Dendam Winarsih

Pindah Makam 2



Pindah Makam 2

0Bram yang sudah membeli semua yang diminta Deki menunggu kabar apakah nanti malam mereka bertemu dengan dukun itu atau tidak.     

Drt ... drt ...     

"Halo, Deki bagaimana? Apa mau dukun itu bertemu?" tanya Bram.     

"Halo, Bram kamu bisa jemput aku dan Diman. Kita ke tempat dukun itu. Bawa sekalian bunga atau apalah itu," jawab Deki pada Bram.     

Panggilan keduanya putus seketika tanpa ada jawaban dari Bram. Deki mendengus kesal karena Bram langsung mematikan ponselnya tiba-tiba. "Dasar nggak punya akhlak sama sekali, " kesal Deki.     

"Dia ke sini Deki?" tanya Diman.     

Deki menganggukkan kepalanya, dia meletakkan ponsel di meja kerjanya. "Iya, dia akan datang, dia akan jemput kita untuk ke rumah dukun itu," ucap Deki.     

Diman memandang ke arah jendela kantor Deki. "Kenapa kita bisa seperti ini. Kita sudah dua kali mau ke dukun. Kali ini dukun ini minta kita ke sana dan bawa hal yang aneh. Dan lebih parahnya kita harus pindah makam, tujuannya apa coba kita harus pindahkan makam itu? Kalau memang itu bisa buat hantu itu menjauh tidak apa, jika masih sama saja dan makin parah bukannya itu percuma," ucap Diman.     

Deki pun berpikiran sama, mana mungkin hantu itu menjauhi mereka jika dendamnya saja belum terbalaskan. "Kau benar, dia punya dendam sama kita, jadi jika dia pergi begitu saja itu mustahil. Sekarang kita hanya ikut saja alurnya dan menunggu apakah kita akan hidup atau tidak nantinya," ucap Deki.     

Ponsel Deki berdering dan terlihat id penelpon Bram tertera di ponsel Deki. "Halo Bram, dimana?" tanya Deki.     

"Aku sudah di parkiran, cepatlah turun," ucap Bram lagi.     

"Ok, tunggu ya. Aku dan Diman turun sekarang." Deki melirik ke arah diman. "Ayo kita pergi sekarang, jangan terlalu lama. Aku tidak mau ada yang mengikuti kita nanti," ucap Deki pada Diman.     

Diman menganggukkan kepalanya. Dia langsung ikut bersama Deki untuk menemui Bram. Bram yang menunggu sahabatnya menelpon anak buahnya yang menjaga rumah Nona.     

"Halo, bagaimana dengan wanita itu? Apa ada yang datang ke rumahnya atau tidak?" tanya Bram pada anak buahnya.     

"Halo pak Bram. Tidak ada yang datang ke rumah wanita itu. Sepertinya mereka sudah tidak bersama, terlihat wanita itu hanya pergi sendiri ke supermarket, setelah itu pulang kembali ke rumah," ucap anak buah Bram.     

Bram menganggukkan kepalanya, dia tahu kalau Nona berkata jujur, kalau dia tidak berhubungan lagi dengan tiga orang itu.     

"Bagus, awasi terus jangan sampai lengah," ucap Bram.     

Panggilan berakhir, Deki dan Diman sudah berdiri di luar mobil Bram. Bram membuka pintu dan keduanya langsung masuk dalam mobil Bram.     

"Ayo kita pergi. Aku sudah kabari mbah itu. Dia juga yang minta kita datang, sepertinya dia mau kita mendengarkan petuah dia," kekeh Deki.     

Bram berdecih mendengar apa yang di katakan Deki. Bisa-bisanya dia berkata seperti itu. Mobil Bram melaju menuju luar kota untuk bertemu dengan dukun itu.     

"Deki, kau tahu dukun itu dari siapa?" tanya Bram.     

Deki yang tidak mendengar apa yang dikatakan oleh Bram hanya diam saja. Bram. mendengus kesal karena perkataan dia di cuekin oleh Deki.     

"Dia ketemu dari koleganya. Entah benar entah nggak aku nggak tahu Bram," jawab Diman.     

Diman sudah terlalu malas untuk pergi, dia juga sudah lelah untuk berhadapan dengan Winarsih. Bram melihat Diman yang sepertinya tidak ikhlas untuk pergi ke rumah dukun itu.     

Perjalanan menuju rumah dukun itu lumayan cukup jauh, hampir empat jam. Setelah empat jam, Bram akhirnya sampai di rumah gubuk dukun itu.     

"Deki, apa ini rumahnya?" tanya Bram pada Deki.     

Deki melihat alamat yang dia dapat dan mencocokkannya. Diman melihat sekitar rumah dukun hampir sama dengan dukun pertama.     

"Iya, ini rumahnya. Ayo kita turun. Dan bawa semuanya ke dalam," ucap Deki.     

Bram menganggukkan kepalanya, dia membawa apa yang dia beli tadi di pasar. Ketiganya berjalan cepat untuk sampai ke rumah dukun itu.     

Tok ... tok ...     

Ceklekk!     

Pintu terbuka terlihat dukun dengan wajah datar menyambut mereka. "Silahkan masuk, kalian dari kota bukan?" tanya dukun itu.     

Deki menganggukkan kepalanya. Ketiganya masuk ke dalam rumah dukun itu. Sama seperti rumah dukun yang lalu. Apakah dia akan bernasib sama dengan dukun sebelum atau tidak entah lah pikir Diman.     

Ketiganya duduk dan menyerahkan apa yang mereka beli. "Ini yang mbah minta, apakah langkah selanjutnya," ucap Deki.     

Dukun itu mengambil apa yang dibawa saa Bram dan lainnya. Dukun itu menganggukkan kepalanya dan langsung melakukan ritual. Aroma menyan dan kembang menyengit sampai ke hidung mereka.     

"Kalian membunuhnya ya? Dan dia menuntut balas kepada kalian. Sampai kapanpun kalian akan dikejar, dia ingin nyawa dibalas nyawa," ucap dukun itu lagi pada Bram dan sahabatnya.     

Deki menelan salivanya mendengar apa yang dikatakan dukun itu. "Apa tidak ada yang bisa kita lakukan?" tanya Deki dengan wajah penasaran.     

Dukun itu mulai menyiram bunga yang ada di depannya. Asap mengebul dari tempat pembakaran yang dukun itu gunakan.     

"Kalian pindahkan makam itu. Dan bawa jasadnya ke sini," ucap dukun itu.     

"APAAAAA?" tanya ketiganya dengan suara teriak.     

Dukun itu tersenyum melihat reaksi ketiganya. "Kalian tidak sanggup bukan? Itu lah yang bisa kalian lakukan. Dengan begitu kita bisa manfaatkan jasad wanita itu, dia akan sibuk mencari jasadnya bukan kalian. Sampai pada akhirnya kita akan buat jasad itu akan berubah menjadi kerangka, dia akan hilang dengan sendirinya," ucap dukun itu lagi pada ketiganya.     

Deki melihat Bram dan Diman. Dia meminta jawaban dari kedua temannya itu. Karena bukan hanya dia saja yang punya kepentingan ini.     

"Apa mbah yakin kita bisa buat dia menjauhi kita?" tanya Bram dengan wajah penasaran.     

"Itu tergantung kalian, apakah kalian bisa melakukannya atau tidak. Jika kalian tidak bisa melakukan maka tidak di tutup kemungkinan itu akan berbalik ke kita," kata dukun itu lagi.     

"Yang kami bawa itu untuk apa?" tanya Diman.     

"Kalian akan mandi ini malam jumat keliwon, agar kalian bisa bawa mayat itu tanpa orang lain tahu. Kalian sanggup?" tanya dukun itu.     

Deki melihat Bram dan Diman lagi sambil memberikan kode pada keduanya. "Kalian sanggup tidak? Jika iya, ayo kita lakukan segera, jika nggak maka kita mundur saja dan menunggu hantu sialan itu memperlakukan kita dengan tidak baik kalian tahu kan maksudku," kata Deki.     

Diman dan Bram saling pandang satu sama lain. Mereka tidak punya pilihan lain. Merasa tidak punya pilihan keduanya menganggukkan kepalanya.     

"Kami bersedia. Kita pindahkan dimana makam itu?" tanya Bram lagi.     

"Itu akan saya lakukan nanti. Kalian lakukan tugas itu, bawa ke sini dulu mayat itu dan ingat jangan ada yang tahu kalian bawa mayat itu. Karena akan ada yang mengacaukan nanti saat kalian bawa mayat itu jadi kalian harus hati-hati," ucap dukun itu.     

Ketiganya menganggukkan kepalanya mengikuti apa yang dukun itu katakan. Dukun itu lalu mengambil bunga yang ketiganya bawa dan membaca mantra untuk ketiganya mandi. Setelah selesai dukun itu menyerahkan kepada ketiganya.     

"Mandikan ini tepat jam dua belas malam, jangan lewat dan pada malam jumat kliwon selanjutnya segera pindahkan. Jangan lupa halangan kalian cukup banyak salah satunya sama yang punya makam, tapi kalian jangan takut dia tidak akan bisa mendekati kalian," ucap dukun itu.     

"Baik Mbah," jawab ketiganya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.