Dendam Winarsih

Ulah Dukun



Ulah Dukun

0Dino dan yang lainnya masih di jalan menuju Desa Salak, Dino yang membawa mobil merasakan ada yang salah, dia masih memikirkan kenapa bisa jalannya ke jalan yang tadi saat jalan menuju desa sebelumnya.     

"Teman-teman, kenapa kita beda jalur. sepertinya kita dikerjain seseorang ini. Coba kalian lihat jalanan yang aku bawa ini," kata Dino pada temannya.     

Mamang, Ian, Paijo dan Bono penjahat yang ikut sama dengan mereka melihat ke arah sekitar. Dan benar saja, jalannya berubah.     

"Dino, jadi bagaimana ini? Mana mungkin kita kembali ke rumah dukun itu. Ini pasti ulah dukun itu mengacaukan pikiran kamu Dino. Coba tenang dan berdoa dulu," ucap Ian lagi.     

"Iya benar, coba kamu berdoa dulu. Jika tidak kita akan ketangkap dia Dino. Aku nggak mau usus dan jantungku di jadikan mainan kunci." Paijo mengusap tengkuknya yang meremang.     

Dino berusaha tenang dan berdoa dalam hati, dia tidak mau dukun yang mengambil jasad Narsih berusaha menarik dia dan temannya yang lain kembali ke rumah dukun itu.     

Dukun yang sedang mengusir Narsih berusaha menarik Dino untuk putar arah, dia sengaja membuat pemikiran Dino kacau. Narsih yang sibuk mengamuk di rumah dukun itu berusaha menghancurkan rumah dukun itu.     

"Mbah, kita tidak mungkin membuat hantu itu pergi meninggalkan rumah ini mbah, lihatlah dia makin mengamuk mbah," ucap anak buah mbah dukun itu.     

Dukun itu melihat ke arah Narsih yang benar-benar mengamuk, dia sudah berusaha mengusir Narsih dengan paku tapi Narsih kembali lagi. Narsih memandang ke arah dukun yang membaca mantra. Narsih melihat wadah tanah liat yang memperlihatkan Dino berkeliling tidak sampai ke desanya.     

Narsih menghilang dari rumah dukun yang mencuri jasadnya. Dia ingin segera ke tempat Dino, dia sengaja menghilang dan mengacaukan dukun itu tapi malah Dino yang di kacaukan oleh dukun itu.     

"Mbah dia pergi. Kita harus bagaimana?" tanya anak buah dukun itu.     

"Aku yakin dia pasti ada di sana, dia pasti membantu orang yang mengambil jasad yang aku ambil. Kalian tenang saja, ayo kita buat mereka kembali dan menyerahkan jasad itu," jawab mbah dukun itu.     

Anak buah dukun itu ikut duduk dan membaca mantra untuk mengacaukan pemikiran Dino. Di mobil Dino berusaha tenang dan terus berdoa dengan tenang. Dino tidak mau kalah dari dukun itu.     

"AAAAA! Kenapa mbak manis mengangetkan aku?" tanya Ian yang kaget melihat Narsih sudah datang kembali dan sekarang duduk di tengah dirinya dan Bono.     

Bono bergeser ke dekat pintu, dia takut jika Narsih membunuhnya seperti anak buahnya. dia takut sangat takut. Paijo dan ian Menelan salivanya melihat Narsih tidak seperti Narsih yang biasanya.     

Dino tetap fokus, dia tidak mau ulah dukun itu mempengaruhi dirinya. Dino melihat jalanan yang sama dengan jalan menuju desa salak. dia bersyukur dia sudah di jalan yang benar.     

"Kita di jalan yang benar. Kita sudah masuk kawasan Desa Salak. Kita selamat!" seru Dino dengan wajah bahagia.     

Narsih tersenyum kecil karena dia bisa membantu mengarahkan Dino. Ian dan Paijo juga Bono maju ke depan untuk melihat jalanan menuju Desa Salak benar.     

"Kita selamat yeee, dasar dukun tidak punya perasaan. Dia pikir kita bisa dikalahkan, Dino kau yang terbaik," ucap Ian sambil menepuk pundak Dino.     

Narsih ikut nimbrung di tengah mereka, dia ingin ikut melihat ke arah jalan seperti mereka. Bono dan Ian yang merasa di tengah mereka ada Narsih mundur perlahan. Narsih melihat ke arah Ian dan Bono.     

Keduanya menelan salivanya. "Aku ngantuk, mau tidur dulu," cicit Bono yang menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi mobil.     

Ian juga melakukan hal yang sama. Dia tidak mau melihat Narsih dan terlibat dengan Mbak manis. Paijo juga ikutan, tinggal Mamang dan Dino saja yang masih melek.     

"Mereka semua tidur Dino," ucap Mamang sembari geleng kepala melihat tingkah ke tiganya.     

"Mamang mau tidur tidak apa, tidur saja. Kita sudah di sini jadi kita tidak mungkin di ganggu lagi sama mereka," kata Dino.     

Mamang menggeleng kepala, dia tidak mungkin tidur saat Dino menyetir sendirian dalam kegelapan dan tentunya membawa jasad di mobil mereka.     

"Mang, bagaimana kita mau menyeret bram ya? Sedangkan kita masih seperti ini terus, halangannya masih aja ada. Kita juga tidak dapat hasil dari semua ini. Bram masih belum percaya pada Nona mang." Dino menumpahkan kesedihannya pada mamang.     

Dia tidak sanggup melihat Nona dekat dengan Bram, dia juga merasa kasihan pada Narsih. Narsih yang di belakang hanya diam dan wajah datarnya terlihat jelas. Dia juga sedih karena Bram tidak bisa dia sentuh karena jimat itu.     

"Biarkan aku yang membalasnya Dino. Jangan libatkan Nona lagi." Narsih untuk pertama kali mengatakan itu pada Dino dan Mamang.     

Dino dan Mamang saling pandang, dia tidak percaya mendengar suara lembut Narsih. Kali ini dia seperti manusia yang meminta sesuatu pada orang lain.     

"Nak Narsih, kami akan membantu sebisa mungkin. Kamu harus percaya, jika kita bisa bawa dia ke penjara. jangan menyerah," jawab Mamang lagi.     

"Iya, kamu percaya sama kami kan? Kami akan bantu, Mamang dan yang lain akan membantu, jika sulit kami tidak akan menyerah," ucap dino lagi.     

Di rumah mbah dukun, wadah air untuk melihat keberadaan Dino tumpah dan pecah. dukun yang melihat wadah tanah liatnya pecah mengepalkan tangannya.     

"Dasar, hantu sialan. Aku akan buat kau menyesal, aku akan buat kau tidak akan berkutik. Aku tetap akan mengambil jasadmu lagi. Aku akan buat kau menyesal, aku akan buat kau tidak bisa kembali ke alam baka. Aku berjanji, hantu sialan." Dukun yang mengambil jasad Narsih begitu murka.     

Dia tidak pernah merasakan dirinya kalah, selama ini dia selalu berhasil untuk mendapatkan yang dia inginkan. Anak buah dukun yang melihat kemarahan sang dukun hanya bisa diam dan tidak berkutik sama sekali.     

"Kita buat rencana lain. Kita harus cari lelaki yang mirip dengan mendiang suaminya. Aku yakin hantu wanita itu pasti berhasil kita tangkap. Bukan hanya jasadnya, tapi jiwanya juga. Aku ingin dia menjadi budakku," ucap dukun itu dengan penuh amarah.     

Dukun itu ingin Narsih menjadi budaknya, dia tidak peduli jika dendam Winarsih tidak tercapai, yang penting dia bisa memanfaatkan hantu itu.     

Dukun itu bangun dan masuk ke kamarnya. Dia ingin bersemedi, dia ingin memcari tahu wajah suami hantu yang dibunuh oleh Bram. Dia ingin memanfaatkan itu. Dia ingin panggil arwahnya, bisa atau tidak yang penting dia harus melakukannya.     

Di luar anak buah dukun itu hanya bisa menghela nafas. "Cukup seram ya, aku tidak menyangka hantu itu bisa membuat mbah menjadi kalah dan gagal dalam rencananya. Biasanya mbah tidak pernah terkalahkan," ucap anak buah dukun itu.     

"Iya, benar. Kita tidak boleh sembarangan dalam menghadapi hantu itu. Dia punya seseorang yang membantunya. Jika tidak mana mungkin jasadnya bisa di ambil," jawab anak buah dukun itu lagi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.