Dendam Winarsih

Narsih Menakutkan



Narsih Menakutkan

0Dino dan yang lainnya masih melihat pria yang sudah kehilangan kepalanya, terlebih lagi sekarang kepalanya ada di depan Mang Jupri. Mang Jupri hanya bisa menelan salivanya. Dua kali melihat ini membuat jantungnya sesak.     

"Kita pulang saja. Dari pada di sini kita akan menjadi sasaran Narsih. Narsih menakutkan sekali, aku tidak sanggup melihat kekejaman dia. Lagian orang itu mau apa ya?" tanya pak kumis.     

"Untuk ritual pak, mana mungkin untuk yang lainnya. Kita kan tahu kalau ritual yang aneh pasti ke sini. Mana ada orang ke sini untuk tamasya." Dino masih menatap ke arah pria yang sudah tidak bernyawa lagi.     

Narsih menarik pria tadi dan membawanya pergi. Paijo menelan salivanya, dia tidak tahu kemana pria tadi dibawa Narsih. "Dino, dia mau bawa kemana? Pantas saja penjaga makam tidak melihat mayat semalam. ternyata dibawa kabur sama Narsih," cicit Paijo.     

Dino pun menganggukkan kepalanya, dia melihat Narsih menyeret pria itu. Entah apa profesi pria itu. Dari penampilannya dia dukun, tapi kenapa bisa meninggal pikir Dino. Paijo yang melihat Dino melamun menepuk pundaknya. Dino yang sadar melihat Paijo dan mengangkat keningnya.     

"Kenapa? Paijo kamu menepuk pundakku?" tanya dino.     

"Kamu kenapa melamun? Apa kamu tidak takut kesambet. Lebih baik kita balik saja, jika terlalu lama akan ada lagi yang kita lihat." Paijo bangun dari persembunyian dan membawa Ian untuk meninggalkan makam. Dino dan lainnya menganggukkan kepalanya. dino membantu Mamang membawa pak endut.     

Sampai di pos ronda kedua orang yang pingsan itu di letakkan di pos ronda. Paijo ikut rebahan di sebelah Ian. Paijo menepuk pipi Ian dengan kencang. Dia kesal karena Ian selalu pingsan tidak pernah dia sadar.     

"Kenapa dia tidak pernah sadar saat hal mengerikan itu terjadi. Selalu pingsan, aku lelah sekali gotong dia. Dan kenapa para dukun itu ke makam Narsih? Apa tidak ada yang menangkap basah mereka?" tanya Paijo pada Mang Jupri dan Pak kumis.     

Mamang menghela nafas panjang mendengar apa yang dikatakan oleh Paijo. "Mamang baru tahu kalau ada kejadian ini. Lagian tidak ada yang tahu sama sekali, kalian lihat saja sendiri ada yang bilang tidak kejadian di sana. yang ada baru pagi tadi, itu pun hanya barang-barang dukun saja. Sisanya mana ada kan," jawab Mamang Jupri.     

"Benar kata si mamang. tidak ada orang yang tahu kejadian apapun di makam Narsih. Baru tadi pagi. Itu pun tidak ada yang tahu akan ada pembunuhan seperti tadi. Kalian lihat kan sendiri bagaimana kondisi pria itu. Dan sekarang apa yang akan kita lakukan besok pagi? Apa kita kasih tahu akan ada pembunuhan di sana?" tanya Pak kumis.     

Dino masih memikirkan bagaimana caranya mayat semalam tidak ketahuan. Dan sekarang ada lagi kejadian tadi malam. Kemana Narsih bawa mayat itu. Tadi di gubuk itu, tapi kenapa pagi tidak kelihatan sama sekali sama penjaga makam pikirnya.     

Paijo yang melihat Dino yang melamun menepuk pundak Dino. Paijo duduk sambil menatap Dino. Dia menyergitkan alisnya meminta penjelasan Dino. Dino membuang nafasnya dengan kasar.     

"Aku tidak habis pikir kenapa pagi tidak ketemu korban pertama, malah hanya melihat perlengkapan dukun saja tapi orangnya tidak ada," ucap Dino lagi.     

Paijo menganggukkan kepalanya, benar kata Dino. Kemana mayat itu di sembunyikan, padahal tadi mayat itu di gubuk, kenapa paginya tidak ada sama sekali. "Aku juga berpikir sama seperti yang dikatakan oleh Dino, kemana kah disembunyikan mayat itu. Padahal tadi kita lihat kan dia berada di gubuk itu. Tapi tidak ada paginya, aneh bukan?" tanya Paijo.     

"Apa semalam ada juga ya? Kalau ada kenapa tidak ada yang kasih tahu?" tanya Pak kumis.     

Paijo menghela nafasnya mendengar apa yang pak kumis katakan. Bisa-bisanya dia berkata seperti itu. "Kami tidak mau kasih tahu, karena abah dan mak Narsih akan pingsan. Mereka pasti tidak percaya jika anaknya yang membunuh. Jadi lebih baik biar orang lain saja yang menemukannya, jangan kami pak kumis. Apa pak kumis tidak lihat tadi pagi seperti apa kondisi orang tua Narsih," Jawab paijo.     

Pak kumis menganggukkan kepalanya, dia percaya jika Narsih menakutkan dan sangat kejam dan tidak ada belas kasihan sama sekali. Ian bangun dan melihat semua orang sedang berbincang.     

"Kalian ngomong apa?" tanya Ian.     

Dino melihat Ian yang sudah bangun begitu juga dengan Pak endut. Dia bangun sambil memegang dadanya. Mang Dadang memberikan air untuk keduanya minum.     

"Apa itu nyata?" tanya Pak endut lagi.     

Semuanya menganggukkan kepalanya, Pak kumis yang melihatnya hanya menghela nafas. Dia tidak percaya jika semua yang dia lihat itu nyata. Ini pertama kali dia melihat kekejaman Narsih.     

"Selama ini saya hanya memdengar saja. Dan saya awalnya tidak percaya, tapi kali ini saya percaya dan sangat percaya tidak ada keraguan sama sekali. Jadi kita harus apa?" tanya Pak kumis lagi.     

"Itu yang kami pikirkan saat ini Pak endut. Ada dua korban dalam dua malam ini. Awalnya kami hanya ingin mencari orang yang membunuh Winarsih, setelah tahu dia mau membongkar makam Narsih kami segera ke sini, tapi malah mendapatkan ini." Dino menjelaskan pada Pak kumis dan Pak endut.     

"Apa besok makam akan menemukan mayat itu tidak ya? Penjaga makam harus tahu ada dua mayat. Jika tidak, maka desa kita akan jadi desa yang seram. Bisa tidak nyaman kita tinggal di sini," jawab Pak kumis lagi.     

Ian memijit keningnya, kepalanya sangat sakit melihat kejadian ini lagi. Dia sering melihat Narsih yang muncul tapi kenapa tidak seperti ini. "Aku pusing, kita balik saja ke kota besok. Kita harus ikuti dia saja. Nona kan mau mendekati dia, jadi kita tunggu info dari Nona saja. sekalian kita ikuti dia," ucap Ian.     

Dino melihat ke arah Paijo dan Mang dadang. Mang dadang menganggukkan kepalanya. Buat apa di desa ini jika orangnya ada di sana. "Baik, kita akan pulang besok. Kita akan mengintai dia dari jauh. Yang penting kita harus hati-hati," ucap Dino lagi.     

Paijo dan Mamang mengganggukkan kepalanya menyetujui apa yang dikatakan oleh Dino. Semuanya hening tidak ada yang berbicara sama sekali. Mereka hanya bisa diam sembari menikmati malam yang sunyi.     

Dukun Bram mengepalkan tangannya karena anak buahnya harus tewas di tangan Narsih. Dukun itu tahu jika kedua anak buahnya meninggal dengan cara yang tragis dan tentunya membuat dia makin ingin mencoba lagi.     

"Hantu itu tidak bisa di anggap remeh, dia sangat kejam dan aku akan buat dia jatuh dan membuat dia jadi budakku." Dukun itu tersenyum smirk. Dia menginginkan jasad Narsih untuk ritual dia. Karena dia tahu hantu yang mempunyai dendam pasti kekuatannya lebih kuat, karena dia mempunyai kekuatan dari iblis yang lebih kuat.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.