Dendam Winarsih

Kuburan Seram



Kuburan Seram

0Dino dan lainnya sudah berada di kuburan, hanya beberapa orang saja yang ke sana. sisanya tidak mau alasan takut. Dan benar saja kuburan yang mereka datangi sungguh menyeramkan sekali.     

"Mang, ini sumpah seram sekali dan tahu tidak bulu kudukku merinding Mang, belum pernah pencari berita kriminal bisa sampai ke sini," ucap Ian.     

Ian yang duduk di dekat semak-semak yang tidak jauh dari makam Narsih dan suaminya. Paijo yang mendengar ucapan Ian pun menganggukkan kepalanya. Dia benar-benar sangat takut dan jiwanya meronta ingin pulang.     

"Aku lebih baik bertemu mertua yang galak dan kejam dari pada melihat dan berada di sini. Lihat saja sekitar kita tidak ada siapa pun," ucap Paijo lagi sambil melihat sekeliling.     

Ian memukul kepala Paijo dengan tangannya. Paijo yang dipukul oleh Ian meringis kesal. Dia kembali memukul Ian. Ian mendengus kesal karena Paijo memukul kepalanya.     

"Kenapa kamu memukulku Paijo, apa kamu tidak tahu kalau kepala itu fitrah di hari lebaran?" tanya Ian yang mulai kesal.     

"Kamu duluan kan yang memukulku, jadi satu sama," ucap Paijo lagi.     

Dino yang mendengar pertengkaran keduanya menolak keduanya keluar dari semak. Ian dan Paijo yang ditolak mengeraskan badannya. "Kenapa kamu menolakku Dino? Apa kamu tidak tahu kalau suasana di sini sangat menakutkan. Kamu tidak lihat apa sekitar kita ini, tidak ada orang sama sekali. Dan lihat kuburan semua," kesal Ian pada Dino.     

"Tahu nih orang, sudah tahu di kuburan, masih saja bercanda. Serius Dino, kita di sini mau lihat siapa yang akan mengambil jasad mbak manis," ucap Paijo.     

Mamang Dadang dan Mamang Jupri yang melihat keduanya bertengkar hanya menghela nafas panjang. Bisa-bisanya mereka bertengkar.     

"Kalian tahu kan kuburan serem, tapi kalian masih saja bertengkar. Bisa nggak jangan bertengkar? Kenapa sih kalian nggak bisa diam sejenak, nanti mamang lempar kalian ke makam Narsih mau?" tanya Mamang Jupri.     

Ian dan Paijo hanya berdeham mendengar apa yang dikatakan Mang Jupri. Mereka tidak bisa berkata apapun lagi, hening dan udara di kuburan benar-benar dingin. Paijo meniup tengkuk Ian perlahan. Ian yang merasakan tengkuknya di tiup angin merinding dan bergetar hebat.     

"Dino, tengkuk aku kenapa seperti ada hembusan angin ya, rasanya ada yang tiup gitu. Aku makin merinding, lihat bulu romaku sudah tegak. Apa ada makhluk lain kah di dekat kita," cicit Ian sambil merapat ke arah Dino.     

Mang Dadang melirik ke arah Ian dan melihat Paijo dengan jahil dia meniup tengkuk Ian. Ian takut langsung memeluk Dino dengan erat, pelukkan Ian membuat dino mulai risih dan ikut ketakutan.     

"Kalian ini kenapa hmm? Itu si Paijo yang niup. Makhluknya ya Paijo, bukan makhluk halus lagi," sindir Mang Dadang.     

Ian dan Dino menoleh ke arah Paijo. Keduanya yang kesal karena kejahilan Paijo menolak Paijo keluar dari semak. Alhasil Paijo terjengkang keluar dari semak. Paijo yang keluar dari semak kaget dan kembali melompat ke dalam semak dan menabrak Mang Jupri.     

Bughh!     

Mang Jupri dan Paijo terjengkang ke belakang. Mang meringis karena di tubruk oleh Paijo. Mang dadang menepuk jidadnya melihat Mang Jupri dan Paijo terjatuh ke belakang.     

"Emang enak, makanya jangan jahil," ketus Ian.     

Mang Dadang menarik Mang Jupri untuk bangun. Mang Jupri harus sabar menghadapi anak kota ini. Hanya mereka yang bisa buat dirinya tidak ada harga dirinya.     

"Hustt ... hust ... jangan berisik ada yang datang itu," ucap Dino.     

Mang Jupri yang sudah duduk kembali melihat kearah depan. Dari balik semak Mamang melihat siapa yang datang ke kuburan malam-malam.     

Mata mereka saling pandang dan tidak ada yang datang sama sekali. Mang Dadang menoleh ke arah Dino. "Mana Dino? Tidak ada orang pun sama sekali," ucap Mamang sambil berbisik.     

"Ada tadi, saya melihatnya. Kakinya ke arah sini," ucap Dino dengan suara pelan.     

Ian menelan salivanya, dia benar-benar tidak bisa menahan rasa takut plus gemetar. Benar kata neneknya jangan main di kuburan, karena kuburan serem gila dan ini bukan serem dan gila lagi malah lebih dari apa yang neneknya katakan.     

Ian melihat kuburan terbuka sendiri dan itu adalah kuburan Narsih dan diikuti kuburan lainnya. apa karena jumat kliwon semua kuburan terbuka. Ian keringat dingin sekujur tubuhnya berkeringat malah bukan keringat membasahi keningnya saja tapi seluruh tubuhnya.     

Dino dan Mamang malah diskusi tentang siapa yang datang, sedangkan Paijo malah adu mulut sama Mamang Jupri. Ian menepuk pundak Dino dan Mamang.     

"Kalian sudah selesai diskusinya, jika sudah maka kalian tidak melihat siapa yang keluar dari sarangnya. Aku merasakan kakiku kebas dan tertancap paku yang cukup besar." Ian menunjukkan ke arah luar semak.     

Dino, Mamang dan Paijo ikut melihat dari balik semak. Ke empatnya terkejut melihat yang dilihat Ian. Dino menepuk Ian, namun Ian sudah lebih dulu menutup matanya seperti biasa dia akan pingsan sebelum misi selesai.     

"Dia pingsan, kebiasaan Ian kalau sudah seperti ini dia pasti pingsan." Dino menepuk pipi Ian untuk membuat Ian bangun. Tapi yang ada dia sibuk dengan dunia kepingsanannya.     

Suara lolongan binatang malam terus berbunyi. Mamang Jupri melihat jam di tangannya. Sudah pukul dua belas, pantas saja semua makin menyeramkan. Paijo merapatkan dirinya di dekat Mang Jupri.     

"Mang, lebih baik kita pulang, karena tidak ada siapapun. Aku rasa Bram sekarang sedang bermadu kasih sama gendaknya, sedangkan kita malah bersama mereka. Jangan sampai Mbak manis melihat kita, bisa bahaya Mang," ucap Paijo dengan berbisik.     

Dino menoleh kearah Paijo, belum lagi dia berbicara Narsih sudah berada di belakang Paijo dan Mamang Jupri. Mang Dadang menoleh dan menelan salivanya, dia bukan hanya melihat Narsih tapi kawannya yang lain.     

"Kita bawa Ian pergi Nak Dino. Kondisi sekarang kurang pas untuk menjadi mata-mata profesional. Ini bukannya dapat menangkap Bram dan kawannya, yang ada kita yang ditangkap sama mereka," ujar Mamang kepada Dino.     

Dino menyeret Ian untuk dia bawa pergi. Paijo dan Mamang yang mencium aroma kembang melati khas Narsih mulai bergetar dan menggigil. Keduanya saling pandang satu sama lain. Narsih jongkok di sebelah Paijo dan Mamang Jupri dia melihat keduanya saling bergantian.     

"Hai Mbak manis, apakah anda sudah pakai bando eh salah apakah sudah gosok gigi duh, salah lagi apakah hari mbak manis menyenangkan? Kami ke sini ada misi penting, jadi bawa ya teman Mbak menjauhi kami ok? Jangan dekat kami lagi," kata Paijo dengan keringat yang sudah seperti air hujan.     

Narsih melihat ke arah Paijo, Narsih tersenyum kecil ke arah Paijo dan kepalanya berputar menghadap Mamang Jupri. Tidak lama terdengar suara orang jalan dan itu berdiri di dekat makam Narsih.     

"Ada yang datang," kata Paijo pada Dino.     

Ke empatnya melihat ke arah luar semak dan benar saja ada orang sedang membawa alat perdukunan. orang tersebut menutup wajahnya, tapi untuk matanya dia tidak menutupnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.