Dendam Winarsih

Malam Kliwon



Malam Kliwon

0Dino dan yang lainnya sudah memasukki desa salak. Mereka mulai melewati dua kuburan yang biasa orang-orang lewat. Ian cukup merinding karena melewati dua kuburan yang pernah dia dan kedua temannya lewat.     

"Cepat sedikit Dino, aku merinding jika lewat dua kuburan ini," ucap Ian pada Dino.     

Dino hanya diam saja, dia juga mengklakson mobilnya, Dino tidak pernah lupa apa yang dikatakan oleh Mang Jupri. Sampai pada penginapan Mang Jupri mobil berhenti dan terlihat Mang Jupri sudah menunggu kedatangan mereka.     

"Ayo kita turun sekarang, kita jumpai Mang Jupri dulu dan kita bicarakan sekarang masalah pindah makam Mbak manis," ucap Dino lagi.     

Ian dan Paijo turun bersama dengan Nona dan Mang Dadang. Mang Jupri yang melihat kedatangan mereka segera bangun dan menyambut Dino dan kawan-kawan.     

"Mang, bagaimana kabarnya?" tanya Dino.     

"Baik kok, ayo masuk dulu ke dalam penginapan. Kita bicara di dalam agar lebih nyaman." Mang Jupri mengajak mereka semua masuk untuk membicarakan masalah yang terjadi.     

Di dalam ada Bibi Sum yang sudah menyediakan makanan untuk Dino dan kawan-kawan. Nona menghampiri ini Bibi Sum dan memeluk Bibi Sum.     

"Apa kabar Bibi Sum? Bagaimana situasi desa Bibi?" tanya Nona.     

Bibi tersenyum melihat Nona menghampiri dirinya. "Baik nak, kamu sehat juga. Situasi di sini biasa saja nak Nona," ucap Bibi Sum.     

"Ayo ajak mereka untuk makan dulu, nanti baru bicara lagi," ucap Bibi Sum lagi pada Nona.     

Nona menganggukkan kepalanya, dia mendekati Dino dan lainnya. Dino melihat Nona yang mendekati dirinya.     

"Kata Bibi ayo makan, nanti kita bahas lagi." Nona mengajak Dino, Ian, Paijo juga Mamang untuk makan malam.     

Dino dan lainnya ikut bangun dan menuju meja makan. Mereka makan dengan lahap tidak ada yang bicara sama sekali. Ian yang lahap tercium aroma menyan dan kembang yang sangat harum.     

"Aku mencium sesuatu lah, kalian tidak menciumnya?" tanya Ian.     

Paijo mulai mencium aroma yang sama dengan apa yang dicium sama Ian. Dia menganggukkan kepalanya dengan pelan. "Kamu benar Ian. Dan ini sangat dekat sekali. apa ini sering terjadi ya Mang?" tanya Paijo.     

Mang Jupri menggelengkan kepalanya, dia juga heran kenapa aroma ini terjadi beberapa hari ini. "Ini baru terjadi dan kalau pun ada pasti hari tertentu saja, tapi ini sejak kalian katakan pindah makam itu, aroma ini tercium hampir tiap malam. Dan beberapa hari lagi jumat keliwon jadi kalian tahu kan maksud jumat keliwon itu apa? Banyak ritual yang aneh," ucap Mang Jupri.     

Ian menghentikan makannya dan melihat kearah Mang lagi. Apa maksud dari Mang pikirnya. "Maksud Mang apa? Apa yang mereka lakukan kalau jumat kliwon? Apa mereka melakukan sesuatu yang aneh?' tanya Ian dengan wajah penasaran.     

Mang Jupri dan Mang dadang menganggukkan kepalanya. "Ada beberapa orang melakukannya dan ada juga nggak." Mang Dadang menjelaskan pada Ian dan Paijo.     

"Aku rasa mereka semua tidak punya kerjaan ya?" tanya Paijo lagi.     

Mang Jupri mengidikkan bahunya karena tidak tahu mereka melakukan. "Kalian harus berjaga apa lagi malam kliwon nanti. Karena aku yakin mereka akan mengincar makam Narsih," ucap Mang Jupri dengan wajah serius.     

"Apa mereka mau mengambil jenazah pas malam kliwon kah Mang?" tanya Ian.     

"Apa tidak ada hari lagi ya selain hari itu Mang?" tanya Paijo dengan serius     

Mang Jupri menghela nafas panjang, bukannya tadi sudah di sebutkan, kenapa masih ditanya lagi pikirnya. "Saya tidak tahu sama sekali. Lagian itu lah waktu yang pas, kita harus melihat ke lokasi saja, " kata Mang Jupri.     

Mamang jupri melihat Ian dan Paijo yang mengangga. Dino dan Nona memandang kearah Mamang yang mengatakan akan terjun langsung kuburan untuk mencari tahu benar apa tidak.     

"Mamang tidak bercandakan? Kita diminta untuk kekuburan?" tanya Ian dengan wajah penasaran.     

Mang Dadang mengganggukkan kepalanya, dia tidak mungkin bohong. "Kalau mau lihat benar atau tidak yang kalian katakan ya harus ke sana. Dan besok malam jumat kliwon, jadi besok kita ke sana. Tidak boleh terlalu banyak, nanti bisa jadi ribut." Mang Dadang mengatakan dengan wajah serius.     

"Iya, kita hanya panggil beberapa orang saja, dan jika targetnya makam Narsih, maka makam itu yang kita jaga. Jangan yang lainnya, kalian lihat kan kalau jasadnya masih sama dengan aslinya dan itu sangat aneh. Jadi bisa saja jenazah itu jadi incaran para dukun untuk mencoba ilmu," ucap Mamang lagi.     

"COBA ILMU?" tanya yang lainnya dengan suara memekik.     

Mamang Dadang dan Mamang Jupri menganggukkan kepalanya. Ian dan Paijo saling pandang satu sama lain. "Mang, apa itu penting ya? Kan kasihan sama keluarganya. apa tidak punya hati kah mereka mengambil itu untuk mencoba ilmu," ucap Ian pada Mamang.     

"Kalau tidak ada hati mana mungkin Narsih di bantai sampai sekejam itu. Dan kita di sini juga karena ingin membantu membalaskan dendam Winarsih. Kalau tidak mana mungkin kan kita di sini. Pembunuhnya juga licin seperti belut. Segala macam dia lakukan dan kita juga mengikuti mereka sampai harus menjaga makam dia kan, jadi apa kita punya pilihan lain?" tanya Dino dengan wajah sedikit kesal.     

Ian dan Paijo juga Nona saling melihat satu sama lain. Mereka menggelengkan kepalanya. "Tidak ada yang harus kita lakukan saat ini, selain ikutin rencana dia," kata Paijo lagi.     

Bibi Sum yang melihat Dino dan yang lainnya sedikit risau. Bibi Sum menepuk punggung tangan Nona. "Sudah jangan mikirin itu lagi. kalian pasti bisa melakukannya," ucap Bibi Sum pada Nona.     

Nona tersenyum kecil mendapatkan perhatian dari istri Bibi Sum. "Terima kasih ya Bibi Sum. saya harap semuanya selesai dengan baik." Nona menggenggam tangan Bibi Sum. Bibi Sum tersenyum mendengar apa yang dikatakan Nona.     

Dino dan lainnya yang sudah selesai makan duduk di ruang tamu. Mereka merasakan aroma kembang melati yang sangat dekat dengannya. Ian memberikan kode pada Paijo, Paijo yang tahu hanya berdehem saja.     

Lampu ruang tamu tiba-tiba padam dan nyala begitu seterusnya. Mamang Dadang dan Mamang jupri saling pandang. tidak ada yang mau bergerak.     

"Dino, kamu lihat sana. Kamu kan paling berani untuk hal seperti ini, coba lihat sana," ucap Ian.     

Ian dan Paijo sudah merapat satu sama lain. Dino yang diminta untuk melihat hanya mendengus kesal. "Kenapa harus aku? Bukannya kalian yang di sini juga bisa. Kalian harus temani aku juga lah," ucap Dino dengan wajah kesal.     

"Ian, Paijo sudah sana temani Dino. Jangan biarkan dia sendiri saja, kasihan dia itu," ucap Nona pada keduanya.     

Ian dan Paijo menggelengkan kepalanya. mereka tidak mau melihat Narsih dan siapa tahu ada kawannnya selain Narsih. "Kami takut, Mamang Dadang dan Mamang Jupri saja. Kami jaga kalian saja di sini," ucap Ian dengan senyum manis.     

Nona membolakan matanya. Dia tidak tahu harus mengatakan apa lagi. Dia juga tidak tahu kenapa kedua sahabatnya ini penakut. "Ayo Dino, aku temani kamu saja, kita lihat keluar saja," ucap Nona.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.