Dendam Winarsih

Jangan Bunuh Aku



Jangan Bunuh Aku

0"Jimat ini berguna, dia juga bisa membuat aku tenang. Aku tidak perlu ketakutan lagi Bram," Deki menunjukkan jimat yang ada tanah kuburan wanita yang mereka bunuh.     

Bram hanya memperhatikan sahabatnya itu. Dia juga merasakan senang karena dia juga tidak diganggu.     

"Bram, aku dengar Deka sudah mulai menunjukkan respon, aku di telepon sama istrinya. Dan saat aku kasih itu ke istrinya, dia tifak banyak nanya," kata Diman.     

"Kau bilang apa ke istrinya?" tanya Deki.     

Diman hanya tersenyum kecil. "Aku bilang saja kalau dia sedang dikejar sama roh halus, dan jangan takut karena ini jimat untuk penangkal roh itu. Untungnya dia percaya sama aku, jika tidak dia sudah habis sama hantu sialan itu," ucap Diman lagi.     

Deki dan Bram hanya tersenyum kecil. Bram melihat panggilan masuk dari anak buahnya yang mengawasi Nona.     

"Hmm, ada apa" tanya Bram.     

"Wanita itu ke warung itu. Dan dia duduk lama di sana. Sepertinya dia mencari seseorang. Dan dia tidak bersama dengan sahabatnya itu." anak buah Bram sudah mulai mengincar Nona.     

Entah itu untuk menjebak atau dia benar-benar menyukai nona yang berwajah sama dengan Winarsih atau tidak hanya Bram yang tahu.     

"Kau tidak mendengar dia bertanya pada penjual itu?" tanya Bram yang penasaran.     

Anak buah Bram menggelengkan kepalanya, walaupun tidak kelihatan. "Tidak Pak, dia hanya ingin makan dan membeli banyak makanan saja," jawab anak buahnya.     

Bram semakin penasaran kenapa Nona ke sana. Kalau tujuannya mau beli bubur, kenapa bisa sejauh ini pikirnya lagi.     

Bram terdiam dan mendengarkan semua penjelasan anak buahnya. "Kau harus cari tahu besok, dan ikuti dia terus. Jangan kau lengah. Dan untuk sahabatnya itu, kau habisi saja. Semakin mereka tiada maka aku bisa mudah mendekati wanita itu," ucap Bram.     

"Siap Pak. Akan saya selesaikan semuanya." panggilan berakhir.     

Bram meletakkan kembali ponselnya dan menatap kearah temannya. Diman dan Deki menatap aneh bram.     

"Siapa yang mau kau habisi? Dan wanita mana yang kau incar? Sampai kau menyuruh anak buahmu menjadi detektif?" tanya Deki.     

Bram hanya tertawa mendengar pertanyaan Deki. "Hahaha, kau tidak perlu tahu. Wanita itu yang akan membawa kita pada ke beruntung yang hakiki. Dan kau tahu, wanita ini akan buat wanita sialan itu menjauh dari kita."     

Deki dan Diman saling pandang satu sama lain. Keduanya sudah menduga siapa yang teman mereka maksudkan.     

Deki mendekati wajahnya ke Bram. "Kau mau mendekati wanita itu karena dia mirip sama wanita sialan itu atau karena apa? Apa kau akan membunuh juga wanita kembaran itu?" tanya Deki dengan penasaran.     

Diman masih memandang sahabatnya yang tidak menjawab pertanyaan dari Deki. "Kau kenapa tertawa? Apa jimat itu sudah membuat kau gila?" tanya Diman lagi.     

Bram mendekati wajahnya ke hadapan temannya. "Kalian akan lihat nanti, kita akan aman dan kalian akan lihat tidak akan yang tahu lagi kalau kita yang melakukannya, jadi kita akan aman lagi," seringai devil muncul di sudut bibirnya Bram.     

Bram dan lainnya hanya diam saja. Keduanya tidak tahu apa yang akan di rencanakan Bram.     

"Apa kita ikut dia Diman?" tanya Deki.     

Diman hanya menggelengkan kepalanya. "Aku tidak mau terlbat lagi. Aku ingin aman bersama istriku saja," kata Diman.     

Bram tinggal menunggu waktu semua akan berjalan sesuai yang dia inginkan.     

***     

Nona yang di kamar istirahat kantornya mengalami mimpi buruk. Dia melihat Winarsih sedang duduk di bangku kayu. Winarsih memakai baju serba putih.     

"Ka--kau Wi-Winarsih?" tanya Nona.     

Winarsih tersenyum dengan senyuman yang lembut dan cantik. tidak ada wajah menyeramkan diperlihatkan oleh Winarsih.     

Nona duduk di sebelah Winarsih, wajah yang teduh dan pucat terlihat di sana. Aroma melati khas tercium di indera penciuman Nona.     

"Kenapa kamu mau membantu saya?" tanya Winarsih.     

Nona melihat kearah Winarsih. "Kenapa? apa aku tidak boleh membantumu?" tanya Nona lagi.     

Nona tidak merasa takut sama sekali. Dia merasa kalau dia melihat dirinya di cermin besar.     

"Dia kejam, dia membunuhku dengan sadis. apa kau tidak takut jika kamu dibunuh juga. kamu masih bisa mundur. Biarkan saya saja yang membalaskan dendam saya, jangan kamu," kata Winarsih.     

Nona terdiam sesaat mendengar apa yang di katakan Winarsih. "Tapi kamu tidak bisa menyentuhnya. Dia mengambil tanah kuburanmu, bagaimana bisa kamu mendekati dia," kata Nona dengan suara lirih.     

Winarsih hanya tersenyum kecil. namun, Bram muncul di depan ke duanya. Dia melayangkan goloknya ke Winarsih.     

"MATI KAU WINARSIH!" teriak Bram lagi.     

Nona yang melihatnya berteriak. Winarsih yang ditebas sama Bram menjerit. Darah segar keluar dari tubuh Winarsih.     

"Hentikan, aku mohon jangan bunuh dia," teriak Nona.     

Bram dengan tanpa belas kasihan terus menebas Winarsih sampai dirinya seketika tidak bernyawa. Nona menutup mulutnya dengan kedua tangannya.     

Nona mundur selangkah kebelakang. Dia tidak mau menjadi korban dari Bram. Bram yang melihat Nona mundur mulai mengayunkan goloknya.     

"Kau mau kemana hmm? Mau kabur kemana kau?" tanya Bram dengan senyum devil.     

"Jangan bunuh aku, aku mohon. Kau sudah bunuh Winarsih, jangan bunuh aku juga," Nona merengek dan memohon pada Bram.     

"Aku akan menghabisimu dan temanmu itu. Kalian sudah mengganggu ketenanganku. Aku tidak akan melepaskan kau dan sahabatmu itu. MATI LAH KAU!" teriak Bram dengan kencang.     

Bram mengayunkan golok yang penuh darah, ke arah Nona. Nona memekik kencang melihat golok diayunkan kearahnya.     

"AAAAAAA!" Nona teriak kencang.     

"Nona hei Nona bangun kamu kenapa?" tanya Dino dengan panik.     

Dino menepuk pipi Nona dengan kencang. Nona yang masih menjerit di ruangan istirahat membuat semua yang di kantor berita mendekati Nona.     

Nona yang kaget langsung terbangun dengan nafas tersengal-sengal. Wajahnya pucat pasif, dia melihat Dino di sebelahnya. Nona langsung memeluk Dino dengan erat dan menangis histeris.     

"Dino, ini kasih minum dulu. Sepertinya dia bermimpi buruk itu," jawab manager kantor berita.     

Dino mengambil air kemasan pada manager. "Maafkan Nona manager, dia harus membuat keributan dan tidur di sini," kata Dino.     

Manager itu menepuk pundak Dino. "Tak apa, lagian ini kan jam istirahat. Jadi semua boleh istirahat."     

Manager itu keluar dari ruangan Nona. Begitu juga dengan yang lain. Tinggal lah Nona dan Dino. Dino mengusap wajah Nona yang penuh air matanya.     

"Kau kenapa hmm?" tanya Dino dengan wajah penasaran.     

Nona masih menangis tersedu-sedu. Dino yang paham kembali memeluk Nona. Dia tahu kalau Nona masih syok dengan mimpinya.     

Dino menepuk pelan punggung Nona dengan lembut. Dino menenangkan Nona agar lebih tenang lagi.     

"Dia membunuh Winarsih dengan kejam, dia membunuhnya di depan mataku. Dia juga mau membunuhku dan kita Dino. Aku takut sama dia. Dia berbahaya Dino, kita jangan ganggu dia Dino," jawab nona yang masih terlihat ketakutan, dan itu terlihat jelas di matanya.     

Dino tahu siapa yang dia maksudkan. Dia tidak bisa lagi berkata apapun. Dino hanya menenangkan Nona saja. dia tidak mau bahas apapun lagi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.