Dendam Winarsih

Di kejar Lagi



Di kejar Lagi

0Semua orang sudah masuk ke dalam untuk memikirkan kemana orang yang Narsih bunuh itu. Nona dan Bibi Sum melihat ke arah para lelaki yang masih memikirkan kemana orang yang semalam mereka lihat.     

"Makan dulu, nanti kalian bahas lagi." Nona mengajak mereka untuk makan pagi.     

Mang Jupri menepuk Dino untuk sarapan dulu. Dino dan lainnya ikut bersama Mamang untuk makan pagi. Di meja makan tidak ada yang berbicara, semuanya hanya diam dan menikmati makanan pagi ini.     

"Mang, bagaimana kalau kita cari lagi nanti malam dimana keberadaan orang itu?" tanya Dino.     

Ian dan Paijo mengangga melihat ke arah Dino. Mereka menghentikan kunyahan sambil menatap tajam ke arah Dino. "Jangan aneh-aneh kamu Dino. Biarkan dia pergi sama Narsih, jangan kamu ajak dia balik lagi. Yang ada dia ikutin kita dan minta kita menuntut balas pada kita. Kamu mau kita bunuh Winarsih iya?" tanya Ian dengan wajah kesal.     

"Aku setuju dengan yang dikatakan oleh Ian. Aku tidak mau terlibat lagi. Satu saja belum selesai apa lagi nambah lagi. Tidak ya Dino, jangan libatkan aku," ucap Paijo dengan wajah yang kesal.     

Dino, Mamang Jupri dan Mang Dadang menghela nafas melihat penolakan keduanya, mereka hanya bisa memandang satu sama lain. "Jadi, kalian tidak penasaran kemana larinya orang itu?" tanya Dino.     

"TIDAK!" teriak keduanya.     

Dino mengelus dadanya perlahan, dia tahu kalau kedua sahabatnya itu tidak mau ke sana lagi. "Kita harus cari tahu, kemana perginya dia dan apakah dia masih hidup apa nggak," ucap Dino lagi.     

Ian dan Paijo mengangga melihat apa yang dikatakan oleh Dino. Keduanya meletakkan air minum dengan keras di meja makan. Mamang jupri yang minum air tersedak minumnya sendiri.     

Uhukk ... uhukkk ...     

Dino menepuk punggung Mang Jupri dengan kencang. Mang Jupri sampai tertunduk karena tepukan tangan Dino. "Kalian jahat sekali, lihat Mang Jupri tersedak. Sabar Mang, minumnya jangan terburu-buru. Pelan-pelan saja minumnya ya." Dino tidak sadar kalau Mamang sudah tertunduk hampir mengenai piring.     

"Dino, kamu mau bunuh Mang Jupri juga ya? Lihat itu dia sambil tertunduk dan sulit untuk berdiri," cicit Ian.     

Dino yang melihatnya melepaskan tangannya dan membantu Mang Jupri tegak kembali. Mang Dadang gelengkan kepala melihat kelakuan Dino dan tentunya sahabatnya. Mang Jupri hanya mendengus kesal karena kelakuan Dino.     

"Nanti malam saya mau ronda. Kalian mau ikut tidak sama saya, jika mau ayo ikut. sekalian kita menyisir tempat lain," ucap Mang Jupri.     

Ian dan Paijo memberikan kode pada Dino, Dino mengganggukkan kepalanya. "Kami akan ikut Mang, kami ingin tahu dimana keberadaan orang itu. Kenapa tidak ada di sana. Mang kan lihat sendiri kalau mayatnya di dekat kuburan Narsih," ucap Dino.     

"Iya saya lihat. makan2ya saya juga penasaran kemana mayat itu. Kenapa tidak ada di sana? Apa semalam kita hanya mengkhayal saja," kata Mang Jupri.     

Dino menyergitkan keningnya. Mengkhayal bagaimana maksudnya. "Tunggu man2g, mengkhayal bagaimana maksudnya? Kan kita jelas lihat kalau kepalanya lepas dari leher malah jatuh di depan kita Mang. Mengkhayal bagaimana?" tanya Dino yang masih penasaran.     

"Mang yang mengkhayal, mungkin tadi malam Mamang mau pulang dan berduaan sama Bibi Sum, makanya dia mengkhayal wajah Bibi Sum terus," ejek Ian yang tertawa geli.     

Paijo dan Dino terkekeh mendengar apa yang Ian katakan. Mamang Dadang hanya bisa senyum kecil, dia tidak mungkin tertawa seperti ketiganya. Nona ikut tersenyum dan menggoda Bibi Sum yang sudah tersipu malu. Mang Jupri hanya bisa cemberut mendengar apa yang dikatakan oleh Ian.     

"Kami ikut nanti malam, kami akan mencari tahu dimana Narsih menyimpan orang itu." Dino memutuskan untuk ikut bersama Mamang Jupri ronda.     

Matahari sudah hilang dari peraduannya berganti bulan yang sedikit tertutup awan malam. "Kalian sudah siap? Ayo kita pergi sekarang," ucap Mang Jupri.     

Dino melihat jam di tangannya sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Tidak terasa sudah malam saja. Dino dan lainnya beranjak menuju pos ronda yang tidak jauh dari tempat mereka menginap.     

"Mang, kalau ronda di sini apakah akan dikejar sama seseorang tidak?" tanya Dino.     

Ian memukul kepala Dino dengan keras. Dino meringis karena kepalanya dipukul Ian. "Wwww, sialan kamu Ian. Main pukul saja. Kamu pikir kepalaku gendang apa?" tanya Dino dengan wajah kesal.     

"Kamu aneh dinosaurus, siapa yang mau kejar kamu hahh? Mbak manis dan kawan-kawannya apa? Di sini tidak ada Dulloh yang penakut. Di sini yang ada aku, Paijo dan Mang Dadang. Satu lagi kamu dan Mang Jupri. jadi buat apa kita dikejar," cicit Ian dengan wajah sombong.     

Tidak berapa lama, ada seseorang tegak sambil memegang kepala di tangannya. Ian dan lainnya berhenti sesaat. Mereka menelan salivanya melihat siapa yang berdiri di seberang sambil memegang kepala dan kepalanya dipegang di bawah.     

"Habis kali ini kita Ian. Kita akan dikejar lagi sama itu. Dan aku yakin itu orang yang Mbak Narsih bunuh. Dan apa dia mau menuntut balas pada Narsih? Jika iya habislah Narsih," ucap Paijo.     

Ian sudah bersembunyi di belakang Mang Dadang, Paijo juga langsung kaki seribu, apa lagi kalau bukan bersembunyi di belakang Mang Jupri. "Tidak ada pilihan lain. LARIIIII!" teriak Mang Jupri.     

Mang Jupri yang terbongkok-bongkok lari meninggalkan Dino dan lainnya. Dino dan lainnya saling pandang, ke empatnya menggelengkan kepalanya. "Lariiii!" teriak Ian lagi.     

Ian berlari meninggalkan yang lain. Paijo juga ikut lari bersama Mang Jupri dan Ian. Mang Dadang dan Dino juga ikut lari. Dino mengumpat melihat kelakuan mereka yang lari tanpa aba-aba.     

Mang Jupri yang ketinggalan hanya bisa menatap kearah yang lari meninggalkan dia. Dino yang melihat Mang Jupri yang lari ikut berhenti dan membantu Mang Jupri lari. Mang Dadang juga ikut membantu Dino. sampai di pos ronda, Ian dan Paijo berhenti dan menghampiri beberapa orang yang berjaga.     

"Kalian kenapa? Kenapa malam-malam olah raga? Bukannya olah raga pagi hari dan malah buat kalian sehat," ucap bapak-bapak penjaga pos.     

Ian dan Paijo yang ngos-ngosan hanya memandang datar ke arah bapak-bapak itu. Keduanya mengambil kopi yang tersedia dan meminum sampai tandas.     

"Mang Jupri kenapa? Jantungnya kumat ya?" tanya bapak-bapak yang ada di pos ronda.     

Ian dan Paijo melihat ke arah Dino, Mamang Dadang dan Mang Jupri. Mereka mendudukkan Mang Jupri di pondok pos. Bapak-bapak yang di pos memberikan air minum untuk Mang Jupri.     

"Minum dulu Mang, jangan cepat-cepat nanti keselek," cicit Ian.     

"Kalian kenapa lari malam-malam? Apa kalian olah raga?" tanya bapak-bapak kumis kepada Ian.     

Mang Dadang menjawab dengan menggelengkan kepalanya. Dia mengusap dadanya yang sesak. "Kami melihat orang yang bawa kepala di tangannya berdiri di ujung sana. Kalian tidak tahu kah? Makanya kami lari pontang panting. Kami trauma dikejar sama makhluk itu. Sudah berkali-kali kami dikejar," ucap Mang Dadang.     

Si bapak yang bertanya mulai merapat ke arah mereka semua. Dia takut jika yang dikatakan oleh Mang Dadang itu muncul di sini.     

"Mang takut juga kah?" tanya Ian sekenaknya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.