Dendam Winarsih

Bram Sadis Dino



Bram Sadis Dino

0Dino memberikan air pada Nona untuk dia minum. Nona gemetaran karena mengingat mimpi itu. Itu seperti nyata dan benar-benar nyata di ingatannya.     

"Non, kamu sudah baikkan kah?" tanya Dino.     

Nona menganggukkan kepalanya, dia sudah mulai tenang. Tapi orang di dalam mimpi itu kebayang di ingatannya.     

Nona mengenggam tangan Dino dengan erat. "Bram sadis Dino, dia sangat sadis. Aku takut sama dia, aku tidak tahu harus apa. Winarsih meminta aku tidak meneruskannya. Dia mau dia sendiri yang melakukannya sendiri, tapi kamu tahu kan dia punya apa, apa bisa dia melakukannya," Nona memandang Dino dengan pandangan sendu.     

Dino hanya bisa diam saja. Dino juga tidak bisa berkata apa pun. Mundur tidak mungkin, karena mereka sudah berjalan sejauh ini dan kalau pun mundur yang ada dia ingkar janji.     

"Sekarang kita harus hati-hati. Dan jangan buat keributan dulu. Aku tahu dia pasti sudah tahu kamu dan kami semuanya. Dia pasti akan membuat rencana untuk mencari kita dan menghabisi kita, untuk itu kita jangan membicarakan masalah ini," kata Dino lagi.     

Nona menganggukkan kepalanya, dia tahu kalau saat ini Bram tidak bisa di anggap enteng, dia berbahaya. Malah lebih berbahaya dari pembunuh berdarah dingin.     

"Kita pulang saja. Kamu istirahat saja di rumah ya, jangan kerja dulu. Nanti aku antar kamu ya," kata Dino.     

Nona menganggukkan kepalanya, dia bersiap untuk pulang namun, ada seseorang yang masuk. Keduanya kaget ada manager yang datang ke tempat mereka.     

"Nona, kamu mau pulang?" tanya sang manager.     

Nona memandang Dino. Dia takut kalau managernya ini marah kalau dia pulang. "I-Iya, saya mau pulang. Saya kurang enak badan saja pak, apa boleh saya pulang?" tanya Nona.     

"Boleh, tapi ada yang mau menemui kamu. Dia orang penting, dan ini suatu hal yang baru dan paling di luar dugaan Nona," jawab pak manager itu lagi.     

Nona dan Dino saling pandang, keduanya sudah mau menebak kalau itu dia tapi, kalau benar dia kalau salah bagaimana.     

"Si-siapa?" tanya Nona terbata-bata.     

"Saya, apa anda melupakan saya Nona?" tanya seseorang itu pada Nona.     

Nona bergetar, dia merasakan ingatan tadi itu kembali lagi. Dino yang tahu langsung menggeser Nona kebelakangnya. Nona bersembunyi di belakang Dino.     

Bram yang melihatnya mengepalkan tangannya. Anak ingusan ini mulai berani menyembunyikan wanita itu. Apa dia sudah bosan hidup pikirnya.     

"Nona, kamu kenapa?" tanya manager itu dengan tatapan heran.     

"Nona, sedang tidak sehat. Jadi saya mau antar dia dulu. Dia pasti lelah karena kejadian tadi. Jadi saya harap bapak-bapak bisa memaklumi kondisi Nona," ucap Dino lagi.     

Bram mengepalkan tangannya, dia berjalan kearah Nona dan Dino. Keduanya saling berhadapan, Nona memeluk Dino dengan kencang. Dino tahu kalau Nona pasti trauma melihat Bram.     

"Apa kau saudara lelakinya? Atau kau kekasihnya? Atau suaminya? Jika semuanya tidak, maka menyingkir lah. Aku bisa saja menghabisimu. Sekalipun kau punya hubungan aku tidak takut sama sekali. Jadi menyingkirlah, aku mau bicara sama dia," ketus Bram di barengin ancaman pada Dino.     

Dino tertawa, jadi dia mulai mengancam dirinya. "Apa sekarang kau mau menunjukkan kalau kau itu kejam dan sanggup membunuh orang, tapi sayangnya aku tidak takut sama sekali. aku tidak pernah takut, jika kau mau menghabisi aku seperti Winarsih silahkan. Tapi ingat Pak Bram, kau akan mendapatkan balasannya. Bukan dari aku, tapi dari orang yang kau bunuh 30 tahun lalu, kau masih ingat Pak Bram?" tanya Dino dengan senyum devilnya.     

Bram terdiam saat Dino mengatakan itu. Dia melihat Nona yang tadinya menyembunyikan wajahnya kini menatapnya. Dan dia melihat kepala Nona keluar darah kental, darah itu mengalir cukup deras dan terlihat menakutkan.     

Bram mundur namun, kakinya seketika membeku dan dia menatap Nona. Nona tersenyum kecil dan penuh menakutkan di mata Bram.     

"Akang, kenapa Akang mundur. Ke sini lah Akang, jangan buat Neng menunggu Akang," Nona bersuara seperti Winarsih.     

Dino yang tahu itu bukan suara Nona mulai gemetar, dia sedang dipeluk sama Winarsih dan juga aroma semerbak melati juga tercium di hidungnya dan juga membuat dia merinding. Tangan Nona mengcengkram pundaknya dengan kuat.     

Dino meringis kesakitan karena kuku itu menancap ke pundaknya. "Mbak Narsih, pundak saya sakit mbak," cicit Dino     

Bram yang melihatnya gemetar, tapi dia tidak takut sama sekali. Karena dia ada jimat itu. Bram tersenyum memandang Winarsih yang berada di dalam tubuh Nona.     

"Aku tidak takut padamu, kau tahu aku sudah ada jimat untuk mengusirmu, dasar hantu sialan," sambung Bram.     

Manager yang melihat ketiganya berinteraksi hanya diam. Dia seolah tidak mendengar apa yang ke tiganya bicara. Dia juga tidak bisa mengeluarkan suaranya sama sekali.     

"HAHAHAHAHA! Kau akan aku habisi Bram, aku akan membunuhmu," Winarsih yang masuk ke tubuh Nona mulai menunjukkan amarahnya.     

Dia mendekati Bram namun, dia malah kepanasan. Tangan Nona berasap dan melepuh. Jeritan Narsih bergema. Dia seketika jatuh pingsan. Nona langsung ambruk ke lantai.     

"NONA!" teriak Dino.     

Bram melihat Nona yang ambruk ke lantai hanya mengeluarkan senyuman devil. Dia langsung pergi dari ruangan itu sambil tertawa. Manager itu seketika sadar dan melihat Nona pingsan di lantai.     

Manager itu melihat kearah Nona dan Dino. Dia tidak melihat Bram di ruangan itu. Manager mendekati Nona dan Dino. Dia kaget tangan nona luka.     

"Dia kenapa Dino?" tanya manager itu.     

"Nanti saya katakan, saya mau bawa Nona ke rumah sakit dulu, saya permisi dulu," kata Dino.     

Manager itu menganggukkan kepalanya, dia membiarkan Nona dan Dino pergi. Dino menggendong Nona keluar dari ruangan menuju tempat parkir, Dino berjalan cepat agar sampai di parkiran. Dia tidak mau Nona kenapa-napa. Dino mengumpat karena ulah pembunuh itu Nona jadi seperti ini.     

"Nona, bertahan lah. Jangan buat aku kehilanganmu Nona. Aku mohon padamu bertahan lah," Dino sudah panik. Dia tidak tahu harus apa saat ini.     

Dino sudah menjalankan mobilnya ke rumah sakit. Dia gugup karena Nona tak sadarkan diri. Sampai di rumah sakit, Dino langsung turun dan memutar kearah pintu penumpang.     

"Nona, bertahan lah. Jangan buat aku takut," ucap Dino.     

Dino menggendong Nona ke ruangan IGD. Dino berlari cepat sambil memanggil suster.     

"Suster, dokter tolong aku. Dia pingsan dan tangannya terluka, cepat lah bantu dia," teriak Dino     

Suster berlari menemui Dino. Mereka menuntun Dino ke dalam dan meminta Dino untuk meletakkan Nona di bankar.     

"Sini, letak sini. Sekarang anda keluar dulu. biar kami periksa dia dulu," kata Suster itu lagi.     

Dino langsung pergi ke luar. Dia duduk di kursi rumah sakit sambil menunggu kabar Nona. Dino mengambil hp untuk telpon ian dan Paijo.     

Drtz ... drtz     

"Halo, Ian. gawat Nona di rumah sakit, kalian ke sini cepat, aku tunggu kalian," Dino langsung mengakhiri panggilan itu.     

Tanpa mengatakan apapun Ian yang mendapatkan telepon dari Dino hanya melamun dalam sepi. Kenapa dan ada apa.     

Paijo menepuk pundak Ian. Dia heran kenapa Ian seperti itu. "Kenapa?" tanya Paijo yang menatap heran Ian.     

"Nona masuk rumah sakit. Tapi aku tidak tahu kenapa, dan dia tidak kasih tahu apa-apa sama sekali," kata Ian lagi.     

Paijo kaget karena Nona masuk rumah sakit. "Kenapa dia bisa masuk rumah sakit. Kau telepon Dino lagi dan tanya dimana rumah sakitnya," Paijo panik karena mendapatkan kabar dari dino.     

ian menganggukkan kepalanya, Ian langsung mencari nomor ponsel Dino.     

Tut tut tut!     

"Halo Ian, kenapa?" tanya Dino.     

"Kenapa apanya. Kau kasih tahu pada kami di rumah sakit mana Nona dirawat," kata Ian lagi.     

Dino lupa dimana memberi tahu lokasinya. nanti aku sms kamu ya, itu dokter sudah keluar," kata Dino.     

Panggilan kedua berakhir. Tidak lama pesan Dino masuk dan memberitahu alamat rumah sakit.     

"Ayo kita lergi sekarang," kata Ian.     

Ketiganya pergi ke rumah sakit, ketiganya tidak tahu apa yang terjadi. "Aku harap Nona baik, jika tidak aku tidak tahu harus apa," kata Paijo lagi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.