Dendam Winarsih

Ritual Mandi Kembang



Ritual Mandi Kembang

0Bram yang sudah sampai di rumahnya langsung bergerak menuju lantai atas dia ingin segera melakukan ritual mandi kembangnya. Dia tidak mau menunda lagi ritual yang sudah dukun itu katakan.     

"Aku harus segera melakukan ritual ini, semoga hantu sialan itu pergi dari hidupku," ucap Bram dalam hati.     

Bram masuk dalam kamar mandi dan membuka bajunya. Jimat pelindung di letakkan di wastafel agar tidak terkena air saat mandi. Kembang yang sudah dia bawa dari dukun di letakkan dalam bathtub yang sudah dia isi dengan air.     

Bram mencium aroma semerbak dari kembang dan kembang melati. Bram sudah tahu kalau itu pasti Narsih. Dan benar saja, derit kaca sudah berbunyi.     

Krikkk!     

Deritan kaca terdengar sangat keras, Bram bergerak menuju wastafel dan mengambil jimat pelindung itu. Mata Bram melirik ke kiri dan kanan, dia tidak bisa lengah sama sekali. dia malah waspada terhadap narsih.     

"Keluar! akAkuu tahu kamu di sini. Jangan membuat aku takut. Kamu pikir aku takut hahhahhh! Aku tidak takut padamu, keluarlah!' teriak Bram dengan kencang.     

Bram masih melihat ke segala arah. Dia mencari keberadaan Narsih, namun tidak ada sama sekali. Bram mengepalkan tangannya dengan keras dia tahu kalau Narsih ada di sekitar dirinya. Bram bisa merasakan jika Narsih ada di dekatnya.     

Bram melihat sekelebatan orang jalan dari dinding kamar mandi menuju pintu keluar kamar mandi. Bram tersenyum smrik melihatnya. Dia sudah tidak takut bila nanti Winarsih ada di dekatnya malah berhadapan dengan dirinya.     

"Keluar lah kamu! Kenapa nggak berani keluar hahhh? Apa kamu takut dengan apa yang aku punya? Apa sekarang kamu sudah tidak mau lagi menakuti aku hmm? Atau golok kamu sudah tidak tajam lagi untuk menebas leher aku?" tanya Bram dengan suara meninggi.     

Winarsih yang berada di belakang Bram mulai meletakkan goloknya di pundak Bram. Bram tahu kalau itu pasti Winarsih. Bram berbalik dan menunjukkan jimat yang dia kalungkan. seketika Winarsih mundur dari hadapan Bram.     

"Kenapa? Kau takut dengan ini? Jangan takut sayang, sini sama Akang. Dari dulu Akang sangat mencintaimu sampai kau tiada pun Akang masih mencintaimu, jadi jangan menghindar dariku? Dan kau tahu kembang itu akan membuat Akang makin bergairah, Akang mau tidur denganmu, Akang ingin menikmati malam pengantin kita lagi, kau pasti sangat legit kan Narsih?" tanya Bram.     

Bram mendekati Winarsih yang mundur perlahan. Bram tahu kalau Narsih tidak bisa berdekatan dengannya karena jimat ini. "Kenapa Neng? Kenapa menjauh dari Akang, sini dekat Akang, Akang mau Neng dekat sama Akang, jangan menjauh sini dekat sama Akang," ucap Bram dengan nada mengejek.     

Winarsih yang berada di depan Bram menghilang secara tiba-tiba, dia tidak mau berdekatan dengan Bram. Bram yang melihat Winarsih pergi dari hadapannya tertawa.     

"Ini untungnya punya jimat ini. Sebentar lagi aku akan bawa jasad kamu dan tunggu saja aku akan buat kau mencari jasadmu bukan aku lagi yang kamu cari hahaha!" tawa Bram dengan suara lantang.     

Bram kembali meletakkan jimat itu di sebelah tempat mandi. Dia tidak mau jimat itu jauh dari dirinya. Dia tahu kalau Winarsih akan datang ke tempatnya tanpa dia ketahui. Bram mulai mandi kembang dia juga membaca mantra yang diberikan oleh dukun itu.     

Di tempat berbeda Diman dan Deki juga melakukan ritual yang sama, mereka mandi kembang agar tidak dihantui oleh Narsih. selesai mandi, keduanya keluar kamar dan melihat istri mereka tertidur pulas.     

"Maafkan Mas Dek, Mas tidak tahu bila masa lalu Mas bisa buat Mas melakukan semua ini. Andai saja Mas tidak melakukan ini mungkin Mas akan hidup tenang dengan kamu," ucap Diman.     

Diman menyesali kelakuan remajanya dulu. Dia terlalu mengikuti hawa nafsu sehingga harus berbuat kejam dengan seorang wanita. Begitu juga dengan Deki, dia juga merasakan hal yang sama dengan apa yang Diman rasakan. Deki yang masih muda terikut dengan kelakuan yang tidak baik.     

Di tempat berbeda, Dino dan Ian sibuk mencari cara untuk mengelabui anak buah Bram. dia ingin ke desa salak untuk bertemu dengan Mang Jupri.     

"Kalian sudah buat rumah Nona kelihatan berbeda?" tanya Dino.     

Ian dan Paijo menyergitkan keningnya. mereka tidak paham maksud dari perkataan Dino. Emang kenapa kalau rumah sepi pikir mereka.     

"Hubungannya dengan rumah sepi dan tidak apa Dino?" tanya Paijo lagi.     

"Kalau sepi tuh rumah ya, kita bisa lolos dari pantauan anak buah Bram, nah kalau ramai, bisa saja dia akan memberikan laporan pada bosnya jika rumah Nona rame, dia kan curiga. itu saja tidak tahu," ucap Dino lagi pada Ian dan Paijo.     

Keduanya menganggukkan kepalanya, mereka paham maksud dari Dino. Mobil melaju menuju desa salak. Mereka ingin mencari tahu dan mencegah pindah makam itu.     

"Nona, gimana tangan kamu sudah baikkan?" tanya Paijo.     

Nona menganggukkan kepalanya, dia menunjukkan pada Paijo kalau tangannya sudah baikkan. Paijo yang duduk di sebelah ian menganggukkan kepalanya.     

"Bagus kalau sudah sembuh, besok jangan pegang Bram, tapi tusuk saja tuh orang. gara-gara dia kita lama menyelesaikan masalah ini. Nanti masalah apa lagi yang dia buat, kenapa nggak ngaku saja ke kantor polisi kan kita bisa hidup tenang," ucap Ian dengan wajah kesal.     

"Sudah, jangan diperpanjang lagi, lagain kita ikuti saja dia mau apa. Lagian kita tidak mungkin kan nangkap dia tanpa kejelasan, walaupun bukti ada tapi kita belum cukup kuat. Pengakuan mereka yang kita butuhkan," ucap Paijo.     

Semuanya terdiam sesaat mendengar apa yang Paijo katakan. Nona menepuk pundak Dino dengan kencang. Dino yang sedang menyetir kaget. "Kenapa kamu Nona? Main tepuk segala. Aku lagi nyetir ini kalau kita kecelakaan bagaimana," sungut Dino dengan wajah kesal.     

Nona tertawa geli melihat wajah Dino yang kesal. "Kata Paijo kita bisa minta pengakuan mereka kan, bagaimana kita mengikuti teman mereka saja, kita kan bisa merekam pembicaraan mereka, nah dengan begitu kita bisa seret mereka ke kantor polisi, bagaimana?" tanya Nona pada Dino dan lainnya.     

Dino, Paijo, Ian dan Mang Dadang saling pandang. Ian dan Paijo memberikan kode satu sama lain. "Apa kamu yakin kita bisa mendapatkan info dari mereka?" tanya Ian lagi pada Nona.     

Nona mengidikkan bahunya. Dia saja tidak tahu apakah itu berhasil. "Kita kan belum mencoba, jadi bisa saja kita tidak tahu hasilnya. Kalau cari tahu sama Bram yang ada kita yang disikat, lebih baik cari sama salah satu dari temannya," ucap Nona.     

"Aku setuju, keduanya kan hanya mengikuti saja dan siapa tahu mereka mau buka suara. lagian mereka juga tidak tahu kita siapa bukan, yang tahu Bram saja. Jadi untuk mengorek informasi aku rasa bisa lah sedikit demi sedikit," ucap Dino.     

"Mamang juga setuju. Dengan begitu kita bisa kumpulkan bukti sebanyaknya. Setelah semua terkumpul baru kita laporkan ke polisi, jika belum cukup jangan dulu." Mamang menatap Dino yang duduk di sebelahnya.     

Dino dan lainnya menganggukkan kepalanya, mereka setuju apa yang dikatakan oleh mamang dan ide Nona. Anggap saja ini bukti tambahan untuk mereka nantinya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.