Dendam Winarsih

Kami Selamat



Kami Selamat

0Dino, Ian dan Paijo gusar karena mencari ke sana ke mari keberadaan Nona dan mamang Dadang.     

"Bagaimana ini? Kita mau cari di mana ini? kita tidak mungkin lapor polisi," ucap Paijo.     

"Jangan, yang ada kita akan kena sama Bram. Dia malah nuduh kita balik. Kita cari saja di rumah sakit ini," jawab Dino pada kedua sahabatnya.     

Ketiganya masih berputar di sekitar rumah sakit. Tapi tidak ada satupun yang bisa mereka temui. Ketiganya duduk di dekat kursi rumah sakit.     

"Bagaimana ini? Kita mau bilang apa sama orang tua Nona yang di kampung. Mana mungkin kita bilang dia meninggal atau di culik. Kita harus ada bukti juga kan," ucap Ian kembali.     

Ketiganya terdiam sesaat memikirkan Nona dan Mang Dadang. Dalam lamunan ketiganya mendengar suara suitan dari dalam kamar pasien. Ketiganya saling pandang satu sama lain, mereka mencari sumber suara ke sana ke mari.     

"Nak Dino, sini," suara itu makin terdengar sangat dekat.     

Ian dan Paijo mulai merapat ke Dino. Mereka takut akan ada penampakan lain selain Narsih. Ian dan Paijo saling memberikan kode satu sama lain. Dino yang terjepit di tengah berusaha mencari ke belakang dan benar saja, ada Mang Dadang di balik pintu.     

"Mamang? Kenapa bisa di situ? Kamar siapa itu?" tanya Dino yang segera mendekati Mamang.     

Ian dan Paijo juga ikut mendekati Mamang di dalam kamar inap. Ketiganya masuk dan melihat Nona tertidur di ranjang. Dino memandang Mang Dadang. Mang Dadang yang duduk di kursi menghela nafas panjang.     

"Kenapa bisa pindah ke sini? Bukannya di kamar yang sebelumnya dan sekarang bisa di sini?" tanya Dino.     

"Panjang ceritanya nak Dino. Sejak kalian pergi Mang keluar dan melihat situasi di luar, sepi dan seperti biasa. Dua jam kemudian Mamang melihat kembali keadaan di luar, tapi Bram dan anak buahnya sedang menuju ruangan suster di sana, Mamang tidak tahu dia mau apa. Mamang takut dia ke sini mau culik Nona, akhirnya Mamang bawa Nona pergi ke kamar ini," jawab Mamang panjang lebar.     

"Tunggu dulu, jadi selama kami pergi Bram ke sini? Mau apa dia kesini?" tanya Ian lagi.     

"Dia mau Nona, apa lagi. Mana mungkin dia cari Mamang. Lagian kami tadi mengalami hal yang sama lagi. Anak buah Bram mengikuti kami dan Mamang tahu, Winarsih sudah menghajar dia lebih kejam dari semalam Mang, aku saja tidak sanggup untuk melihatnya. Winarsih benar-benar menumpahkan kekesalannya," ucap Paijo.     

Mang Dadang mengangga mendengar apa yang di katakan Paijo. Paijo yang dilihat sama Mang Dadang menganggukkan kepalanya. "Itu benar Mang, saya baru pertama lihat Mang dan Mamang tahu anak buah Bram tidak bisa di katakan utuh lagi. Saya jadi bingung bagaimana caranya kita dapatkan jimat itu. Jika jimat itu sudah kita dapatkan maka, Winarsih yang akan menghabisinya. Kita tidak perlu ikut campur lagi."     

"Iya, tapi masalahnya kita mau ngambilnya bagaimana? Bukannya kita minta Nona yang ambilkan jimat itu. Nah, sekarang nona dalam bahaya apa mungkin kita lempar nona ke sana juga?" tanya Ian lagi.     

Semuanya hanya diam tidak bicara sama sekali. Benar kata Ian, Nona dalam bahaya jika dia dekat dengan Bram. "Aku akan melakukanya," jawab Nona.     

Dino dan lainnya memandang kearah sumber suara. Mereka kaget melihat Nona bangun dan mengatakan ingin melakukannya. Dino mendekati Nona dan mengelus rambut Nona. Nona tersenyum melihat Dino perhatian padanya.     

"Jangan lakukan itu. Kita pikirkan caranya lagi, jika kita melakukannya kamu yang akan kena sama dia. Dia kejam Nona, dia bukan lelaki yang baik. Kamu lihat Winarsih seperti apa, dia menghabisi Narsih dan suaminya. Nah, jika itu terjadi pada kamu bagaimana?" tanya Dino lagi.     

Nona menggelengkan kepalanya, dia tidak bisa berhenti sampai di sini. Dia sudah janji akan mengambil jimat itu dari Bram. Jimat itu yang melindungi dia dari Winarsih. Ian, Paijo mendekati Nona. Dia menepuk punggung tangan Nona dengan lembut.     

"Jika kamu siap dengan konsekuensinya kami ikut saja. Dan aku tadi ada bilang ke Dino kita buat dia bersikap baik dengan Nona dan itu caranya kita bertengkar sama Nona. Kita buat hubungan kita dan Nona tidak baik. Dengan begitu kita bisa menjalankan rencana kita. Dia kan tidak suka kita bersama Nona, nah dengan cara seperti itu kita buat dia tidak menyakiti Nona," jawab Paijo pada Dino dan lainnya.     

Semuanya terdiam mendengar apa yang di katakan pada Paijo. Benar juga kata Paijo, dengan dia bermusuhan sama Nona mereka akan mudah mendapatkan jimat itu.     

"Baik kita lakukan itu saja, kita harus tetap jaga Nona. Jangan sampai lengah jika kita lengah maka Nona akan bernasib sama dengan Narsih," ucap Dino lagi.     

"Mang, kami cukup khawatir dengan mamang tadi. kami sudah berpikiran yang aneh-aneh sama Mamang dan Nona," ucap Ian pada Mamang Dadang.     

Mamang tersenyum kecil mendengar kecemasan dari Ian dan lainnya. "Kami selamat dari Bram saja itu sudah untung, jika sampai dia tahu keberadaan kami, pasti dia bawa Nona bersamanya," jawab Mamang lagi.     

"Sekarang kita semua selamat. Dan kita tidur saja, besok baru kita mulai mengatur semuanya. Nona, aku harap kamu jangan khawatir, kami menjaga kamu. Kami tidak akan meninggalkan kamu sendiri," ucap Dino pada Nona.     

Nona menganggukkan kepalanya, dia yakin kalau Dino dan lainnya menjaga dia dari pembunuh itu. Dino dan lainnya mengatur tempat tidur. Mereka perlu mengistirahatkan diri mereka.     

"Apa sudah di kunci pintunya?" tanya Dino.     

Ian bangun kembali dan memerikasa pintu. dia mengacungkan tangan ke arah Dino. Dino lega karena pintu sudah di kunci. Akhirnya mereka tidur dengan pulas. Nona yang memejamkan matanya kembali membuka matanya. Dia melihat kearah ruangannya yang ada Winarsih. Nona tersenyum smirik kearah Winarsih.     

"Apa kamu sudah siap Mbak, kita akan buat Bram mendapatkan balasannya. Bantu aku Mbak," ucap Nona.     

Winarsih hanya tersenyum kecil, setelah itu dia menghilang dari pandangan Nona. Nona akan membuat Bram dan temannya menerima hukuman yang setimpal.     

Dino berbalik dan melihat Nona masih belum tidur dan malah senyum sendiri. Dia duduk dan menghampiri Nona yang masih tersenyum. Nona kaget melihat Dino menghampiri dirinya.     

"Kenapa kamu senyum Nona?" tanya Dino.     

Nona menggelengkan kepalanya, dia menutupi apa yang terjadi. "Tidak, aku hanya senang kamu bisa selamat dari anak buah pembunuh itu," ucap Nona dengan lembut.     

Dino melihat dari mata Nona, dia mencari kebohongan di mata Nona, tapi tidak ada sama sekali kebohongan. Dino lega karena Nona masih perhatian pada dirinya dan lainnya.     

"Non, jika kamu tidak sanggup katakan saja ya. Kami tidak memaksa kamu," ucap Dino lagi.     

Nona menganggukkan kepalanya, dia tidak akan mundur lagi. Dengan jimat itu direbut, maka dia akan tenang. Dino yang melihat anggukan dari Nona sedikit lega. Dino mengelus rambut Nona dengan lembut dan mengecup kening Nona dengan lembut.     

"Sudah, tidur nanti mbak manis datang ke sini," Dino terkekeh mengatakannya pada Nona.     

Nona terkekeh mendengar apa yang di katakan sama Dino. "Tidur lah yuk. Nanti teman Mbak manis muncul lagi," jawab Nona dengan senyuman manisnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.