Dendam Winarsih

Di kejar Winarsih



Di kejar Winarsih

0Dino dan lainnya mencerna apa yang Dulloh katakan. Dia juga paham kalau Mbak manis itu orangnya jahil, usil. sudah berapa kali dia dan yang lainnya di kerjain sama Mbak manis itu.     

"Sudah, jangan bahas ini lagi kita tidak perlu bahas itu lagi. Sekarang kita keliling saja, nanti kalau ketahuan sama pak RT kita kena lagi, apa kita bagi dua saja?" tanya Dino.     

Semuanya menggelengkan kepalanya. Dino yang melihatnya hanya menghela nafas panjang.     

"Jadi kalian mau apa hmmm?" tanya Dino lagi.     

Dino melihat jam tangan pukul dua belas malam teng, tapi tidak ada yang bergerak sama sekali.     

"Mas Dino, kita perginya lewatkan dikit. Jam dua belas teng nggak baik keluyuran bahaya," jawab Dulloh.     

Semua merapat lagi, takut kejadian tadi lagi. kali ini bisa saja Winarsih membawa saudaranya dari dunia lain. Dan bisa saja kali ini satu orang satu kan nggak lucu.     

"Duh, jangan ngomong yang aneh lah Dulloh, kamu ini buat aku merinding tahu ngga sih, aku sudah sesak pipis ini," cicit Ian.     

Mang Dadang menepuk jidadnya melihat kelakuan Ian. Dia selalu saja buat ulah dan ada saja yang akan membuat yang lain kena imbasnya.     

"Tuh ada botol, pipis sana. dan habis itu cuci tanganmu, dan jangan dekatkan airmu itu ke sini, " ucap Paijo.     

Ian mengambil botol dan berdiri di belakang pos ronda. Dino melihat sekeliling dan keadaan memang sunyi dan sangat sunyi pikirnya.     

"Nggak biasanya ya, sunyi benar komplek ini. Biasanya rame dan paling tidak ada yang lewat gitu," cicit Dino.     

Mamad menepuk pundak Dino. "Apa mereka tahu ya mas, ada wanita tadi di kompleks kita?" tanya Mamad.     

Paijo melirik kearah Mamad. "Apa yang kau katakan Mad? Orang sini sudah tahu ada si Mbak manis di sini?" tanya Paijo.     

Mamad mengidikkan bahunya. Dia juga tidak tahu. "Aku hanya ngarang aja, Mas Dino kan tanya, kenapa bisa sepi ya aku jawab kayak gitu," sambung Mamad lagi.     

Paijo memutar bola matanya. tidak lama Ian pun datang membawa botol minum dan meletakkan di sudut.     

"Cuci tanganmu itu," kata Paijo.     

Ian hanya berdehem dan mengambil air minum dan mencuci tangannya. "Nah kita udah kumpul, jadi ayo kita pergi ronda semoga tidak ada yang mengganggu kita, amin," ucap Dino.     

Semua juga mengamini doa Dino. Akhirnya tidak ada yang mau berpisah. Mereka berkeliling ke sana kemari untuk mengecek keamanan sekitar.     

"Eh, coba lihat itu di situ ada wanita, apa dia hantu ya?" tanya Ian.     

Paijo dan lainnya saling melihat satu sama lain. Mereka melihat kearah kakinya dan mengambang.     

"Dia bukan manusia, dia jelmaan sahabat Mbak manis. Ayo mundur saja, jangan sampai kita ketahuan dan jangan sampai kita di lihat sama dia, bisa bahaya," kata Paijo.     

Semua berbalik dan berjalan cepat. Ian yang tidak sanggup lagi, dia berlari meninggalkan Dino dan lainnya. Paijo yang melihat Ian lari juga ikut lari diikuti yang lain. Namun, mereka merasa ada yang mengikuti mereka juga berlari.     

"Mas, hahhhh! kita di ikuti sama Mbak Mas itu," teriak Mamad lagi.     

Paijo yang mendengarnya langsung menoleh kebelakang, tapi tidak ada. "Mana ada, kau ini fitnah ya? Aku lempar kamu sama Mbak manis baru tahu," kata Paijo.     

"Itu di sebelah sana," kata Dulloh.     

Semua berhenti dan melihat kearah Winarsih yang juga ikutan lari, bedanya dia melayang tidak jejak tanah. Dino melihat Winarsih tersenyum pada mereka semua yang berhenti. Namun, sampai di pos ronda, Winarsih terjengkang di sisi pos ronda dan terbalik.     

Paijo dan lainnya mengangga melihat ulah Narsih. tidak menunggu lama lagi, mereka tertawa terbahak-bahak melihat Narsih yang terjengkang dan langsung menghilang dari pandangan mereka.     

"Aku rasa, dia mau adu lari sama kita. Tapi di kurang rem saat di garis finish, makanya dia kejengkang," tawa Ian.     

Semuanya tertawa melihat kelucuan Winarsih. "Kita ini harusnya takut loh sama dia. Dia bawa golom di kepalanya, silap dia nanti bisa kena bacok," cicit Paijo.     

"iya habis, dia yang salah. Kita kan udah bilang sabar, pasti kita bantu. Ini nggak, malah kita yang di kejar Winarsih, harusnya pembunuh itu bukan kita," ketus Ian.     

Mereka yang tiba di pos ronda langsung meminum air untuk melegakan tenggorokan mereka.     

"Kalian tahu tidak ya, kenapa arwah Mbak kalian itu gentayangan kayak gitu?" tanya Dulloh.     

Dino dan yang lainnya saling pandang. "Dia dibunuh dengan sadis dan bersama suaminya lagi. Pokoknya kalau menceritakan itu kita bisa marah sama mereka yang bunuh," kata Ian.     

Dino merebahkan dirinya di pos ronda yang beralasan tikar. "Aku takut Nona saat ini," kata Dino.     

Mang Dadang juga merasa kasihan sama Nona. Dia tidak tahu apa-apa tapi harus berkorban untuk mendekati Bram si pembunuh itu.     

"Apa tidak ada cara lain gitu?" tanya Dulloh.     

Ian dan Paijo menggelengkan kepalanya. Dia tidak tahu cara apa lagi. yang mereka hadapi ini bukan orang sembarangan melainkan orang yang terpandang.     

"TOLONG!" teriak seseorang dari kejauhan.     

Dino yang rebahan melihat kearah sumber suara. Mereka yang duduk di pos ronda melihat orang lewat naik sepeda berlari kencang dengan sepedanya.     

"Dia lari kenapa?" tanya Dulloh.     

tidak lama Mbak manis menyusul dari belakang orang itu. Dino, Ian, Paijo, Mang Dadang juga Mamad dan Dulloh mengangga melihat orang tadi dan lebih mengangganya ada Narsih yang mengejar orang itu.     

Tawa mereka akhirnya tidak bisa terbendung lagi. Malam ini mereka disuguhi kejahilan Narsih.     

"Aku rasa semasa hidup Narsih, dia orangnya jahil. Makanya saat jadi arwah pun dia jahil. juga hahaha," kata Ian.     

"Ia benar itu, Mamang rasa juga gitu. Nak Dino, besok kita harus buat Bram itu masuk dalam perangkap kita, jika tidak kita akan di ganggu terus sama Narsih," kata Mang Dadang lagi.     

Dino menganggukkan kepalanya. Mereka masih melihat Narsih yang mengejar lelaki ke sana ke mari.     

***     

Bram yang sudah memakai jimat pelindung dari dukun itu merasa lega. Dia tidak di ganggu sama sekali.     

"Manjur juga jimat pelindung dari tanah kuburan wanita sialan itu. Aku bisa tenang sekarang. Besok aku akan mencari Nona, aku akan buat dia jatuh dalam pelukkanku. Setelah itu, aku akan buat dia terikat denganku, dengan begitu wanita hantu itu tidak akan berani untuk mendekati aku," gumam Bram dengan wajah bahagia.     

Di sela kebahagiaan dirinya, Bram mendengar suara kaca yang di goreskan dengan keras. rasa ngilu terasa sekali.     

"Siapa itu," Bram melihat di jendelal ada orang lewat tapi hanya bayangan saja.     

Bram ingin melihatnya, namun dia urung kan. Dia takut kalau itu Narsih. Aroma melati tercium di hidungnya. Bram sudah menduga kalau itu Narsih.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.