Dendam Winarsih

Winarsih Makin Kejam



Winarsih Makin Kejam

0Mobil yang di bawa Paijo makin kencang, mereka kejar-kejaran sama mobil penjahat di belakang. Ian masih memantau penjahat itu di belakang.     

"Ian, apa mereka masih mengejar kita?" tanya Paijo.     

Dino juga ikut melihat dari spion depan, mobil di belakang masih mengejar mereka. Paijo menambah laju mobilnya. Narsih yang di mobil hanya diam saja. Paijo yang terlalu fokus membawa mobil tidak menyadari kalau sudah masuk hutan dan terjebak di sana.     

"Paijo, kenapa kamu masuk hutan, bagaimana kita keluar?" Ian mengacak rambutnya dengan kasar. Dia tidak menyangka akan masuk dalam hutan, bukannya tadi berada di jalan raya.     

"Aku tidak tahu, kenapa bisa masuk sini. Ayo kita mutar balik saja. Sial sekali aku hari ini," sungut Paijo.     

Paijo yang hendak mutar balik tertahan karena mobil yang mengejar mereka berada di belakang. Ketiganya mengangga tidak percaya. penjahat itu sudah di sana.     

"Ayo kota turun, tinggalkan saja mobilnya, nanti kita bawa lagi mobilnya jika sudah aman." Dino meminta kedua temannya untuk keluar dari mobil.     

Ian dan Paijo langsung keluar dari mobil. Ketiganya berlari menuju hutan yang paling dalam. Ketiganya sudah tidak peduli apakah ada binatang buas atau tidak. Ketiganya mendengar suara tembakkan.     

"Mereka menembaki kita, gawat kalau kita ketahuan dan kena tembakkan sama mereka." Ian berlari ke sana ke mari untuk menghindari tembakkan dari penjahat yang mengejar mereka.     

Winarsih yang terbang ke sana ke mari sambil tertawa. Suara tawa Winarsih sangat menyeramkan, dia juga tidak henti-hentinya tertawa. Dino dan lainnya melihat keatas, Winarsih terbang sambil membawa golok.     

Para penjahat yang disuruh Bram saling bertatapan satu sama lain. Mereka melihat sekeliling dan ke atas mencari sumber suara.     

"Bos, itu bukannya hantu yang membunuh teman kita itu? Dia kejam bos, bos lihat sendiri nggak, jika kita bertemu dengan dia tamat riwayaf kita bos, aku tidak mau meninggal sia-sia," ucap anak buah pria itu.     

Suara Winarsih berubah menjadi tangisan yang sangat memilukan, dia juga melakukan hal yang di luar akal sehat. Winarsih memukul kayu di hutan yang menyebabkan kayu itu bergoyang.     

Anak buah pria itu menunjukkan kearah pohon yang bergoyang. Pria yang di sebut bos menebak dengan senjatanya. Tapi tidak mengenai Winarsih sama sekali. Yang ada hanya tawa dari Winarsih saja. Dino, Ian dan Paijo berhenti sejenak untuk mengatur nafas mereka.     

"Kita harus keluar dari sini, jika tidak peluru itu bersarang di tubuh kita Dino. Aku belum siap untuk menghadap sang pencipta. Dosaku masih banyak, belum terampuni," ucap Ian dengan suara lirih.     

Winarsih kembali ke hadapan mereka. Dia memandang datar kearah ketiganya. Ketiganya yang sudah biasa melihat Narsih hanya menghela nafas panjang. Kaget sedikit karena kedatangan Winarsih.     

"Mbak manis, sudah main-mainnya. Kami sudah tidak sanggup sanggup lagi, kami lelah sekali. Tolong jangan menunjukkan kekejaman Mbak manis itu di depan kami," jawab Paijo.     

Paijo masih ingat bagaimana ketua penjahat itu kepalanya lepas dan berguling ke hadapannya. Kali ini jangan lagi pikirnya. Winarsih hanya diam, dia masih berdiri dihadapan ketiganya, tidak berapa lama, penjahat itu menemukan ketiganya.     

"Di-dino gawat mereka di depan kita. bagaimana ini!" rengek Ian yang bersembunyi di belakang Dino.     

Dino hanya menatap sinis dan tajam kearah penjahat itu. Dia tersenyum smirik, dia tidak takut sama sekali hidup dan mati hanya di tangan sang pencipta, bukan di tangan mereka.     

"Menyerah saja kalian, kalian sudah kami kepung, kami akan membalas apa yang telah kalian lakukan pada teman kami," ucap pria itu pada Dino dan kedua temannya.     

Dino tertawa mengejek, mendengar perkataan pria itu. Bagaimana caranya mereka melakukan itu pada semua pria yang waktu itu mencegah kedua temannya.     

"Kalian lihat di depan kami ini. Dia lah yang melakukannya. Dan golok dia lah yang membuat teman kalian seperti itu. Kalian bisa lihat kan dia dan lihat juga kami, bandingkan dengan dia coba," ucap Dino dengan tegas sambil menunjuk kearah Winarsih.     

Winarsih memutar kepalanya kearah belakang, tanpa membalikkan badannya. Terdengar suara keletukkan dari leher Winarsih. Dia melihat kearah para penjahat itu dengan tatapan tajam. Golok yang dia pegang mulai di ayunkan sama Winarsih perlahan dan mendekati anak buah Bram.     

"Kalian dan pembunuh itu harus tiada, aku akan menghabisi kalian, aku tidak akan membuat kalian hidup tenang, aku akan membuat kalian merasakan apa yang aku rasakan," tawa Winarsih bergema.     

Narsih langsung menyabit pria di depannya, satu kali saja dia langsung meninggal. Pria yang ikut bersama dengan pria yang meninggal itu mundur. Winarsih makin kejam, dia tidak mengampuni pria di depannya. mereka menembak Winarsih tapi tidak tembus.     

Hahahaha!     

Tawa Winarsih begitu menakutkan, Dino, Ian dan Paijo mundur dan bersembunyi di balik pohon. Mereka takut jika peluru itu nyasar ke tempat mereka. Winarsih tidak menunggu waktu lama, dia menghabisi pria di depannya dengan sangat mengerikan dan sadis.     

"Aku tidak tahu kalau Narsih bisa sekejam itu," cicit Dino.     

Paijo dan Ian mengangguk kepalanya, mereka lebih dulu tahu dari Dino. Kali ini lebih dari semalam. "Kamu lihat ini lebih kejam dari kemarin dan lihat penjahat itu tidak berbentuk."     

Dino menganggukkan kepalanya, dia benar-benar ngeri melihat pria yang di habisi dan di buang sembarangan. Winarsih sudah menyelesaikan tugasnya menghabisi semua penjahat itu. Dia melihat kearah Dino, Ian dan Paijo.     

"Ayo kita pulang sekarang, aku khawatir sama Nona dan Mang Dadang. Aku harap mereka baik-baik saja." Dino bergerak menuju mobil yang mereka tinggalkan.     

Tidak ada yang membuka suara sama sekali. Mereka diam membisu dan bergerak menuju rumah sakit tempat Nona di rawat. Sampai di rumah sakit, Dino dan kedua temannya ikut turun dan bergegas menuju kamar inap Nona.     

"Aku harap, Nona dan Mamang selamat, aku sudah tidak tahu bilang apa lagi." Dino frustasi dengan keadaan yang ada. dia ingin, cepat selesai dan hidup tenang.     

Ceklekk!     

Pintu kamar terbuka, tidak ada satu pun di bankar. Dino mencari ke kamar mandi tapi tidak ada sama sekali. "Dino, kemana mereka pergi, kenapa tidak ada di sini?" tanya Paijo.     

Paijo keluar untuk menemui suster jaga, dia ingin tanya ke mana pasien atas nama Nona     

"Permisi, saya ingin tanya Mbak suster, kemana kira-kira pasien atas nama Nona kenapa tidak ada di kamarnya ya?' tanya Paijo lagi.     

Suster melihat buku pasien yang ada di depannya. Suster itu menyerngitkan keninganya. "Bukannya, dia di sana? Kenapa bisa tidak ada di sana?" tanya suster lagi.     

Paijo, Dino dan Ian mengangga mendengar apa yang di katakan suster. ketiganya saling pandang satu sama lain     

"Kemana Nona dan Mamang Dadang perginya Dino?" tanya Ian dengan wajah penasaran.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.