Dendam Winarsih

Duduk Berdekatan



Duduk Berdekatan

0Dino tidak berkata apapun, dia akhirnya pergi meninggalkan lokasi kejadian dan membiarkan anak buah pria tegap itu di jalan raya. Dan tidak mungkin dia membawa bersama jasad itu di mobilnya.     

"Kita jalan sekarang, jangan terlalu lama, karena yang ada kita akan bermalam di jalan. Pak, saya harap anda tidak sekongkol dengan pembunuh itu." kata Dino melirik ke arah belakang.     

"Saya tidak mau mati konyol. Saya masih mau hidup. Tapi kasihan anak buah saya semuanya. Kenapa dia tidak mau memaafkan anak buah saya ya?" tanya pria tegap itu.     

"Karena itu anda duluan yang cari masalah, anda mengganggu kami. Jelas mbak manis itu melakukannya. Sekarang anda menyesalkan?" tanya Ian yang mulai kesal.     

Paijo, Ian dan pria tegap itu merasakan sesuatu yang buat mereka merinding lagi. Ketiganya saling lirik dan memberikan kode. Ian berdehem sepanjang jalan. Mamang yang menatap dari kaca depan menyergitkan keningnya.     

"Kamu batuk Ian? Jika iya ini minuman, minumlah cepat nanti makin parah batuknya," jawab Mamang lagi.     

Mamang memberikan air mineral pada Ian untuk diminum. Ian mengambil air minum dan meminum air sampai tandas. Mamang juga memberikan pada yang lainnya. Tapi tetap saja ketiganya masih tetap sama.     

"Kayaknya dia muncul, apa dia mau ikut juga ya," ucap Paijo dengan suara lirih.     

Ian menelan salivanya dan mencari keberadaan Narsih, tidak ada pikirnya. Aman tapi aroma khas Narsih terus keluar di mobil itu. Mamang yang mendengar pembicaraan ketiganya melirik ke arah Dino.     

"Tenang saja! Mang Dadang dimana kita mau cari mereka ini?" tanya Dino.     

Mamang meminta Dino lurus saja jangan belok kanan dan kiri. Jalanan mulai sepi, tidak ada yang lewat, jika pun ada hanya satu dua. Dino mengikuti apa yang mamang katakan. Di belakang sudah tidak tenang.     

"Kenapa dia duduk di sisiku?" tanya pria tegap itu yang tidak lain bos besar penjahat itu.     

Bono menatap Narsih yang duduk di sebelahnya tanpa dosa dan tentunya membuat dirinya keringat dingin. Aroma Narsih campur aduk. Ian yang bersebelahan dengan Narsih hanya menghela nafas panjang.     

"Kenapa dia ini. Masih banyak yang bisa dia duduki kenapa nyempil seperti upil sih. Lihatlah dia, duduk berdekatan denganku lagi." Ian benar-benar tidak habis pikir bagaimana hantu bisa ganjen seperti ini.     

"Sudah aku katakan dengan kode, kalau dia di sini. Dan lihat dia benar di sini," sungut Paijo.     

Paijo yang tidak berada di sebelah Narsih hanya bisa melihat dari sisi Ian. Narsih duduk diantar Bono dan Ian. Entah dari mana dia bisa datang ke sini.     

"Kalian kenapa?" tanya Mamang lagi.     

Mamang bergerak dan menoleh ke arah belakang. Mamang kaget karena Narsih duduk di antara Ian dan penjahat tadi. Mamang kembali lagi ke depan dan memberikan kode pada Dino.     

"Husttt!" kode Mamang pada Dino.     

Dino yang fokus dan melajukan mobilnya dengan sedikit kencang tidak mengubris kode dari Mamang. Dino hanya diam saja dan melajukan mobilnya. Mamang yang gemes melihat kelakuan Dino menepuk tangan Dino. Dino tersadar dan memandang Mamang.     

"Apa mang? Saya lagi fokus ini, kenapa Mang? Apa kita sudah sampai?" tanya Dino.     

Mamang menggeleng dan menunjuk ke arah belakang. Dino sambil menyetir melihat ke arah belakang. Dan tentunya dia melihat Narsih di sisi Ian dan penjahat tadi. Dino yang kaget mengeram mendadak. Narsih yang duduk di tengah langsung menyusup ke depan.     

Gubrakk!     

Narsih terlempar ke depan dengan gaya yang tidak bisa di bayangkan oleh orang yang di dalam mobil. Ian, Paijo dan Bono mengangga melihat Narsih yang nyunsup ke depan, hantu tidak ada harga dirinya itu yang dipikirkan oleh ketiganya.     

"Aduh, mbak manis, maafkan aku yang bodoh ini. Aku kaget mbak manis, soalnya kedatangan mbak manis tidak kelihatan dan tidak ada kode sama sekali. Ayo bangun saja mbak manis, jangan di situ. Nanti saya kerepotan pakai itu," ujar Dino menunjukkan ke arah tuas gigi.     

Narsih hilang seketika dari hadapan Dino dan lainnya. Dino dan lainnya mengangga melihat kelakuan Narsih. Dino memandang mamang Dadang dengan tatapan yang tidak bisa dikatakan oleh Dino.     

"Hahahahaha, gawat itu hantu, kenapa dia bisa kabur secara tiba-tiba ya, apa aku tidak salah lihat ya, dia benar-benar pergi setelah nyunsup di sana," tawa Bono melihat Narsih nyunsup.     

Ian dan Paijo menatap tajam ke arah Bono, keduanya tidak terima jika mbak manis mereka ditertawakan. Bono menghentikan tawanya dan langsung diam seketika.     

"Mang kita lewat mana?" tanya Dino yang masih melajukan mobilnya.     

Mang Dadang memicingkan matanya dan menunjuk ke arah jalan yang sebelah kanan. Dino berbelok dan melihat ada jalan kecil. Dino masih mengikuti arahan dari Mamang dan membawa mobil dengan pelan. Mamang meminta untuk menepi di sisi kanan yang banyak semak belukar. Terlihat rumah kecil dan mobil Bram.     

"Mang yakin di sini. Kalau ada binatang bagaimana? Duh, mana serem lagi tempatnya. kenapa tuh dukun, buat rumah di tempat yang seram seperti ini." Ian mulai mengusap tengkuknya yang dingin karena tertiup angin.     

Bono yang iseng meniup tengkuk Ian berkali-kali. Paijo yang melihat kelakuan penjahat ini hanya mendengus kesal. Dia penjahat tapi, kelakuannya benar-benar buat dia kesal.     

"Kenapa kau tiup tengkuknya? Apa kau pikir dia itu kepanasan hmm?" tanya Paijo dengan wajah kesal.     

Ian yang tahu menoleh ke samping. Benar saja, jika penjahat tobat yang ikut mereka meniup tengkuknya. Ian berdehem sambil menatap tajam. Bono yang iseng hanya menggarukkan kepalanya.     

"Maafkan aku. Aku hanya iseng saja. Ayo kita turun. Kita harus lihat apa yang mereka lakukan. Sebelum terlambat untuk menyelamatkan mbak manis kalian," jawab Bono lagi.     

Dino keluar dari mobil diikuti Mamang juga yang lainnya. Mereka berjalan pelan dan mendekati rumah itu perlahan. Dino memberikan kode untuk jalan pelan. Ian dan Paijo juga Bono berjalan pelan.     

"Mang, itu lihat ada celah sedikit di dinding itu. Ayo kita lihat," bisik Dino dengan pelan.     

Mamang menganggukkan kepalanya. dia juga ikut melangkah ke dinding dan mengintip situasi di rumah itu. Mamang melihat ketiga pembunuh duduk di depan meja ritual dukun yang menculik Narsih.     

"Mang, kami ke sana dulu, siapa tahu kami bisa tahu di mana letak jasad mbak manis," kata Ian lagi.     

Mamang dan Dino menganggukkan kepalanya. Dino masih mendengar sayup-sayup apa yang dikatakan oleh Bram dan dukun itu.     

"Kami tidak mau ikut campur dengan ritual anda mbah. Kami mau Narsih menjauhi kami, bukan untuk menghidupkan dia dengan paku ini." Bram tidak terima jika dirinya melihat narsih hidup.     

Dino dan Mamang mengangga mendengarnya. dia tidak menyangka jika jasad Narsih mau dibangkitkan lagi. Dino mengepalkan tangannya mendengar apa yang dikatakan oleh dukun itu.     

"Tidak mungkin Mang jasad itu dihidupkan kembali. Mamang tahu kan, jika dia itu sudah meninggal. Narsih hanya mau balas dendam saja, dia ingin pembunuh itu mendapatkan balasan atas perbuatannya. Itu saja nggak lebih Mang," kesal Dino mendengar pengakuan dukun itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.