Dendam Winarsih

Narsih Menyeramkan



Narsih Menyeramkan

0"Ka-kau siapa?" tanya pria itu.     

Narsih menatap tajam kearah lelaki itu. Hawa nafas Narsih membuat lelaki itu bergetar.     

Hahahahahah!     

Tawa Narsih begitu menakutkan. Pria itu mundur selangkah untuk melarikan diri. Namun, pria itu tidak bisa bergerak sama sekali, dia hanya diam mematung.     

Golok Narsih sudah berada di atas, dia bersiap untuk menebas pria itu. Dengan sekali ayunan pada golok, kepala pria itu lepas dari lehernya dan jatuh di depan Ian, Paijo dan Mang Dadang.     

"Mang, aku takut melihat Narsih, dia menakutkan," cicit Paijo.     

Mang Dadang menganggukkan kepalanya, dia juga merinding melihat kekejaman Narsih. "Narsih menyeramkan sekali dan kamu lihat dia tidak bisa meredam emosinya bila berhubung dengan pembunuh itu."     

Paijo pun mengerti sakit hati Winarsih, sebagai manusia juga akan sakit hati, bila kerabat kita dibunuh.     

Narsih melihat kearah Paijo dan Mang Dadang. Kedua orang itu menelan salivanya. Narsih mendekati keduanya dan tersenyum kecil lalu dia menghilang seketika.     

"Ayo Mang kita pulang segera. Jangan lama di sini. Nanti kita jadi saksi di sini," Paijo mengajak Mang Dadang untuk pergi.     

"Ayo, cepat kita pergi sekarang karena ini sudah kriminal. Saya tidak mau masuk karengkeng," ucap Mang Dadang.     

Keduanya membawa Ian yang pingsan dari tempat kejadiannya. Narsih melihat kepergian Paijo, dia sudah tidak berada di tempat itu, dia puas karena bisa menghabisi mereka semua.     

Di mobil Paijo dan Mamang masing-masing diam. Mamang tidak bisa berkata apapun. kejadian tadi membuat dia gemetar. Di depan matanya harus terlihat adegan yang menyeramkan iman.     

"Paijo, apa ada air minum?" tanya Mamang Dadang dengan wajah pucat.     

Mamang Dadang sudah tua jadi dia tidak bisa melihat seperti itu, begitu juga dengan dirinya dan juga Ian.     

"Ada di belakang Mang, ambil saja," kata Paijo.     

Paijo membawa mobil dengan kecepatan rata-rata. Paijo baru menyadari kalau sesungguhnya Winarsih lah yang membuat dia salah arah tujuannya tidak lain tidak bukan untuk menghabisi semua musuhnya itu yang ingin mengincar dia dan rekannya.     

Mamang Dadang berbalik dan mengambil air yang tadi mereka beli saat beli makanan. Air mineral di minum dengan rakus. Tangan Mamang bergetar hebat dia juga tidak bisa mengendalikan dirinya.     

"Mang, jangan buat takut. Kita aman sekarang, si Mbak manis itu tidak akan mencelakai kita. Dia kan membantu kita, lihat saja dia menghabisi mereka semuanya," cicit Paijo.     

Mang Dadang mengangguk pelan kepalanya. "Paijo, Narsih menyeramkan bukan?" tanya Mang Dadang.     

Paijo tidak bisa berkata apakah menyeramkan atau tidak. Soalnya itu sesuai hati saja. "Kalau kita lihat menyeramkan, tapi jika dia tidak bantu kita maka kita pulang ke alam baka. Mang mau kita pergi ke alam baka?" tanya Paijo.     

Mamang menggelengkan kepalanya dia juga tidak mau ke sana, walaupun dia tahu akan ke sana juga, tapi dia tetap takut.     

Ian yang di belakang akhirnya bangun juga. Ian terduduk dan langsung melihat sekeliling. "Ini di mana?" tanya Ian lagi.     

"Apa habis pingsan, kamu jadi hilang ingatan Ian?" tanya Paijo.     

Ian menggelengkan kepalanya. Dia tahu ini di dalam mobil, tapi dia bingung kenapa belum sampai di rumah sakit. "Kita tidak ke rumah sakit?" tanya Ian pada Paijo.     

"Ini juga dalam perjalanan dan masalahnya kita sudah keluar jalur. Jadi maklumi ya, duduk tenang saja di situ," cicit Paijo.     

Ian menganggukkan kepalanya. Ian mengambil air mineral dan meminumnya. Ian menoleh kearah samping ada Winarsih di sampingnya.     

"Paijo, kenapa Mbak kamu di sini? Apa dia sudah selesai menebas orang ya?" tanya Ian.     

Paijo kaget karena kehadiran Winarsih di dalam mobil. Mamang menoleh kearah belakang dan benar saja, dia sudah ada di belakang.     

Ian memberikan air mineral pada Winarsih. "Mbak tadi kan lelah, mau minum tidak?" pertanyaan konyol keluar begitu saja.     

Paijo dan Mamang yang mendengar apa yang di katakan oleh Ian hanya bisa mengangga, kenapa dia bisa berkata seperti itu? Mana ada hantu minum pikir keduanya.     

Winarsih langsung menghilang dari hadapan mereka. Dia langsung tidak muncul lagi di depan mereka. Ian terkekeh karena bisa mengerjain Winarsih. Paijo hanya bisa tepuk kening saja melihat kelakuan Ian.     

Mobil mereka akhirnya sampai di rumah sakit. Ketiganya keluar dari mobil dan masuk. Baik Ian, Paijo dan Mamang merasakan seperti ada yang mengikuti mereka.     

"Ian, kayaknya ada yang ikuti kita deh. Kamu merasakan tidak?" tanya Paijo.     

"Iya kamu benar, sepertinya memang ada yang ikuti kita. Dan apa itu anak buah Bram atau si Mbak manis kah?" tanya Ian.     

Mamang menggelengkan kepalanya dengan pelan. Dia juga menoleh kearah belakang dan ada orang yang mengikuti mereka. Mamang berbalik kembali menghadap depan.     

"Bukan Winarsih, tapi ini orang suruhan Bram lagi. Apa dia tidak tahu kalau anak buahnya sudah di habisi sama Narsih, kenapa dia kirim lagi?" tanya Mamang.     

Ian dan Paijo kaget dengan apa yang di katakan oleh Mamang. Keduanya melihat kearah Mamang dengan tatapan penuh menyelidik.     

"Mamang yakin?" tanya Paijo.     

Mamang hanya bisa tersenyum, dia tidak bisa berkata apapun lagi. Ketiganya sudah sampai di kamar inap Nona.     

Ceklekk!     

Dino yang tengah nonton tv kaget melihat kedatangan ketiganya. "Kenapa lama sekali beli makanannya? Apa kalian masak dulu atau kalian menggoda penjualnya ya?" tanya Dino.     

Ian meletakkan makanan dan minuman di meja. Dia duduk sambil memegang dadanya. jantung Ian lagi-lagi berdetak. Begitu juga dengan Paijo dan Mamang.     

Dino menatap ketiganya dengan tatapan aneh. "Kalian kenapa?" tanya Dino.     

"Kita di ikuti dan Mbak manis membawa kita ke tempat lain dan sampai di tempat itu, kita dicegat dan kamu tahu kalau kita hampir meninggal karena mereka mau membunuh kita. Untung saja Mbak manis membantu kita. Dia menghabisi mereka semua. Dan aku saja sampai pingsan, Paijo dan Mamang yang menyaksikan semuanya." Ian menjelaskan semuanya pada Dino kejadian sebenarnya.     

Dino melihat kearah Paijo dan Mamang. Paijo menghela nafas panjang karena apa yang di jelaskan sama Ian benar adanya.     

"Narsih menyeramkan Dino, aku baru melihatnya dan aku tidak menyangka Narsih bisa sekejam itu. Aku ngilu lihatnya," kata Paijo.     

"Dan sekarang, mereka mencari gara-gara lagi Nak Dino. Saya tidak tahu kalau Narsih akan melakukan hal yang sama lagi. Lima orang habis dalam hitungan menit," jawab Mamang lagi.     

Dino diam mendengar apa yang dijelaskan sama Ian, Paijo dan tentunya Mamang. "Jadi kalian telat karena kalian melihat narsih berbuat seperti itu?" tanya Dino.     

Ketiganya menganggukkan kepalanya. Dino menelan salivanya. Jika Narsih seseram itu, Maka tidak tertutup kemungkinan Bram akan mendapatkan hal yang sama.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.