Dendam Winarsih

Ambil Jasad Narsih



Ambil Jasad Narsih

0Ian, Paijo dan Bono yang terpisah dari Dino dan si mamang menyusuri sisi rumah dukun itu. Mereka harus mencari keberadaan dari jasad Narsih. Perlahan tapi pasti mereka bergerak menyusuri setiap jalan setapak.     

"Hei, itu lihat ada lubang. Aku rasa kita lihat dulu di sana, siapa tahu ada tanda Narsih di sana. Jika ada kita ambil jasad Narsih segera," kata Ian menunjukkan arah lobang yang terhubung dengan yang di dalam.     

"Kita lihat saja dulu, gantian saja dulu." Paijo meminta Ian untuk melihat lebih dulu.     

Ian mendekati lobang yang terhubung dengan ruangan yang di dalam. Perlahan tapi pasti, Ian mendekati ke arah lubang itu. Dia melihat dan ternyata itu ruangan seperti kamar. Mata Ian bergerak ke sana kemari dan bertemu dengan satu jasad yang tanpa kain kafan menutupi tubuhnya.     

"Gila, sialan itu dukun, bisa-bisanya dia memperlakukan narsih seperti itu. Aku harus mengambil balik jasad itu. Setelah itu aku buat dia kehilangan nyawanya di tangan Narsih dan goloknya," gumam Ian dengan kesal.     

Ian mengepalkan tangannya dan memandang Paijo dan Bono yang dibelakang dirinya. Dia langsung menujuk ke arah lubang itu dan mengangguk sebagai kode jika ada jasad yang mereka cari.     

"Aku mau lihat, aku ingin tahu kondisi Mbak manis," ucap Paijo lagi.     

Paijo mendekati lubang dan melihat ke dalam melalui lubang itu. Paijo mengepalkan tangannya dan mengumpat dengan segala umpatan di mulutnya. Paijo tidak tega melihat keadaan jasad Narsih. Penjahat yang bernama Bono tidak tinggal diam dan melihat ke arah lubang tadi.     

Dia mengangga melihat kondisi jasad wanita yang sama sekali tidak dihargai itu. Bono memandang ke arah Ian dan Paijo. Dia menggelengkan kepalanya.     

"Aku tidak tahu kenapa bisa seperti ini. Kita harus bagaimana sekarang?" tanya Bono pada Ian dan Paijo.     

Ian dan Paijo saling pandang, keduanya masih mencari apa yang terjadi dan apa yang akan mereka lakukan sekarang. Bono masih menunggu jawab keduanya, Bono memandang keduanya secara bergantian.     

"Jadi bagaimana?" tanya Bono dengan suara lirih.     

"Ian, kita panggil Dino dan Mamang saja ke sini. Biar dia bantu kita berpikir." Paijo memberikan saran pada Ian untuk memanggil Dino dan mamang Dadang.     

Ian mengangguk tapi tidak dengan Bono, dia mencegah mereka untuk memberitahukan pada Dino dan mamang. Bono menggeleng kepala dan mengeluarkan pisau yang cukup besar. Ian dan Paijo menelan salivanya. penjahat ini ingin membunuh mereka pikir Ian dan Paijo.     

"Kenapa wajah kalian pucat, aku hanya mau mengeluarkan ini dan tentu ingin melakukan ini, lihat baik-baik. Kalian terlalu lambat, jika kita ketempat teman kalian itu keburu jasad itu digantung," jawab Bono.     

Bono mendekati dinding tepas dan mencongkel tepas yang menjadi penghalang mereka. Perlahan tapi pasti, Bono mulai melakukan dengan hati-hati.     

Ian yang melihat Bono membuka tepas itu ikut membantu dan tentunya ikut menarik pelan tepas agar tidak ketahuan sama yang punya rumah. Paijo juga tidak mau berdiam diri, dia juga membantu untuk menarik tepas itu.     

"Cepat sedikit, sepertinya mereka sudah mau selesai." Bono meminta keduanya untuk cepat.     

Ian dan Paijo mengangguk dan mulai cepat menarik tepas dan akhirnya langsung terlepas dengan mudah. Ian dan Bono menarik jasad Narsih yang tidak berpakaian itu. Perlahan tapi pasti mereka bisa membawa jasad itu keluar tidak lupa menarik kain yang ada di kamar untuk menutup tubuh polos Narsih.     

"Ayo cepat, kita pergi. Nanti bisa ketahuan oleh mereka di sana. Tapi bentar aku benarin ini dulu," ucap Bono pada keduanya.     

Setelah tepas itu kelihatan sangat rapi, ketiganya membawa jasad Narsih perlahan. Bobot tubuh Narsih sangat berat, perlahan tapi pasti ketiganya langsung menuju tempat parkir mobil. Ketiganya melewati Dino dan Mamang.     

Dino dan mamang mengangga melihat apa yang mereka bawa. "Si-siapa yang kalian bawa?" tanya Dino terbata-bata.     

Ian tidak punya waktu untuk menjawab begitu juga dengan Paijo dan Bono yang sudah ngos ngosan membawa jasad Narsih. Dino dan Mamang mengikuti ketiganya keluar dari tempat itu. Keduanya juga membantu membawakan apa yang dibawa oleh ketiganya.     

"Buka pintunya, cepat buka. Kita tidak punya waktu lagi," ucap Bono.     

Dino membuka pintu belakang dan meletakkan perlahan. Kain tersingkap dan tubuh Narsih kelihatan oleh Dino. Dino lega akhirnya bisa membawa jasadnya kembali. Dino bergegas masuk mobil begitu juga dengan mereka semua.     

Dino melajukan mobil keluar dari tempat si dukun itu. "Kita ke desa salak saja, kamu sanggup Dino?" tanya Mamang lagi.     

"Iya mang, kita ke sana saja. Lagian kita tidak mungkin bawa pulang ke kota kan. Bisa kena masalah kita pada warga sana dan berurusan sama polisi," ucap Dino lagi.     

"Dino, apa kita tidak kasih tahu mamang Jupri?" tanya Ian.     

Dino menepuk jidadnya. Jika tidak dikasih tahu bisa saja mereka yang dikira mengambil jasad Narsih. Bisa panjang urusannya.     

"Kalian telpon segera, biar nanti mamang Jupri kasih kita solusinya. Jangan asal kita serahkan, bisa-bisa kita yang kena," ucap Dino.     

Ian mengangguk dan mengambil ponselnya. Ian mulai mencari nama Mang Jupri. Ian menekan tombol kanan. Ian menunggu teleponnya dijawab oleh mang Jupri.     

Tut ... tut ...     

"Halo, assalamualaikum, Ian ada apa?" tanya mamang dengan suara serak.     

"Halo mang, waalaikumsalam, kami mau ke sana ini. Mang ada di rumah kan?" tanya Ian.     

"Ada, saya baru bangun tidur. maklum kurang sehat sedikit. Baiklah, saya tunggu kalian ya," ucap Mang Jupri.     

Panggilan keduanya akhirnya berakhir. Ian melihat ke arah Paijo dan Dino. Kedua sahabatnya mendengus melihat Ian yang tidak mengatakan apapun pada mang Jupri.     

"Apa aku salah? Dia sakit katanya. Mungkin dia sudah tua." Ian menjawab sekenaknya saja.     

Plakk!     

"Kau kasih tahu, jika kita mau bawa jasad Narsih, jadi pas di sana kita tidak diserbu oleh warga desa lagi," ucap Paijo lagi.     

Ian menepuk keningnya dan terkekeh. Dia lupa mau mengatakannya pada mamang. Dia tidak tahu jika harus mengatakan itu. "Maafkan aku ok," ucap Ian.     

Mamang menggelengkan kepalanya dan tersenyum kecil melihat kelakuan Ian. Dino membawa mobil dengan cepat, dia tidak ingin ada yang mengikuti keduanya.     

Di rumah, dukun yang mencuri jasad Narsih akhirnya menemukan titik terang. Dia bangkit dan membawa Bram dan kedua temannya ke dalam kamar untuk melihat Narsih yang jasadnya masih utuh.     

Ceklekkk!     

Dukun itu mempersilahkan ketiganya masuk. Bram melihat kamar kosong tanpa jasad Narsih sama sekali. Dia menyergitkan keningnya.     

"Apa yang mau mbah tunjukkan?" tanya Bram lagi.     

Dukun itu melihat kamarnya kosong, tidak ada jasad sama sekali. Dia sudah memakai tangkal untuk mengusir Narsih agar tidak membawa jasadnya. Tapi kenapa bisa hilang.     

"Kemana jasad wanita itu? Kenapa bisa hilang?" tanya dukun itu dengan wajah panik.     

Dukun itu mencari ke segala arah. Dia tidak tahu kenapa bisa hilang begitu saja dan kenapa bisa tidak ada di kamar.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.