ronda dekat dengan ujung komplek mereka.     

"Siapa saja yang kena jadwal ronda sama kita?" tanya Ian.     

Dino mengangkat bahunya. Dia tidak tahu siapa yang ikut sama mereka. Yang mereka tahu hanya mereka saja.     

"Makanya lihat jadwal lah, kita ronda bareng sama anaknya Pak Haji Sumidin si Dulloh dan si Mamad yang penakut itu," kata Paijo.     

Dino dan Ian mengangga mendengar siapa teman ronda mereka. Alamat lah kalau penakut itu ikut juga. Tapi mau bagaimana lagi.     

Mereka membawa sarung dan beberapa makanan. Sampai di pos ronda terlihat kedua orang yang ikut sama mereka sudah di sana dan tergeletak.     

Ian dan Paijo yang jahil mulai menjahili mereka. "Akang, tolong Neng akang," suara Ian dibuat mendayu dan menyeramkan.     

Paijo melolong seperti suara serigala malam yang ada di hutan. Tapi ke duanya tidak juga berkutik. Dino tertawa melihat kedua sahabatnya itu. Mau gangguin orang, tapi tidak lihat kalau kedua yang mereka ganggu pakai handseet di telinga.     

Ian dan Paijo keluar dari persembunyian. "Sialan dua kebo ini, udah lelah aku melolong malah dia tak berkutik," umpat Paijo.     

Ian menyepak pos ronda yang terbuat dari bambu itu. Alhasil pos ronda itu bergetar. Kedua orang yang ikut berjaga dengan mereka ikutan bangun.     

"Gempa ... gempa," teriak keduanya.     

Ian yang kakinya nyangkut di selah bambu itu langsung meringis kesakitan. Paijo, Dino, Mang Dadang dan kedua orang yang ikut ronda sama mereka tertawa.     

Dulloh menepuk pundak Ian. "Kualat kau Ian. Sama orang jangan suka jahat dan usil. Kena kan kau, " sindir Dulloh.     

Mamad hanya terkekeh. Dia melihat kearah Mang Dadang. "Penghuni baru ya?" tanya Mamad.     

Mang Dadang mengulurkan tangannya dan tersenyum pada keduanya dan saling bersalaman.     

"Mang Dadang dari Desa Salak," ucap Mang Dadang lagi.     

Keduanya saling pandang. Desa Salak yang terkenal dengan pembunuhan pasutri yang tak terpecahkan. Dino, Ian dan Paijo juga Mang Dadang saling pandang satu sama lain.     

Ian menyikut tangan Dino untuk menanyakan apa yang kedua ini pikirkan Desa Salak. Ian yang duduk di sudut mencium aroma yang sama dengan aroma kedatangan Mbak manis siapa lagi kalau bukan mbak cantik Narsih.     

Ian merapat pada Mang Dadang. Mang Dadang yang di pepet sama Ian menatap kearah Ian dan memberikan kode pada Ian. Ian membuat gerakkan mulutnya.     

Mang Dadang memperhatikan mulut Ian dengan teliti. Mang Dadang tahu apa yang di bicarakan sama Ian. Dia menelan salivanya. pos ronda bergerak dengan pelan.     

"Dino, kayaknya Mbakmu ganggu tuh, bilang sama dia, jangan ganggu kita. Kita masih mikirin bagaimana buat si Bram masuk perangkap kita," kata Paijo.     

Gangguan pos ronda membuat semua yang di dalam merapat. Warga yang ikut memperhatikan sekeliling.     

Mamad yang memeluk Paijo bergetar hebat. "Mad, jangan buat aku susah napas, jika kau tak bernapas maka kau akan kena mad," kata Paijo.     

Mamad melihat kearah Paijo. "Kena apa Mas Paijo?" tanya Mamad.     

"Kena hajar sama aku, dan aku akan ikuti kamu jika aku meninggal, kamu mau?" tanya Paijo.     

Mamad menggelengkan kepalanya. Dia tidak mau di hantui sama Paijo. Dino melihat sekeliling dan tentunya tak ada Winarsih sama sekali.     

"Tak ada, sama sekali, mungkin kalian salah kali, mana ada Winarsih sama sekali. Dia mungkin paham sama kita, kalau kita sedang cari ide untuk membawa si Bram sialan itu ke muka hukum," kata Dino.     

Gubrkakkk!     

Winarsih langsung jatuh dari atap ke bawah. Semua melihat kearah sesuatu yang jatuh itu. Narsih menimpa tubuh Dulloh. Dulloh yang kaget dan melihat keatas langsung pipis di celana. Dia langsung melihat kearah yang lain.     

Tangan Dulloh merentangkan meminta tolong dengan suara pelan dan lirih. Kepala Dulloh di tutupi rambut Narsih. Narsih ikut dalam kegiatan ronda mereka. Bukan tanpa alasan dia ikut ke sini. Dia ingin menangih janji Dino dan kawan-kawannya.     

"Mas Dino, bantu si Dulloh, aku kasihan sama dia," Mamad mundur beberapa langkah.     

Mamad yang sudah menjauh langsung lari dan memekik kuat. Dino dan lainnya melihat Mamad yang berlari ke kanan. dan kembali lagi ke hadapan mereka.     

Dulloh sudah pingsan, sedangkan Narsih masih di tubuh Dulloh. Dia memandang tajam kearah keempatnya. Ian menolak Dino untuk ke tempat Winarsih.     

"Mbak, kami sedang mencari keberadaannya Bram, dan kami mencari jimat tanah kuburan itu. Jika sudah dapat kami akan kumpulkan jadi satu dan Bram akan kami seret pada Mbak," kata Dino.     

"AAAAAA!" teriak mamad yang berlari lagi.     

Dino dan yang lainnya melihat Mamad yang kembali berlari kearah lain sambil memakai sarung.     

Ian mengangga melihat kelakuan Mamad. "Tuh anak kenapa lari seperti itu? Kenapa dia berlari ke sana kemari. Apa dia tidak mau berhenti," ucap Ian.     

Paijo menggelengkan kepalanya. Orang takut macam-macam yang dia lakukan. Tidak lama Mamad kembali pada Dino dan lainnya. Dengan nafas ngos ngosan dia berhenti. Mamad memegang pundak Mang Dadang.     

"Itu, tadi yang tadi mengejarku," kata Mamad dengan nafas satu dua.     

Dino melihat Mamad yang ngos ngosan ikutan juga. Mereka tak menyadari kalau Winarsih juga ikut bergabung dengan mereka dan menguping.     

Ian yang dekat dengan Winarsih mengusap rambut panjang yang dekat sama dia. "Rambutnya tolong lah, jangan menghalangi pandangan aku," kesal Ian.     

Mereka melihat kearah Ian dan mereka menelan salivanya. Dino yang masih takut sama Winarsih mundur.     

"Mbak, besok kita akan minta Nona ke temu sama Bram," kata Dino.     

"Iya, Mas dino akan bertemu dengan lelaki itu. siapa mas namanya?" tanya Mamad.     

"Bram," jawab dino.     

Mamad mengganggukkan kepalanya. Dia juga mundur dan akhirnya dia lari lagi tak tentu arah.     

"KABUR!" teriak Mamad.     

Mang Dadang juga lari, di susul Paijo. Ian yang masih di dekat dengan Winarsih hanya menangis. dia meminta tolong pada Dino.     

"Dino, kau sahabat sejati bagai pompong ulat kupu-kupu, tolong jangan tinggalkan aku. Aku mohon Dino," kata Ian.     

Ian menarik tangan Dino yang sudah di ulur sama Dino. Begitu tangan keduanya berjabatan, Dino menarik Ian dengan cepat sambil berteriak.     

Kelimanya berlari bersamaan dan berteriak. Mereka berlari tanpa tujuan. "Dino aku lelah, tolong gendong aku. Aku bisa kehabisan nafasku, aku mohon," cicit Ian.     

Tak lama dino di tabrak dari belakang sama Mamad, sehingga kedunya nyunsep ke tanah lapang yang ada gotnya.     

"Sialan kau, kenapa kau tabrak aku!" pekik Dino.     

"Maaf mas, remnya dol, jadi nggak sempat uhhhh," cicit Mamad.     

Tidak lama Paijo dan Mang Dadang ikutan mendorong Mamad alhasil kelimanya nyunsup ke tempat yang tadi. Dino yang di bawah mereka hanya bisa menghela nafas panjang.     

"Alamak, aku lagi," cicit Dino.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.