Dendam Winarsih

Kemarahan Mbah Dukun



Kemarahan Mbah Dukun

0Dukun yang mengetahui jasad Narsih hilang dari kamar yang sudah dia kasih mantra dan tentunya tangkal untuk menghindari Winarsih mengambilnya kini raib begitu saja.     

"Sialan! Siapa yang berani melakukan ini semuanya, kenapa jasad itu bisa hilang, siapa yang mencurinya. Tono! Cepat cari siapa yang mencuri jasad itu!" teriak dukun itu.     

Kemarahan mbah dukun benar-benar sudah di ubun-ubun, dia tidak tahu harus berbuat apa lagi, dia sangat menyesal karena tidak ada yang menjaga di sini.     

"Jadi bagaimana? Jasad itu sudah tidak ada, kami harus apa sekarang? Apa kami menunggu di sini?" tanya Bram lagi.     

Dukun itu memandang ke arah ke tiganya, dia sudah kehilangan jasad itu sekarang, ketiganya malah bertanya seperti itu. Pandangan Bram dan mbah dukun itu begitu menakutkan.     

"Jika kalian mau pulang silahkan, saya tidak akan melarang kalian sama sekali," ucap dukun itu dengan wajah yang sangat menyeramkan.     

Bram dengan cuek berbalik dan tentunya dia langsung meninggalkan gubuk mbah dukun itu. "Entah apa mau dia lakukan pada jasad itu. buang waktu saja," gumam Bram dengan wajah kesal.     

Diman dan Deki yang melihat Bram keluar dari kamar dan pergi begitu saja bergegas menyusul Bram. Mereka tidak mau ketinggalan di desa dan di gubuk mbah dukun itu.     

"Bram, tunggu kami, jangan main cabut saja," teriak Deki yang mengejar Bram.     

Keduanya berlari menyusul Bram. Bram menghentikan langkahnya. Dia tahu jika kedua kawannya ini pasti menginginkan rencana si mbah dukun itu.     

"Kalian lihat bukan? Jasad Narsih kata dia ada di sana, tapi apa, mana ada jasad Narsih di situ, jadi buat apa kita ke sini hmm? Buang-buang waktu saja," kesal Bram dengan wajah masam.     

Deki hanya menghela nafas panjang, dia juga tidak tahu kenapa bisa tidak tahu. "Apa kau pikir aku tahu? Nggak Bram, aku hanya tahu si dukun itu menyuruh kita ke sini, tapi apa? Nggak ada pengaruhnya sama sekali." Deki memijit keningnya dengan pelan.     

"Bisa kita kembali saja, dari pada kalian di sini mendiskusikan hal yang tidak ada gunanya. kita kembali ke kota saja, setelah itu, baru kita cari solusinya," ucap Diman lagi.     

Diman memandang kedua sahabatnya itu. Dia masih menunggu keduanya bergerak. Akhirnya Bram berbalik dan berjalan menuju mobil yang dia parkir disusul oleh Deki dan Diman.     

Mbah dukun yang sibuk memerintahkan anak buahnya untuk mencari jasad Narsih hanya bisa mengepalkan tangannya dengan keras. Dia tidak terima jika jasad yang sudah dia ambil hilang.     

"Mbah, kami sudah mencarinya, tapi tidak ketemu Mbah, kami menemukan jejak kaki di dekat kamar ini mbah, sepertinya masih baru itu," ucap anak buah mbah dukun itu.     

Mbah dukun yang melihatnya langsung bangun dan melihat ke arah kamar, tidak ada yang mencurigakan sama sekali pikir mbah dukun lagi. Mbah dukun langsung memeriksa ke sekeliling dan melihat celah di dinding gubuknya, dia melihat dinding tepas itu terbuka.     

"Sialan, mereka mencuri jasad yang aku ambil. Cari jejak mereka, aku akan lihat dari sini. Awas kalian, akan aku buat kalian menjadi budak setanku," geram mbah dukun itu.     

Mbah dukun langsung duduk di meja ritualnya. Dia mulai membaca mantra untuk melihat siapa yang mengambil jasad Narsih. dia melempar bunga dan berbagai macam ritual.     

Hahahahah ... hahahaha ...     

Suara tertawa Narsih terdengar melengking. Semua barang yang di rumah mbah dukun bergoncang dengan sangat kencang seperti gempa bumi yang sangat dahsyat. Dukun itu terus membaca mantra dan melempar semua yang menghalangi Narsih untuk mendekatinya.     

"Kau pikir aku takut hantu sialan? Aku tidak takut, aku akan mengambil jasadmu lagi. Kau tunggu saja, aku akan mengambilnya!" teriak dukun itu di depan Narsih.     

Narsih duduk di lemari sambil menghentakkan kakinya dengan kencang dan tentunya golok Narsih dia mainkan untuk membuat lemari dukun itu bolong. Anak buah dukun yang masuk ke rumah kaget melihat dukunnya melempar bunga dan yang lainnya.     

"Mbah, kenapa mbah?" tanya anak buah dukun itu.     

Mbah dukun yang sudah kesal melihat Narsih di depan matanya melemparkan paku yang ditakuti oleh Narsih. Narsih yang di lempar langsung berteriak marah. Dia makin membuat rumah mbah dukun itu makin bergoncang teriakkan Narsih makin menjadi.     

"Mbah, dia ngamuk, bagaimana ini?" tanya anak buah mbah dukun itu.     

Anak buah dukun yang sedang mencari di luar berlari ke dalam rumah dan melihat mbah dukun sibuk melawan sosok wanita yang berteriak histeris. Mbah dukun sudah di selimut amarah yang menggebu, dia melawan Narsih yang benar-benar tidak bisa berhenti berteriak.     

"Narsih, pergi dari sini, jika tidak aku akan buat kamu menyesal karena pernah bertemu denganku!" teriak mbah dukun yang sudah kesal.     

Hahahahha ... hahahahah ...     

"Aku tidak akan pergi, aku akan buat kalian semua mati, bersiaplah mati di tanganku!" teriak Narsih dengan kencang.     

Narsih memandang ke arah anak buah dukun itu. Dia menatap nyalang ke arah anak buah dukun itu. Anak buah dukun itu mulai mundur saat Narsih memandang mereka dengan tatapan membunuh.     

"Kalian menyingkirlah, biar ini urusan mbah." Kemarahan mbah dukun sudah tidak terbendung lagi. dia sudah amat sangat marah.     

Mbah dukun melempar semua paku yang ditakuti oleh para setan, entah paku apa yang penting paku itu sangat berbahaya. Narsih yang terkena lemparan langsung berteriak dan menghilang. Dukun itu menghela nafas panjang.     

"Mbah apa dia akan kembali?" tanya anak buah dukun itu.     

"Kita harus waspada. Kalian taburi paku ini. Ini paku sudah mbah kasih mantra. Mbah nggak mau kalian semua diserang hantu itu." Dukun itu menyerahkan paku pada anak buahnya.     

Mbah dukun duduk sambil melanjutkan ritualnya, dia ingin melihat kemana jasad Narsih dibawa kemana. Dia ingin tahu siapa yang membawa jasad Narsih.     

Air dalam wadah tanah liat berputar dan menunjukkan mobil melaju ke desa salak. Dukun itu mulai memutar kembali, tapi tetap mobil itu yang kelihatan.     

"Apa mereka yang mengambil jasad Narsihku? Jika mereka yang ambil maka akan aku buat mereka menyesal." Dukun itu geram karena mengetahui siapa yang ambil jasad Narsih, walaupun belum melihat wajah yang mengambil jasad itu.     

"Mbah, itu orang yang ambil jasad wanita itu? Siapa dia?" tanya anak buah mbah dukun itu.     

"Tidak tahu, mbah tidak tahu. Kita harus lihat dulu, mbah yakin, kalau dia akan ke sana dan mengembalikan jasad itu." Dukun menatap tajam ke arah wadah tanah liat.     

Dukun itu tidak melepaskan pandangannya dari wadah itu. Wadah bergoncang dengan kencang, air dalam wadah tumpah semua. Mbah dukun kaget karena wadah air tumpah berserakkan.     

"Sialan, dia menutup pelakunya. Aku tidak akan membiarkan hantu itu melindungi mereka," geram dukun itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.