Dendam Winarsih

pindah makam 3



pindah makam 3

0Bram dan temannya pulang ke rumah setelah mendapatkan semua yang dibutuhkan. Bram yang membawa mobil hanya bisa diam dan memikirkan semua yang terjadi.     

"Apa bisa kita pindah makam si Narsih itu?" tanya Bram lagi.     

"Apa kau ragu Bram?" tanya Diman.     

Deki melihat ke arah Bram dan Diman yang sedang membahas pindah makam itu lagi. "Kalian tidak bisa meneruskan pembicaraan ini di tempat umum, jika ada yang dengar maka kita akan ketahuan. Ingat kita ini sudah terlanjur maju dan nggak bisa mundur lagi. jadi jangan buat kita ragu, apapun yang terjadi kita harus tetap melakukannya." Deki memandang kearah Bram dan Diman bergantian.     

Bram hanya diam tidak mengeluarkan suara sama sekali. Bram melajukan mobilnya dengan kecepatan kencang. Sampai di rumah Deki sang rumah turun. Bram melajukan mobilnya langsung ke rumah Diman. Setengah jam mereka sampai ke rumah Diman.     

"Diman, kamu masih mau ikut pindah makam?" tanya Bram lagi.     

Diman menghela nafas panjang karena mendengar pertanyaan Bram tadi. Diman masih belum turun dari mobil Bram. "Bram, apa menurutmu kita tidak bisa menyerah saja, dia tidak butuh apapun, dia hanya mau kita mengakui kalau kita yang melakukannya, itu saja. Kamu tahu resiko kita pindah makam?" tanya Diman dengan wajah memelas.     

"Sudah terlanjur jauh, sekarang kita tidak bisa mundur lagi. Sekarang turunlah, aku mau pulang, aku lelah sekali ini," jawab Bram yang meminta Diman turun.     

Diman turun dari mobil Bram dan langsung masuk dalam rumah tanpa melihat ke arah Bram. Bram melajukan mobil menuju rumahnya. Narsih yang duduk di bangku belakang Bram hanya menatap tajam ke arah Bram.     

Dino yang sudah sampai di rumah bersama Ian dan Paijo bergegas turun dari mobil, ketiganya masuk ke dalam rumah untuk bertemu dengan Mamang.     

"Kalian sudah pulang? Mandi dulu sana habis itu kita makan bersama," ucap Mamang yang menatap ke arah Dino dan kedua sahabatnya.     

"Aku mau jemput Nona dulu, kalian tunggu lah di sini ya," ucap Paijo.     

"Kau yakin tidak ketahuan oleh anak buah Bram?" tanya Dino.     

Paijo menganggukkan kepalanya, dia langsung pergi menggunakan mobil Dino. Dino dan Ian masuk kamar untuk bersih-bersih.     

Setengah jam Paijo dan Nona sudah berada di rumah Dino. Dino dan Ian yang baru selesai mandi kaget melihat kedatangan Nona di rumah mereka.     

"Kalian tidak ketahuan oleh anak buah Bram?" tanya Dino.     

Nona menggelengkan kepalanya, Paijo masuk ke kamar dan mulai membersihkan tubuhnya. Ian membantu Mamang di belakang untuk bakar ikan. Nona merebahkan kepalanya di pundak Dino.     

"Aku tidak ketahuan Dino. Paijo dari pintu belakang, jadi kami pergi dari pintu belakang. kamu wangi sekali Dino," ucap Nona sembari tersenyum.     

Dino yang mendengarnya langsung tersenyum sipu. "Aku kan baru mandi, jadi tentu aku wangi," jawab Dino sambil mengedipkan matanya.     

Nona mencubit perut Dino dengan gemes. Ian yang melihat keduanya sedang bermadu kasih hanya berdehem. "Ehhhmm, jika mau bermadu kasih jangan di depan orang jomblo, benarkan Mamang?" tanya Ian sambil melirik Mamang.     

Si Mamang hanya tersenyum kecil mendengar apa yang dikatakan Ian. Dino dan Nona bangun dari kursi dan bergabung dengan Ian dan Mamang. Mereka membakar ikan di halaman belakang. Tidak berapa lama Paijo datang dan bergabung.     

"Kalian sudah kasih tahu sama Mang Jupri belum kalau makam si mbak manis mau dipindahkan sama pembunuh itu?" tanya Paijo.     

Dino menepuk keningnya, dia lupa mau menelpon Mamang Jupri tadi siang. "Aku lupa mau telpon Mamang, bentar aku telpon dia dulu," ucap Dino lagi.     

Tut ... tutt ...     

Panggilan telpon Dino diangkat Mamang Jupri. "Halo, nak Dino apa kabar?" tanya Mamang lagi.     

"Halo Mang, kabar baik. Mamang gimana kabarnya? Baik kan?" tanya Dino dengan suara santai.     

"Baik, ada apa ini nak Dino?" tanya Mang Jupri.     

Dino menghela nafasnya karena ingin mengatakan pada Mamang tentang apa yang akan dia katakan. "Mereka mau pindah makam Narsih Mang," ucap Dino pada mamang Jupri.     

Mang Jupri yang di ujung telpon menjerit kencang mendengar apa yang dikatakan oleh Dino.     

"APAAAAA? PINDAH MAKAM?" tanya Mamang dengan suara teriakkan.     

Dino yang kaget mendengarnya langsung menjauhi telponnya dari telinga. Ian, Paijo juga Mamang melihat Dino yang menjauhi telpon dan mendengar teriakkan Mamang Jupri.     

"Mamang aja kaget, apa lagi kita. Pasti kaget lah. Lagian kita juga di sini kaget dengar apa yang dia lakukan." Ian menghela nafas panjang kala melihat Dino yang mengusap telinganya.     

"Mang sabar dikit lah, telingaku bocor kalau mamang berteriak seperti itu terus," ucap Dino lagi.     

"Sudah jangan banyak drama kamu, kenapa bisa dia pindahkan itu? Emangnya dia siapa si Narsih? Keluarganya kah atau suaminya? Ini nggak bisa dibiarkan sama sekali. Ini akan jadi mala petaka tahu tidak kamu Dino," ucap Mamang dengan suara gusar.     

"Mang, mana saya tahu Mang, lagian saya juga tidak tahu harus apa sekarang. Ian dan Paijo yang dengar tadi. Pembunuh itu pergi ke toko kembang yang menjual barang-barang seperti bunga dan lainnya. Saya dan Mamang Dadang saja kaget, jadi saya harus apa coba," jawab Dino kembali.     

"Ok, kalau begitu kita harus waspada dan kami akan berjaga di sekitaran tempat itu. Kalian yakin kan mereka akan ke sana?" tanya Mamang sekali lagi meyakinkan apa yang dikatakan oleh Dino.     

Dino menatap Ian dan Paijo dengan tatapan tajam, dia memberikan kode pada keduanya untuk membantunya bicara pada Mamang. Paijo yang tahu mengambil ponsel Dino.     

"Mang, saya dengar sendiri si ibu itu bilang seperti itu. dia beli berbagai macam untuk pindah makam, nah kalau bukan untuk makam si mbak manis untuk makam siapa? Mamang saja belum di kubur jadi bagaimana caranya mau dipindahkan makamnya," jawab Paijo dengan suara pelan.     

Dino dan Ian mengangga mendengar apa yang dikatakan oleh Paijo. "Sialan si Paijo, pakai sumpahin orang tua itu, kena kutuk baru tahu dia," cicit Ian.     

"Dasar anak kurang ajar kamu ya, seenaknya saja kamu nyumpahin saya cepat meninggal. saya datangi kamu baru tahu kamu. Ya sudah, kalau begitu kita akan berjaga di sini, kalian pantau dia di sana. Jangan sampai kita kecolongan paham," ucap Mamang Jupri dengan suara tinggi.     

"Baik mang, ya sudah kalau begitu," ucap Paijo balik.     

Panggilan keduanya akhirnya selesai, Paijo memberikan ponsel Dino kembali. "Mereka akan berjaga di kuburan Narsih, jadi kita tidak perlu risau lagi. Kalian juga harus berjaga terutama kamu Nona. Jangan sampai kamu buat diri kamu terhanyut dalam buaian dia." Ian menatap ke arah Nona dengan tatapan sinis.     

Nona yang dipandang Paijo hanya memutar bola matanya. Paijo kalau sudah ngomong pasti ada saja yang buat dia kesal.     

"Ia aku tahu Paijo. Makanya kamu juga harus jagain aku juga, jangan cewek kost sebelah yang kamu incar," cicit Nona     

Ian dan Dino juga Mamang memandang ke arah Paijo. Paijo yang sedang kipas bara api hanya terkekeh. "Namanya saja usaha. Lelaki tampan ya, pasti lah seperti itu. Mang, kenapa pindah makam? Tujuannya apa ya mang?" tanya paijo yang mengalihkan pembicaraan.     

Mamang mengidikkan bahunya. Dia saja tidak tahu kenapa, lagian dia tahu kalau pindah makam itu pasti karena hal tertentu. "Setahu saya, pindah makam itu karena makamnya anjlok, atau buat jalan mungkin atau juga karena keluarga mau pindahkan satu area makam dengan keluarganya. Itu pun harus benar-benar dipikirkan dan panggil ustad untuk mendoakan bukan sembarangan. Tapi ini orang lain, tentu ada maksud berbeda. Bukan pindah makam lagi, tapi ambil jasad kalau tidak salah," jawab Mamang lagi.     

"Apa ambil jasad Mang?" teriak mereka berempat.     

Mamang Dadang menganggukkan kepalanya, tidak ada lagi selain itu pikirnya. Keluarga bukan jadi kalau bukan itu apa lagi pikirnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.