Dendam Winarsih

Aku Tidak Takut Narsih



Aku Tidak Takut Narsih

0Bram berteriak hebat, dia memanggil Narsih dengan suara lantang, dia yang mabuk terus meracau. Entah apa yang dia katakan Bram hanya dia yang tahu. Sahabat Bram yang datang ke rumah Bram tidak tahu kalau apa yang terjadi dengan sahabatnya itu. Keduanya naik ke tangga untuk bertemu Bram.     

"Apa Bram ada di rumah tidak ya? Aku harap dia ada di rumah. Karena kalau dia tidak di rumah bisa bahaya untuk dia," kata Diman. Diman membuka pintu ruang kerja Bram.     

Ceklekk!     

Kedua teman Bram membuka pintu ruang kerja, mereka terkejut melihat pecahan kaca yang berserakan di lantai. Keduanya melihat Bram yang sudah berantakan dan kacau. Dia juga terlihat sempoyongan dan mengoceh sendiri.     

"Bram, kenapa denganmu Bram?" tanya Deki.     

Bram yang mendengar namanya dipanggil menoleh ke sumber suara. Dia tersenyum kecut kala orang yang dia lihat itu Deki. Bram menundukkan kepalanya di meja sambil tersenyum kecil.     

"Aku rasa dia sangat terpukul dan aku rasa dia juga tidak punya ide untuk melawan hantu sialan itu. Kamu lihat sendiri bagaimana dia menghabisi nyawa anak buah Bram dengan sangat kejam. Aku saja yang melihatnya di tv ingin muntah." Diman mengungkap perasaan takutnya kala mengingat kejadian pada anak buahnya.     

"Aku rasa kamu benar, hantu itu harus kita buat menyerah dan mundur. Kita harus ke dukun lagi untuk membuat hantu sialan itu tidak mengganggu kita," ucap Deki pada Diman.     

Diman ragu apakah dia akan ke sana lagi atau tidak. Dia tidak mau diminta yang aneh-aneh oleh dukun itu. Yang ada dukun itu meninggal dan mereka makin dikejar. Bram yang mendengar pembicaraan kedua sahabatnya mendongakkan kepalanya.     

"Kalian mau ke dukun lagi?" tanya Bram.     

Diman dan Deki melihat ke arah Bram yang sudah sadar walaupun hanya sedikit. Bram yang melihat kedua temannya menatap tajam kearah dirinya hanya bisa tertawa geli.     

"Kalian kenapa memandangku seperti itu. Apa aku terlihat menakutkan? Jika iya berarti Narsih itu takut padaku kan? Ini tidak, anak buahku yang dikirim lagi dia habisi. Kali ini lebih kejam dari sebelumnya. Aku hanya bisa menatap penuh kebencian," geram Bram sambil menatap tajam kearah ke dua sahabatnya itu.     

"Harusnya kita sudah menyerahkan diri sebelumnya. Jika kita sudah dihukum sebelumnya, maka kita tidak akan dihantui oleh dia," ucap Diman lagi dengan wajah ketus.     

Bram dan Deki menatap tajam kearah Diman. Diman yang ditatap tajam oleh kedua temannya hanya cuek. Bram menghela nafas panjang untuk menetralisir amarahnya.     

"Kalian mau ke dukun lagi?" tanya Bram.     

Ke duanya menggelengkan kepalanya. Mana mungkin mereka ke dukun lagi. Tujuannya untuk apa pikir mereka lagi.     

"Bram, kita ke dukun lagi minta jimat apa lagi? Sedangkan yang ini saja, kita masih aman, untuk saat ini tapi kalau untuk yang lainnya aku tidak tahu," jawab Deki lagi.     

Bram berpikir sejenak mendengar apa yang dikatakan oleh Deki. Ke dukun buat apa lagi, toh pada akhirnya mereka tetap dikejar sama Narsih itu pikirnya.     

"Dia hanya mau menuntut balas atas perbuatan kita Bram. Dia tidak minta yang lain. Jika dia sudah melihat kita dihukum, pasti kita akan bebas," cicit Diman lagi.     

Deki yang kesal mendengar apa yang di katakan oleh Diman memukul kepala Diman dengan keras.     

Plakk!     

Diman yang mendapatkan pukulan dari Deki meringis kesakitan. Dia tidak menyangka akan dipukul oleh Deki. Bram memandang kearah Diman yang kalau ngomong asal nyaplak.     

"Kenapa kamu memukulku Deki? Kamu pikir     

kepalaku samsak apa?" tanya Diman dengan nada kesal.     

Deki mendengus kesal kearah Diman, dia tidak tahu mau bilang apa ke teman yang satu ini. Sudah dia katakan dari tadi masih saja tidak dengar.     

"Kamu itu mau masuk penjara hmm? Apa kamu pikir di sana kamu tidak dihantui sama hantu itu hmm?" tanya Deki.     

"Kita ke dukun saja. Kita harus menanyakan ke dukun bagaimana kita melenyapkan Narsih itu. Jadi sebelum kita dilenyapkan, kita dulu yang melenyapkan dia. Bagaimana menurut kalian?" tanya Bram lagi pada keduanya.     

Deki dan Diman saling pandang satu sama lain. Keduanya tidak tahu bagaimana caranya untuk menolak Bram. "Apa tidak masalah kita ke sana lagi Bram. Bagiku itu percuma, karena kamu tahu kan, kita kalah sama dia. Mbah dukun yang kasih kita jimat ini saja sudah meninggal, apa lagi nanti, yang ada kita ikutan meninggal," kata Diman dengan wajah sendu.     

Bram mengacak rambutnya, dia kesal dengan Diman yang pengecut. Deki menutup wajahnya dengan tangannya sambil mengusap wajahnya.     

"Kita minta dukun itu yang bunuh dia bukan kita yang bunuh dia. Jika kita yang bunuh dia malah kita terbunuh bukannya dia," ucap Bram dengan suara frustasi.     

"Kita minta dukun yang bunuh dia, terus jika berbalik bagaimana? Apa jaminannya jika dia benar-benar meninggal hmm? Apa jaminannya Bram?" tanya Diman.     

Bram memandang Diman dengan wajah kesal. Diman selalu mengeluh, belum coba sudah ngeluh. "Tidak bisa kah kamu percaya hm?" tanya Bram.     

Bram berdecih mendengar apa yang di katakan oleh Diman. Deki menepuk pundak Diman dengan pelan dan menatap Diman dengan tatapan serius. "Kita coba dulu," ucap Deki.     

Bram dan Deki melihat Diman. Keduanya meminta Diman percaya pada mereka. Diman yang melihat keduanya hanya bisa menghela nafas panjang.     

"Baik, kali ini aku ikut saja. Aku tidak mau terlibat langsung dengan hantu itu. Aku tidak mau sama sekali. Karena aku tidak bisa melihat wajahnya. Menyeramkan dan membuat aku ingin muntah," ucap Diman.     

Deki terkekeh mendengar apa yang di katakan oleh Diman. "Bukan hanya kamu saja, aku juga tidak bisa melihatnya," ucap Deki.     

Bram juga ikut tersenyum mendengar perkataan kedua sahabatnya itu. "Baik, kita cari dukunnya ya, nanti kita akan ke sana dan tanya apakah dia bisa membantu kita atau tidak," jawab Bram lagi.     

Keduanya menganggukkan kepalanya. mereka hanya ikut saja, yang penting Narsih jauh dari mereka. "Bram, anak buahmu sudah terbunuh, apa yang kamu lakukan sekarang?" tanya Diman.     

Bram mengangkat bahunya, dia tidak tahu mau lakukan apa. selain mencari dukun untuk menghabisi Narsih tidak ada lagi pikirnya.     

"Sepertinya aku belum berpikir untuk mengirim anak buah lagi, karena yang kita hadapi bukan sembarangan, kalian tahu bukan siapa yang kita hadapi saat ini. Jimat mungkin bisa melindungi kita, tapi tidak dengan pemuda itu, mereka pasti mencari cara untuk buat kita masuk dalam perangkap mereka," ucap Bram.     

Deki dan Diman menyergitkan keningnya."Apa mereka masih mengejarmu? Bagaimana dengan wanita yang mirip dengan hantu itu?" tanya Deki.     

"Iya, bagaimana dengan wanita itu Bram?" tanya Diman dengan wajah serius.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.