Dendam Winarsih

Winarsih Hantu Menyebalkan



Winarsih Hantu Menyebalkan

0Dino yang terhimpit hanya bisa menghela nafas panjang. Dia masih menunggu itikad baik dari temannya yang duduk di atas tubuhnya.     

Dino yang kesal mulai buka suara. "Apa kalian tak mau pindah dari tulang lunakku? Apa kalian mau selamanya di atas tulang lunakku ini?" tanya Dino dengan wajah kesal.     

Mang Dadang yang berada di atas langsung bangun sambil memegang pinggangnya yang rapuh maklum faktor umur.     

"Maaf nak Dino, Mamang nggak sengaja," kata Mang Dadang.     

Ian, mamad dan Paijo menatap kearah Dino yang terhimpit. Paijo membantu Dino agar bangun dari tempat dia nyungsupnya.     

"Kau baik kawan?" tanya Paijo.     

"Baik-baik gundulmu baik. Kau tidak lihat celanaku habis kena semua. Terpaksa aku pulang ganti dulu. Asem kalian semua," kesal Dino.     

Dino harus menerima kenyataan kalau celana dan baju juga sarungnya harus kena got. Dino pergi meninggalkan yang lainnya.     

"DINO! JANGAN LUPA BALIK KESINI LAGI!" teriak Ian.     

"NGGAK!" balas Dino sambil teriak.     

Dino sepanjang jalan kenangan terus mengumpat dengan kencang, dia merutuki nasibnya yang harus cebur got.     

"Ini semua gara-gara Winarsih sialan itu. Hantu itu nggak ada sabarnya. Dia pikir kami dukun apa main cepat. Kami juga punya keterbatasan juga," sungut Dino.     

Dino akhirnya masuk rumah untuk berganti pakaian. Di pos ronda tidak ada satu pun yang berjaga.     

Mamad mencari keberadaannya Dulloh. "Eh, Mas Ian, nampak Dulloh? Kemana dia perginya. Bukannya dia pingsan ya tadi di sini?" tanya Mamad.     

Ian, Paijo juga Mang Dadang juga heran dan baru tahu kalau anggota dewan ronda ada yang hilang satu.     

Mamad melihat ke sekeliling, dia melihat sekiranya si Dulloh di bawa sama Winarsih atau hantu lainnya.     

"Ian, apa dia dibawa sama Mbak manis ya?" tanya Paijo.     

Ian mengidikkan bahunya. Dia juga tidak tahu kemana si Dulloh itu. Dino yang sudah berjalan menuju pos ronda bersiul. Dia senang karena baru telponan sama Nona.     

Dino berhenti sesaat saat melihat ada seseorang di atas pohon dekat pos ronda, sedangkan yang lain sibuk ke sana kemari.     

"Mereka cari apa ya?" tanya Dino lagi.     

Dino melihat keatas dan di sana ada Winarsih yang tengah bergelayutan. Dino menelan salivanya. Mimpi apa aku semalam bisa melihat Winarsih di sana dan siapa yang bersama Winarsih itu pikirnya.     

Ian yang melihat Dino sampai di pos ronda mulai menyergitkan keningnya. "Kau kenapa Dino? Kau kelihatan aneh?" tanya Ian.     

Paijo, Mang Dadang dan Mamad melihat Dino yang baru datang dari rumah tapi wajahnya sedikit ketakutan.     

"Tak apa, kalian cari siapa?" tanya Dino.     

"Kami cari Dulloh. Kau tahu kan Dulloh yang pingsan itu? Dia menghilang. Apa dia di bawa yang tadi?" tanya Mamad.     

Dino sudah menduga kalau itu pasti Dulloh. Dulloh di bawa sama Winarsih ke atas pohon. Entah apa tujuan Winarsih bawa si Dulloh itu keatas. Dasar Winarsih menyebalkan rutuk Dino.     

"Dia di atas pohon noh, kalian bawa turun sana, aku nggak mau, kalau urusannya sama si dia," cicit Dino.     

Semua orang berjalan mendekati objek yang di katakan oleh Dino. Baik Ian maupun Mamad mencari sekeliling pohon. hanya pohon itu yang berada di situ, pohon yang kata masyarakat sedikit angker.     

"Aku rasa Dino itu banyak mengkhayal, dan tentunya dia mengantuk. Mana ada si Dulloh itu di sini. Lihat lah sendiri," kata Ian. Mamad yang berputar-putar di sekitar pohon tak menemukan apapun.     

Ian, Paijo yang lagi-lagi mencium aroma melati mulai merinding. Keduanya mendekati Mang Dadang. Mang Dadang melihat kearah keduanya.     

"Dia datang Mang, Winarsih hantu menyebalkan itu datang, tapi dia dimana ya?" tanya Ian lagi sambil berbisik.     

Mang Dadang juga menelan salivanya, dia juga mencium kembang melati dan sangat menyengat di hidung mereka. Mamad mendekati ketiganya.     

"Kok, bau kembang melati? Apa kalian yang memakai parfum itu?" tanya Mamad.     

Ketiganya menggelengkan kepalanya. Dino yang melihat ke empatnya masih belum menemukan Dulloh hanya bisa menghela nafas panjang.     

"Apa mata mereka di butakan sama Winarsih ya, kenapa mereka tak melihatnya sama sekali, dasar Winarsih kupret," kata Dino.     

Dino pergi dari pos ronda dan menghampiri keempatnya. Dino menepuk pundak keempatnya. Ian, Paijo, Mamang Dadang juga Mamad kaget karena kehadiran Dino dari belakang.     

"AAAAA, ITIK RASA KECAP!" latah Mamad.     

Ian dan Paijo yang kaget berteriak histeris. "AAAAAAA, EMAK!" teriak keduanya.     

Mang Dadang mengusap dadanya. "Kalau seperti ini, bisa cepat menghadap sang pencipta aku," cicit Mang Dadang.     

"Sialan kau dinosaurus, aku membencimu. kenapa kau menakuti kami hahh?" tanya Ian dengan berteriak.     

"Kalian cari Dulloh di bawah mana ketemu, noh dia di atas sama Mbak kamu," Dino menunjukkan arah atas pohon.     

Keempatnya melihat keatas dan benar saja, Dulloh di sana dan sedang di pangkuan Winarsih. Ke empatnya menelan salivanya.     

"Ba--bagaimana di-dia di sana Dino?" tanya Ian.     

"I-iya Mas, kenapa dia ada di atas. Bukannya dia di sana?" tanya Mamad.     

Dino menghela nafasnya mendengar apa yang di katakan oleh Mamad.     

"Mbak, apa salah teman kami, pulangkan dia cepat. kami kan sudah bilang, kami akan bantu Mbak, kami janji Mbak, jangan buat kami sedih Mbak, Mbak tahu kalau saya itu sudah berusaha tolong Mbak jadi coba mengerti lah," kata Dino lagi.     

Gubrakkk!     

Dulloh di lempar dari atas kearah keempatnya. Ian dan Paijo juga Mamad yang kaget karena Winarsih tiba-tiba melempar Dulloh dari atas ke arah mereka.     

"AAAAA, AYAM MATI SEPULUH SISA DUA," latah Mamad lagi.     

Dulloh berhasil mereka tangkap. Winarsih langsung pergi sambil memekik dan tertawa.     

"Dia sa-sangat menyebalkan sekali," cicit Mamad dengan terbata-bata.     

Mang Dadang menghela nafas karena Dulloh sudah bersama mereka. "Sudah, ayo kita bawa ke pos. Kasihan nih anak, pasti tersiksa di atas bersama Narsih," ucap Mang Dadang.     

Mamad melihat kearah Dino dan yang lainnya. "Siapa yang kalian panggil Narsih itu?" tanya Mamad dengan wajah penasaran.     

"Mbaknya Ian, sudah lah ayo kita bawa si Dulloh ke sana," cicit Paijo.     

Ian merutuki Paijo. "Hantu di bilang kakaknya, kalau cewek cantik di bilang pacar lu, dasar kacang ijo," rutuk Ian.     

Paijo tertawa mendengarnya. Mereka membawa Dulloh ke tempat semula. semuanya rebahan karena sudah benar-benar lelah.     

"Aku lelah, baru kali ini aku merasakan lelah saat ronda. Biasanya ngantuk kan ini nggak," cicit Ian.     

Ian tidur di pos ronda, begitu juga dengan yang lainnya. Mereka tidur saling berdempetan. Tidak ada yang mau di ujung. Akhirnya Mang Dadang dan Dino yang mengalah.     

"Dino, kita harus segera dapatkan si Bram itu. Jika tidak kita yang akan di bunuh sama si Narsih itu," sambung Paijo.     

Helaan nafas Dino terdengar sangat jelas. Dia juga mau selesaikan ini semua dan hidup tenang tapi dia malah di datangi sama Winarsih ini.     

"Eh, Paijo dengerin ya, kita itu juga mau selesaikan dendam Winarsih, tapi kita mau apa sekarang, toh orangnya saja licin kayak belut. Kita juga sudah korbankan Nona manis kita itu, tapi lihatlah belum kerja aja si Narsih sudah teror kita. Kita bukan pelakunya, tapi kita di teror," kesal Ian.     

Dulloh bangun dari pingsannya. "Aku dimana ya?" tanya Dulloh.     

"Di neraka kamu, dasar kamu Dulloh. Pingsan tapi ences kamu kemana-mana," kesal Ian.     

Dulloh menggarukkan kepalanya. "Aku sudah bangun tadi, tapi aku melihat yang jatuh tadi dan bawa aku pergi, habis itu aku tidak tahu lagi," kata Dulloh lagi pada mereka semua.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.