Dendam Winarsih

Nonton Film Horor



Nonton Film Horor

0Ian dan Paijo melihat ke arah kantor teman Bram. Mereka melihat ke arah perusahaan dengan tatapan tajam. Tidak lama Bram dan kedua temannya keluar dari perusahaan. Mamang melihat keluar dan tanpa sengaja dia melihat ke arah belakang ada mobil yang mencurigakan.     

"Ayo jalan, kita harus mengikuti mereka," ucap Dino saat melihat ke arah Bram dan temannya sudah bergerak.     

"Maaf semuanya, sepertinya kita punya kejutan, kali ini kejutannya akan lebih dari sebelumnya," ucap Mamang lagi.     

Ian yang sudah melajukan mobilnya kaget, karena perkataan mamang. Dino dan Paijo juga ikut melihat ke arah mamang yang sangat mencurigai.     

"Apa maksud Mamang?" tanya Dino dengan penasaran.     

Dino tidak tahu kenapa mamang sibuk melihat ke arah belakang mobil yang saat ini sedang mengikuti mobil Bram. Dino melihat ke belakang ingin mengetahui apa yang mamang lihat, Paijo juga melihat ke arah belakang.     

"Tidak ada yang mencurigakan aku lihat. Hanya mobil yang ikut kita tuh, apa yang di curigai?" tanya Paijo yang heran dengan kelakuan Mamang.     

Mamang menghela nafas panjang dia tidak tahu orang di belakang mengikuti mereka. "Itu orang yang mengikuti kita saat kita ronda waktu itu. Mamang sudah curiga sama mereka, tapi belum ada bukti. Sekarang kalian lihat kan, kita diikuti lagi." Mamang menjelaskan apa yang dia lihat.     

Dino, Paijo dan Ian kaget mendengar apa yang mamang katakan. "Ma-maksud mamang kita diikuti anak buah Bram ya?" tanya Ian terbata-bata.     

Ian yang sedang menyupir bergetar mendengar apa yang dikatakan mamang. Dia sedang membuntuti Bram, sekarang dia malah dibuntuti oleh anak buah Bram.     

"Kita harus apa mang? Kita ikuti Bram sekarang anak buahnya ikuti kita mang, apa kita putar balik mang?" tanya Paijo.     

Dino masih melihat dari mobil gerak gerik mobil yang mengikuti mobilnya. "Kita harus lihat dulu, jika mereka tidak membuat kita dapat masalah, maka kita lanjutkan saja. sudah kepalang tanggung juga," ucap Dino lagi.     

Ian menganggukkan kepala mengiyakan apa yang Dino katakan. Mobil terus melaju menyusuri jalanan yang benar-benar sepi. hanya beberapa mobil yang lewat.     

"Dino, apa Bram tahu kita ikuti mereka. Lihat saja hanya mobil kita dan dia juga yang di belakang yang ada di jalanan ini. Aku takut jika kita ketahuan," ucap Ian dengan suara sedikit pelan dan terdengar takut.     

Mamang menepuk pundak Ian, dia juga takut ketahuan, tapi dia percaya jika Bram tidak tahu keberadaan mereka. Di mobil Bram merebahkan kepalanya di sandaran mobil Deki. Deki melajukan mobil menuju desa tempat dukun itu berada.     

"Deki, apa kita tidak menghubungi dukun itu. Apa kita tidak bawa apa gitu untuk dia? Siapa tahu kita harus bawa apa gitu. Ini kedua kalinya kita ke sini, waktu itu macan kera, sekarang apa lagi," kata Diman pada Deki.     

Deki menggeleng kepala dengan pelan. Bram menghela nafas mendengar apa yang Diman katakan. "Kita sudah datang saja sudah bagus, tanpa bawa apapun. Jangan melunjak itu dukun, kita seperti ini karena mau menghindari Winarsih jika tidak, aku tidak mau ke sana," ucap Bram lagi dengan wajah kesal.     

Deki membolakan matanya mendengar apa yang dikatakan oleh Bram. "Kau harus sabar, ini semua karena kebodohan kita yang membunuh wanita sialan itu. Jika tidak mana mungkin kita ke sana."     

Diman memijit keningnya. "Makanya aku katakan, kita harus datang ke desa itu dan minta maaf. Aku yakin semua kelar, tanpa kalian seperti ini."     

Tidak ada yang berbicara sama sekali. Hari makin senja dan berganti malam. Bram tertidur di belakang, tapi tidak dengan Dino dan lainnya. Mereka di hadang oleh mobil yang di belakang.     

Citt!     

Mobil mendadak berhenti karena hadangan mobil belakang. "Mati anak ayam goreng spesial, kita punya masalah ini teman-teman. belum sampai lagi ke desa itu kita sudah dihadang," kata Ian yang menghentikan mobilnya.     

Mamang mengenali arah jalan yang mereka ikuti. "Aku tahu dukun siapa yang mereka datangi, semoga aku tidak salah. Dan yang salah adalah, mereka semua. Kali ini apa lagi."     

"Kali ini kita nonton film horor," kata Ian lagi menyahut perkataan mamang.     

Pria gempal keluar dan diikuti yang lainnya. Ian menundukkan kepalanya, dia terlalu takut untuk melihat mereka yang di luar.     

Brakk ... brakk ...     

Pukulan kencang membuat Dino dan Paijo saling pandang. Tidak lama aroma melati tercium di penciuman mereka. Mereka sudah menduga kalau itu Narsih datang. Pukulan di badan mobil dengan keras membuat Dino terpaksa keluar.     

Dino mengepalkan tangannya melihat kelakuan pria berbadan besar ini. Pria berbadan besar itu menatap Dino dan lainnya. Mamang ditarik pria lain untuk berkumpul bersama yang lain.     

"Jadi ini, orang yang berteman dengan wanita hantu itu ya? Orang yang membunuh anak buahku dengan kejam. Aku tidak menyangka mereka pria-pria lemah yang mengandalkan hantu sialan itu," ucap pria yang berbadan besar.     

Dino masih geram mendengar apa yang dikatakan oleh pria itu. Dino tersenyum mengejek melihat pria besar itu. "Kami pria lemah, tapi kenapa kalian mau bertemu kami? Kalian akan ikutan lemah. Dan untuk yang kalian katakan kami tidak tahu sama sekali, karena apa kami itu tidak tahu menahu, hantu apa?" tanya Dino yang tertawa mengejek.     

Ian mengumpat melihat kelakuan Dino yang mengejek pria berbadan besar itu. "Tutup mulutmu Dino. Nanti kita di dor sama itu." Ian menunjuk ke arah senjata di samping pria tegap itu.     

"Kau tutup mulut saja, jangan buat di makin menembak kita Ian," ucap Dino dengan suara lirih.     

Ian menutup mulutnya. Dia bersembunyi di balik tubuh Dino. Dino menantang ke arah pria tegap itu. Suara tertawa terdengar sangat nyaring. Semua melihat ke arah atas untuk mencari tahu dimana Narsih berada.     

"Dia mulai lagi. Saatnya kita nonton film horor part 3. Bersiap lah, aku akan kuat melihat ini. Aku janji tidak akan pingsan," bisik Ian di telinga Dino.     

"Bos, wanita hantu itu sudah muncul. kita harus gimana?" tanya teman pria itu lagi.     

"Tutup mulutmu, jangan banyak cerita kamu." Pria tegap itu mencari ke segala arah.     

Anak buah pria tegap itu menatap bosnya. Mereka takut jika nyawa mereka akan jadi taruhan. Masih memperhatikan sekeliling dengan tatapan tajam tiba-tiba Narsih muncul dari belakang dan sabetan golok mengenai tubuh pria di belakang.     

Srettt!     

"Ahhhkkk!" teriak pria di belakang pria tegap itu.     

Semua orang memandang ke arah pria yang teriak dengan kencang tadi. Pria itu roboh dengan bersimbah darah. Semua menjauhi pria yang sudah tergeletak dan tentu sudah tidak bernyawa lagi.     

"Bagaimana bos? Dia meninggal. Aku rasa kita salah alamat ke sini. Lebih baik kita pulang saja," bisik anak buah pria itu.     

Pria tegap tadi menarik Ian dari belakang Dino. Ian yang ditarik hanya bisa menghela nafas. "Kenapa selalu aku yang ditarik. Part tiga ini aku yang jadi tumbal kalian. Dan ini apa yang akan terjadi," dengus Ian yang sudah ditodong oleh pria tegap itu.     

"Jangan banyak protes kamu. Kalau kamu protes aku akan menembakmu," hardik pria tegap itu.     

Ian membolakan matanya mendengar apa yang dikatakan oleh pria tegap itu. "Bang, kenapa harus saya yang selalu kena. Waktu itu saya juga dan sekarang saya lagi. Kan banyak yang lain bang," jawab Ian dengan memelas.     

Narsih yang masih terbang akhirnya berdiri di belakang anak buah pria tegap itu. Dia menarik pakaian anak buah pria itu dan menerbangkan anak buah pria itu. Anak buah pria langsung terbang ke belakang dan dengan cepat Narsih menyabet tubuh pria itu sehingga isi perut pria itu berjatuhan dari atas ke bawah mengenai mereka.     

"AAAAAA!" teriak pria itu.     

Ian yang terkena isi perut pria yang Narsih sabet itu langsung pingsan ditempat. Dia tidak menunggu aba-aba lagi. Dia langsung terkulai lemah.     

"Pingsan lagi dia." Paijo menepuk keningnya melihat Ian yang pingsan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.