Dendam Winarsih

Jangan Menakutiku



Jangan Menakutiku

0Anak buah pria tegap itu mendekati bosnya yang sedang memperhatikan sekeliling. Satu anak buahnya sudah dilenyapkan oleh Winarsih. Pria tegap itu bernama Bono, dia ketua dari penjahat yang disewa oleh Bram. Kedatangan dia tanpa sepengetahuan Bram.     

"Bos, bagaimana ini. Lihat salah satu anak buah kita sudah meninggal itu, apa yang akan kita lakukan sekarang?" tanya anak buah Bono.     

Bono yang sudah melepaskan Ian yang pingsan menatap tajam ke segala arah, dia tidak sekalipun melepaskan pandangannya. dia ingin tahu dimana keberadaan Narsih. Narsih terus tertawa tanpa jedah.     

Hahahh ... hahaha ...     

Suara tertawa Narsih benar-benar membuat bulu kuduk yang mendengarnya sangat merinding. "Aku harus bisa menaklukkan hantu itu, aku harus menaklukkan hantu itu segera," gumam Bono.     

Bono menembak ke segala arah. Dor ... dor ... suara tembakan terdengar dan tidak beraturan. Bono yang kesal karena tembakkannya tidak mengenai Narsih mengerang.     

"Keluar kau hantu sialan! aku tidak takut. jangan menakutiku hantu sialan," geram Bono.     

Dino sudah menyeret Ian untuk dipindahkan ke tempat yang aman. Dia juga sudah sepakat untuk mundur dari penjahat yang menghalangi mereka.     

"Dino, kita bisa pergi dari sini dan melanjutkan perjalanan kita. Dia sibuk dengan mbak manis," ucap Paijo.     

Dino melihat ke arah Mamang, dia tidak tahu harus buat apa saat ini. Dia ingin meminta Mamang memberikan keputusannya juga. Dia tahu jika dia ambil keputusan sepihak maka nyawa tahurannya.     

Srettt!     

Lagi-lagi Narsih menyabit penjahat di depan mereka. Satu lagi tewas di tangan Narsih. Dino, Paijo dan Mamang menjauh dari penjahat itu. Mereka menelan salivanya dengan cepat.     

"Gawat, kali ini bukan nonton film horor lagi, tapi lebih dari itu." Paijo benar-benar tidak bisa berkata apapun.     

"Dino, kita pergi saja. Tidak baik kita di sini. Yang ada kita akan kena sama penjahat itu. Mamang rasa Paijo benar, kita kabur saja. tanpa mereka tahu," jawab Mamang lagi.     

Dino menganggukkan kepalanya, dia juga tidak mau terlibat secara langsung adu tembak dan bacok antara Narsih dan pria penjahat berbadan besar itu. Ketiganya berangsur mundur dan mencoba menggiring Ian untuk menjauh.     

Bono tidak tahu jika Dino mundur dan meninggalkan mereka. Ian yang perlahan dimasukkan ke dalam mobil tanpa di sengaja terhantuk di pintu mobil.     

Tak!     

Bono yang mendengar suara yang sangat keras memandang ke arah sumber suara. "Tamat riwayat kita Dino, Mang! Kita tidak bisa mengelak lagi. Habis sudah riwayat kau Ian," cicit Paijo yang menelan salivanya karena melihat penjahat itu memandang mereka.     

"Mau kemana?" tanya Bono pada mereka yang sudah memasukki mobil.     

Dino memandang tajam penjahat itu dengan tatapan tajam. "Apa urusanmu? Kita tidak ada urusan sama sekali. Urusanmu dengan Narsih bukan? Jadi lakukan yang menurutmu perlu kau lakukan," ucap Dino dengan nada tegas.     

"Cihh! Kau pikir aku tidak ada urusan denganmu? Kau salah! Kau penyebabnya, jadi urusan kita tetap ada," sambung Bono sang penjahat itu lagi.     

"Jika kau mau tahu, kenapa Narsih membunuh temanmu itu, tanyakan sama orang yang menyewa kalian. Kalian minta pertanggungjawaban dia bukan sama kami," balas Paijo lagi.     

Bono terdiam sesaat mendengar apa yang dikatakan Paijo. Kenapa bos Bram ada kaitannya pikirnya. Bono yang tidak mempercayai ucapan Paijo, menarik kerah baju Dino dan menjadikan Dino sanderanya.     

"Keluar kau hantu sialan! Jika tidak akan aku habisi pemuda ini. Bukannya kalian sangat kompak? Jadi tunjukkan wajah kau sialan," ucap Bono dengan suara tinggi.     

Narsih yang berada di pohon sekitar mereka, memandang tajam ke arah Bono dan anak buahnya. Dengan gerakkan cepat anak buah Bono dihabisi semuanya. Anak buah Bono seketika tewas di depan Bono.     

"Aku sudah bilang kan! Kau pembunuh, kau membuat mereka meninggal begitu saja, asal kau tahu, dia tidak akan menganggu jika kau tidak memulainya. Kau tanyakan sama bos kau itu Bram, dia yang menyebabkan semua ini," jawab Dino yang posisinya berada di dalam dekapan Bono dan tentu senjata di kepalanya.     

Narsih secara tiba-tiba berada di depan Dino dan Bono. Dino menelan salivanya karena begitu dekat dengan Narsih, bukan hanya dekat saja, tapi malah berhadapan dan hampir mengenai wajahnya dengan wajah Narsih. Nafas Narsih juga tercium oleh Dino.     

"Sumpah, Narsih sudah berapa lama tidak gosok gigi," gumam Dino yang menahan mualnya saat hawa nafas Narsih berhembus ke arahnya.     

Bono juga mencium aroma tidak sedap dari nafas Narsih juga menahan nafasnya. Dia juga tidak tahan menciumnya. Tubuh pria itu bergetar saat semua binatang yang menjijikkan keluar dari kepala dan mulut Narsih.     

"Mbak manis, tolong sabar, jangan buat diri mbak seperti Bram, mbak cukup ingat, dendam mbak sama Bram. Kita hanya korban saja," ucap Dino yang tidak tahan melihat binatang itu keluar.     

Kelebang, kalajengking dan berbagai macam binatang yang tidak bisa Dino katakan. Binatang yang keluar dari mulut Narsih jatuh ke aspal. Binatang itu berjalan naik ke Dino. Paijo dan mamang menunduk dan berdoa agar Dino tidak kenapa-napa. Ian yang tersadar melihat Dino di dekati binatang menjijikan itu berusaha turun.     

"Mbak manis, sudah lah mbak, kita mau mengejar dia, bukannya kita mau mengembalikan jasad Mbak manis? Mak dan abah sedih di desa karena jasad mbak tidak ada. Jadi sudahi mbak, lihat begitu banyak mbak membunuh. Apa kata abah dan mak bila melihat anaknya seorang pembunuh," kata Ian lagi.     

Paijo dan Mamang mengangga melihat Ian yang baru bangun pingsan bisa sebijak itu. Dan tidak pingsan. Paijo melihat ke arah mamang dan mengejapkan matanya.     

"Mang, kau lihat itu? Dia dapat ilham dari mana kata bijak itu? Lihatlah itu, dia bangun langsung berkata yang aku sendiri saja masih merangkainya," jawab Paijo pada Mamang.     

"Berkat dia pingsan itu. Biarkan saja, siapa tahu saja Narsih luluh dan penjahat itu pergi," jawab Mamang lagi.     

Paijo menganggukkan kepalanya. Dia tahu jika Narsih tidak sekejam yang dia lihat. Narsih menjauhi Dino dan Bono. Bono lega karena hantu wanita itu pergi. Bono perlahan menjauh dari Dino.     

"Kenapa dengan jasadnya?" tanya Bono.     

"Jasadnya di ambil sama dukun, jadi kami mau mengambil balik, tapi kau mengacaukan kami. Entah kami dapat menemukan jasad itu atau tidak kami tidak tahu," jawab Dino lagi.     

Bono mengangguk kepala dengan pelan. "Dia meninggal kenapa? Dan kenapa ada hubunganya dengan bos Bram?" tanya Bono.     

Dino tahu kalau penjahat itu mencari tahu tapi, Dino tidak mau mengatakannya, karena dia tahu jika dia kasih tahu ke penjahat ini, terbongkar semuanya. Bisa saja dia berpura-pura tapi dengan mengorbankan nyawa orang lain? Apa mungkin pikir dia lagi.     

"Tanya saja sama bos anda lah. Jangan tanya kami, sekarang kami mau pergi, jangan ikuti kami. Urus anak buah kamu itu," jawab Dino lagi.     

Dino dan Ian berjalan ke mobil, tapi tanpa mereka duga, pria itu masuk ke dalam mobil dan duduk di sana dengan wajah pucat. Ian menyergitkan keningnya. Begitu juga Paijo, Dino dan Mamang.     

"Apa kita nambah anggota lain Dino?" tanya Paijo.     

Dino menghela nafas panjang, kalau sudah seperti ini bisa ribet urusannya. entah ini lawan atau kawan dia juga tidak tahu.     

"Izinkan aku ikut, aku takut. Aku mau bantu kalian. Aku tidak ada hubungan dengan bos itu. Aku hanya bekerja sama untuk menyediakan anak buah saja," jawabnya lagi.     

Ian menghela nafas. "Dia takut. Tadi katanya tidak takut, dasar! badan saja besar," sindir Ian.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.