Dendam Winarsih

Dua Mahluk Yang Menyebalkan



Dua Mahluk Yang Menyebalkan

0Paijo hanya menatap sendu kearah teman mbak manis. Dia juga melemparkan senyum kecut sekecut ketek gorila.     

"Mbaknya sedang apa ya? Kenapa tidak ajak mereka berdua," ucap Paijo sambil menunjukkan kearah Dino dan Mamad.     

Dino menatap tajam kearah Paijo. seenak udil kuda nil dia mengatakan seperti itu. Winarsih tersenyum kecil menatap Paijo, Dino dan Mamang. Paijo yang tidak sengaja menatap Winarsih yang tersenyum kecil mengangga .     

"Gila ini hantu, malah dia senyum pula. Kau lihat itu Dino, dia tertawa melihat kita ketakutan. Dasar dua makhluk yang menyebalkan kalian ini," kesal Paijo.     

Paijo mundur dan menutup pintu dengan kencang, sehingga kamar Nona bergetar. Nona yang membuka sedikit selimut tersenyum geli dia juga terkikik seperti Winarsih. Ketiganya menatap ke arah Nona yang terkikik di balik selimut.     

"Hebat sekali anda Nona manis, kita di sini spot jantung karena ulah ke dua hantu itu anda tertawa. Hebat anda," cicit Paijo.     

Paijo menarik Ian kembali ke tempatnya sambil mengumpat. Dia kesal karena tidurnya harus terganggu oleh kedua hantu yang menyebalkan. Suara gubrak dari luar tidak di hiraukan sama sekali oleh mereka.     

"Kalian jika ingin ikut bermain malam silahkan, aku sudah lelah dan ingin tidur. besok aku akan kerja." Paijo sudah tidak peduli lagi, dia sudah benar-benar ngantuk.     

Gubrakk ... gubrakk ...     

Pintu kamar Nona tidak berhenti berbunyi. Makin keras dan membuat Dino dan Mamang saling tatap. Nona menutup telinganya. Dia tidak tahu harus apa saat ini. Dino yang melihat Nona tidak tidur hanya bisa menghela nafas.     

"Non, tidur lagi. Tutup saja matamu. Jangan dengarkan dia, biarkan dia bermain sesamanya. Kalau siang mereka tidur, malam mereka berjaga," ucap Dino.     

Nona menganggukkan kepalanya, dia melihat Dino yang tersenyum padanya. "Kamu tidur saja, sudah tengah malam ini, besok telat kerja," jawab Nona lagi.     

Dino tersenyum mendengar perhatian Nona, dia merasakan hatinya menghangat. Paijo yang mendengar pembicaraan ke duanya mencibirkan mulutnya.     

"Jika mau pacaran jangan di sini. Pergi sana jauh-jauh, aku sudah kesal sama yang di luar, jangan sampai aku kesal sama kalian berdua," teriak Paijo.     

Mamang yang melihat pertengkaran keduanya hanya geleng kepala. Suara gadoh di luar masih terdengar sangat keras. Paijo yang memejamkan matanya mengumpat dalam hati.     

"Apa maksud makhluk menyebalkan itu. Aku sudah tidak tahan untuk melempar mereka ke laut, biar dimakan hantu laut," rutuk Paijo sambil matanya terpejam.     

Dino yang di sebelah Paijo terkekeh. "Kau keluar lah sana kasih tahu dia, kalau kau ingin melempar dia. Mereka pasti akan pergi," kata Dino.     

Paijo membuka matanya besar-besar, dia tidak percaya apa yang dikatakan oleh Dino. Dia menatap Dino dengan tatapan curiga. Dino yang tahu Paijo menatapnya hanya cuek bebek.     

"Kau tidak bercandakan?" tanya Paijo dengan tatapan tajam.     

Dino mengidikkan bahunya ke atas. Dia saja tidak tahu apakah benar yang dia katakan. Paijo melirik kearah mamang untuk meminta penjelasan tapi, si Mamang lagi-lagi menggelengkan kepalanya. Si Mamang memejamkan matanya. Paijo yang melihat Mamang memejamkan matanya mendengus kesal.     

Gubrakk!     

Suara dari luar lagi-lagi terdengar, Paijo hanya bisa diam dan mengumpat dalam hati. Paijo memaksa untuk menutupkan matanya. Dia tidak mau memikirkan yang di luar. Biarkan saja dua makhluk menyebalkan itu membuat keributan di luar.     

Pagi yang sejuk dan sunyi sepi membuat Dino dan yang lainnya meringkuk, suara azan berkumandang menggema di seluruh rumah sakit. Mamang yang terbangun mulai bergegas untuk menjalankan ibadah begitu juga dengan yang lainnya. selesai ibadah, mereka berbaring kembali.     

"Apa yang terjadi tadi malam?" tanya Ian pada Dino dan yang lainnya.     

Paijo tidak menyahut Ian, dia malah tidur kembali. Paijo tidak dapat tidur, dia hanya tidur sebentar saja. Ian yang menoleh ke kanan menatap Paijo yang sudah ngorok.     

"Dasar kebo, tidur mulu tahunya," cicit Ian.     

Dino menggelengkan kepalanya melihat Paijo yang kembali tidur. "Biarkan dia tidur. Dia tidak bisa tidur karena kelakuan dua makhluk itu. Oh ya, hari ini kita rencanakan yang telah kita sepakati. Mamang setuju kan?" tanya Dino.     

Mamang menganggukkan kepalanya, dia menoleh kearah Dino dan Ian. "Mamang, setuju saja. Lagian kalian tahu kan, Mamang hanya sebagai pendamping kalian saja. Mamang terlibat juga karena kalian," ucap Mamang.     

Ian terkekeh mendengar apa yang dikatakan oleh Mamang. Dia juga tahu karena ulah mereka si Mamang terlibat. "Mamang nggak ikhlas ya?" tanya Ian dengan muka memelas.     

"Iya, Mamang nggak ikhlas? Jika nggak ikhlas harus ikhlas. Ini demi semuanya, kita juga masih kumpulkan data lagi ini dan jika sudah terkumpul, kita publik ke surat kabar," kata Dino lagi.     

Mamang menghela nafas panjang mendengar perkataan Dino. "Apa nona sudah bisa pulang?" tanya Mamang lagi.     

"Kita tanya dokter saja, nanti baru kita minta dokter mengizinkn Nona pulang." Dino melihat kearah Mamang kembali.     

"Baiklah kalau begitu. Mamang ikut saja, asal kita bisa menjaga Nona dari kejauhan, kalian tahu sendiri Bram itu lebih sadis dari Narsih. ya, walaupun sama-sama sadis. tapi, tetap harus waspada," kata Mamang Dadang.     

Keduanya menganggukkan kepalanya, tv ruangan Nona menyala dan berita tentang pembunuhan tersiar. Satu persatu potongan dikumpulkan polisi di hutan tempat mereka menyaksikan keganasan Winarsih.     

"Aku tidak sanggup melihat itu. Lihat lah, mereka begitu menggenasakan, malah lebih dari sebelumnya. Aku tidak melihatnya secara langsung tapi aku bisa tahu kalau semuanya itu terjadi dalam waktu yang singkat," ucap Ian lagi.     

Ian saat kejadian pingsan dan tidak mengetahui itu semua, dia terbangun setelah perjalanan meninggalkan hutan itu. "Apakah yang Bram akan lakukan Dino? Apa dia akan mengirim anak buah lagi? Atau dia ingin turun langsung menghadapai si Mbak manis itu?" tanya Ian.     

Dino mengidikkan bahunya. Dia tidak tahu apakah yang dipikirkan oleh Bram dan temannya. yang pasti mereka bisa menyelesaikan semuanya dan hidup aman itu intinya.     

"Jimat itu membuat kita makin kesulitan untuk membunuh dia, sebenarnya bukan kita tapi Narsih." Dino memijit keningnya dengan kencang.     

Dia makin pusing karena jimat itu, dia jadi lama bersama si Mbak manis itu. Harusnya sudah eksekusi, sekarang malah makin lama dan entah sampai kapan. Kejadian demi kejadian harus mereka lewati, yang ujungnya banyak yang terbunuh.     

"Aku harap dia tidak main dukun lagi. Jika main dukun alamat kita makin sulit menjangkau mereka semua. Aku juga makin sulit bernapas melihat korban Winarsih yang berjatuhan, padahal mereka tidak bersalah tapi lihatlah, banyak yang jadi korban." Ian menghela nafas panjangnya.     

"Apa menurutmu dia dukun lagi? Jika iya mereka ke sana maka, Winarsih sulit mendekati dia dan Nona pasti makin lama bersama Bram," ucap Dino.     

Mamang dan Ian mengganggukkan kepalanya. mereka juga tidak tahu apakah Bram ke dukun atau tidak. "Jika dia ke dukun dan minta sesuatu yang membuat Narsih menjauh maka kita yang akan di bunuh sama Narsih," jawab Ian sekenaknya.     

"Narsih baik, tidak mungkin dia melakukan pada orang yang tidak salah," ucap Mamang lagi.     

Dino pun menganggukkan kepalanya, dia setuju apa yang dikatakan Mamang Dadang. Winarsih tidak mungkin membunuh mereka karena gagal balas dendamnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.