Dendam Winarsih

Peringatan Dukun



Peringatan Dukun

0Bram yang sudah mandi kembang yang diberikan oleh dukun bergegas keluar dari kamar, dia selesai melakukan ritual dari sang dukun. Bram keluar dari kamar mandi sambil memakai jimat pelindung yang diberikan oleh dukun yang terdahulu.     

Drt ... drt ...     

Ponsel Bram berbunyi cukup keras, Bram mengambil ponsel dari atas nakas, dia langsung melihat id penelpon yang tertera di ponselnya. Deki, nama itu yang tercantum di ponselnya.     

"Halo, ada apa Deki?" tanya Bram.     

"Bram, besok kita ke rumah dukun itu. Tadi aku menanyakan apakah kita jadi ambil jasad wanita itu atau tidak, dia menjawab kita harus ke sana karena ada yang penting katanya. Apa bisa kamu ikut aku ke sana? Diman juga ikut kita juga kok," ucap deki pada Bram.     

"Boleh, jam berapa kita pergi ke sana? Aku harus cocokkan dengan jadwal kantorku dulu. Aku tidak mau melewatkan pekerjaaanku," ucap Bram pada Deki.     

Deki terkekeh mendengar apa yang dikatakan Bram. "Bram, kita perginya tidak lah lama. lagain kau juga kan bosnya, jadi bisa lah kau kasih ke anak buahmu untuk mengurusnya. Besok jumpai aku di kantor jam sepuluh pagi. aku akan kasih tahu Diman. Aku tidak tahu dukun itu mau apa," ucap Deki lagi kepada Bram.     

Bram menganggukkan kepalanya, dia ikut saja apa yang dikatakan Deki. Panggilan keduanya berakhir, Bram merebahkan dirinya untuk tidur. Esok harinya Bram sudah bersiap untuk kekantor Deki. Dia tidak mau terlambat untuk ke kantor Deki.     

Satu jam perjalanan Bram menuju kantor Deki, dia tidak memakai supir untuk ke tempat Deki. sampai di parkiran, Bram menelpon Deki.     

Tut ... tut ...     

"Bram, sebentar ya aku akan turun ke bawah." Deki menjawab panggilan telpon Bram.     

Panggilan keduanya berakhir, Bram langsung menyimpan ponselnya kembali di dalam saku celananya. Tidak berapa lama Deki dan Diman menghampiri Bram di mobil.     

"Ayo kita pergi sekarang, dukun itu sudah menunggu kita," ucap Deki pada Bram.     

Bram langsung menuju ke rumah dukun yang Deki maksudkan. Ketiganya tidak ada yang berbicara sama sekali. Mereka hanya diam sampai di tempat tujuan. Bram tidak tahu apa yang akan dukun itu katakan.     

"Dukun itu mau apa?" tanya Bram pada Deki.     

"Entahlah, dia hanya meminta kita datang saja. Padahal hari ini kita akan ke desa salak untuk pergi mengambil mayat Narsih, tapi dukun itu meminta kita untuk ke rumahnya," ucap Deki.     

Bram, Deki dan Diman sampai di tempat dukun itu. Mereka turun dari mobil dan langsung menuju rumah dukun itu. Kedatangan ketiganya langsung disambut oleh dukun itu.     

"Mari masuk, saya sudah menunggu kalian," Ucap dukun itu pada Bram dan temannya yang lain.     

Bram dan kedua temannya masuk ke dalam rumah dukun itu. Ketiganya duduk di depan meja dukun itu. Asap dan aroma menyan menyeruak ke dalam indera penciuman mereka.     

"Kalian tidak tahu bukan kenapa saya meminta kalian ke sini?" tanya dukun itu pada Bram dan kedua temannya.     

Bram dan kedua temannya menggelengkan kepalanya, mereka tidak mungkin mengatakan tahu. Bram menunggu jawaban dari dukun yang memanggil mereka ke rumahnya.     

"Kalian tidak bisa ke sana, mereka sudah tahu kedatangan kalian. Dan saya memperingatkan kalian Narsih bukan tandingan kalian. Jika kalian datang hari ini maka kalian yang akan dikubur bersama dia." Dukun itu akhirnya mengatakan pada Bram dan kedua temannya.     

Deki menatap Bram, dia tidak menyangka kalau apa yang mereka lakukan akan ketahuan oleh warga desa salak. Diman sudah tahu kalau mengambil atau pindahkan makam itu tidak akan bermanfaat yang ada mereka yang akan dikejar sama Narsih.     

"Saya sudah katakan pada kalian bukan. Kita menyerah saja, jika kita paksakan maka kalian akan buat kita dalam bahaya dan kita yang akan meninggal," ucap Diman.     

Bram menatap tajam ke arah Diman, dia tidak tahu harus berkata apa lagi pada Diman. Diman selalu menyerah dan tidak mau ikut dalam hal yang berhubungan dengan Narsih.     

"Jika kau mau menyerah, sudah menyerah saja. Jangan panggil aku jika kau nanti akan dibunuh sama hantu sialan itu. aku tidak akan bertanggung jawab sama sekali," ucap Bram pada Diman.     

Bram terlanjur emosi melihat tingkah Diman. Dia terlalu cepat menyerah pada apa yang terjadi. Dukun itu melihat Bram dan Diman bertengkar hanya masalah ini.     

"Bram, sudah jangan bertengkar. Kita di rumah orang, kamu tahu kan kalau kita ini sedang memikirkan caranya agar terbebas dari Narsih itu, jadi jangan bertengkar kalian," ucap Deki yang menjadi penengah di antara keduanya.     

"Bukan aku tidak mau terbebas dari Narsih. Yang kita hadapi bukan manusia, kau harus paham itu. Kau dengarkan apa kata si mbah ini. Dia peringatin kita, jadi harusnya kalian sadar. Jika kalian tetap mau ke sana pergi silahkan saja, warga akan menghakimi kalian dan kalian akan mati konyol, jangan lupakan peringatan dukun," ucap Diman.     

Diman bangun dari tempat duduknya dan pergi meninggalkan keduanya. Deki hanya menghela nafas panjang melihat Diman pergi dari rumah dukun itu. Dukun itu melihat ke arah Bram dan Deki.     

"Benar kata temanmu itu. Kalian menyerah saja, kalian akan kehilangan nyawa kalian. Mengambil jenazah Narsih sama saja kalian mengantar nyawa kalian. Dan kalian tahu kalau sesungguhnya kalian itu tidak bisa lari dari dia. Tapi jika kalian tetap mau mengambilnya, jangan hari ini. Warga sudah tahu niat kalian. Kita tunggu malam jumat kliwon lagi. Saya akan hubungi kalian kembali, kita tidak boleh gegabah. Pulanglah kalian, nanti kapan waktunya saya kabari lagi," ucap dukun itu pada Bram dan Deki.     

Bram dan Deki akhirnya permisi pulang. Mereka sangat malu pada dukun itu karena kelakuan mereka yang bertengkar di depan dukun itu. Bram mengepalkan tangannya, dia tahu ini pasti ulah anak yang bekerja di kantor koran itu.     

"Aku yakin, ini pasti tiga pemuda itu. Pemuda yang bersama Nona, wanita yang wajahnya mirip dengan Narsih," ucap Bram lagi pada Deki.     

Deki memandang ke arah Bram. dia tidak mengerti apa yang Bram katakan. "Maksudnya apa Bram? Aku tidak mengerti sama sekali. bukannya tidak ada yang tahu kalau kita mau ambil itu mayat Bram, dari mana ketiganya tahu. Kau jangan asal menuduh Bram," ucap Deki lagi.     

Keduanya masuk dalam mobil, mereka melihat Diman sudah duduk di dalam dengan kepala di tadahkan ke atas. Bram dan Deki melihat ke arah Diman.     

"Diman kamu baik sajakah?" tanya Deki.     

Diman hanya berdehem saja, dia tidak mau berbicara terlalu banyak. Dia lelah harus berhubungan dengan dunia supranatural. Dia tidak mau memikirkan tentang dunia tersebut. Mobil Bram melaju meninggalkan tempat dukun itu.     

Bram memikirkan peringatan dukun itu. Dia harus sabar untuk memindahkan makam Narsih. Jika dia tidak bernapsu maka yang ada dia celaka. Dan tentunya dia tidak akan bisa melenyapkan hantu penganggu itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.