Dendam Winarsih

Terima Kasih



Terima Kasih

0Perjalanan panjang membuat Dino dan yang lainnya hampir menyerah, jarak tempuh harusnya 3 jam saja ini semakin lama akibat ulah dukun itu. Mereka harus berputar arah ke sana kemari. Pada akhirnya mereka berhasil menemukan jalan menuju desa salak. Dan sekarang mereka sudah memasukki Desa Salak.     

"Bram, tidak mengejar kita lagi ya?" tanya Ian pada Dino.     

Dino yang mendapatkan pertanyaan dari Ian hanya mengangkatkan bahunya. Dia tidak tahu masalah itu. dia lupa memberitahukan Nona.     

"Aku lupa kasih tahu Nona, aku harap dia baik saja," ucap Dino dengan suara lirih.     

Mamang Dadang menepuk pundak Dino dan menguatkannya. Dino merasakan kegelisahan di hatinya karena Nona tidak ikut dengan dia dan lainnya.     

"Aku akan telpon Nona saja kalau kau mencemaskan dia. bagaimana?" tanya Ian.     

"Jangan, dia pasti sudah tidur. Besok pagi saja. Ini sudah malam dan kita tidak mungkin membangunkan Nona." Dino mencegah ian untuk menelpon Nona.     

Setengah jam mereka sampai di penginapan Mang Jupri. Mobil terparkir di depan rumah Mang Jupri yang sekaligus penginapan si Mang.     

"Akhirnya sampai juga. Terima kasih Dino, kau luar biasa. Kau bawa kami semua dengan selamat." Paijo menepuk pundak sahabatnya. dia tahu jika Dino terkecoh sedikit saja, maka mereka akan bertemu dukun itu lagi.     

"Semuanya Allah yang mengatur, dia yang membantu kita menunjukkan jalannya. Sekarang ayo kita masuk dan istirahat dulu. Kalian bawa jasad mbak manis ke dalam," jawab Dino.     

Ian dan Paijo juga Bono keluar dari mobil. Ketiganya membuka pintu bagasi mobil dan terlihat jasad Narsih tergeletak di sana. ketiganya saling pandang satu sama lain.     

"Bukannya kita sudah membawa dia keluar dari rumah dukun itu, sekarang kita juga yang bawa. Apa itu tidak salah?" tanya Ian.     

Ian takut karena dia harus membawa jasad itu lagi. Entah kenapa perasaan takut hinggap di hatinya. Paijo juga merasakan hal yang sama, juga Bono yang baru menyadari jika tadi dia bawa jasad wanita yang membunuh anak buahnya.     

"Kita suruh saja si Pak tua itu dan temanmu itu. Tadi kita kan sudah, aku benar-benar takut," sambung Bono pada Ian dan Paijo.     

Keduanya juga menganggukkan kepalanya, mereka baru menyadari jika tadi menggotong jasad Narsih. Mana jasad itu masih utuh, entah apa yang terjadi kenapa masih utuh.     

Dino yang duduk di teres merenggangkan pinggangnya bersama Mamang merasa heran melihat ketiganya masih berdiri di belakang mobil.     

"Apa yang mereka diskusikan. Lihat lah mang, kelakuan mereka bertiga. Apa mereka tidak mau membawa jasad itu. Bukannya tadi mereka Yang bawa jasad itu keluar dari rumah dukun itu. tapi kenapa sekarang malah mereka tidak ada yang mau bawa." Dino menunjukkan ke arah ketiganya yang sedikit menjauh dari mobil.     

"Mungkin mereka takut. Maklum saja kesadaran mereka mulai kembali. Ayo kita lihat, ini sudah terlalu malam, kita harus istirahat sekarang, jika tidak maka besok kita tidak bisa melek dan menyerahkan jasad ini untuk di makamkan," jawab Mang Dadang.     

Dino pun bangkit dan berjalan menuju ke tempat sahabatnya berada. Dino menepuk pundak Ian dengan kencang. Ian yang masih dalam mode melamun terlompat kaget dan menerkam Bono.     

"AAAAA!' teriak Ian dengan kencang.     

Ian berada di gendongan Bono, Bono yang kaget dengan teriakkan Ian spontan menangkap Ian dan menggendongnya. Ian memaki Dino sejadinya. Dia tidak bisa menahan kekesalannya pada Dino. Paijo, Dino dan Mamang tertawa melihat wajah pucat Ian.     

Mang Jupri yang mendengar suara orang berbincang bangun dan melihat siapa yang berbincang di depan rumah sekaligus penginapannya. Mang Jupri keluar dan mendekati Dino dan lainnya.     

"Kalian kenapa ribut sekali," ucap Mang Jupri pada Dino dan lainnya.     

Dino yang mendengar suara Mang Jupri kaget dan melompat ke arah Mang Dadang. Mang Dadang yang tidak siap menangkap Dino akhirnya jatuh bersama Dino.     

"AAAAA, pinggangku," teriak Mang Dadang.     

Dino yang jatuh menimpa mang Dadang meringis kesakitan. Paijo yang melihat keduanya jatuh langsung mengangkat Dino dari atas tubuh mang Dadang. Paijo benar-benar tidak habis pikir kenapa kedua sahabatnya punya penyakit kagetan.     

"Kalian kenapa kagetan semuanya, ayo bangun cepat. Kasihan mang Dadang kamu timpa," ucap Paijo.     

Dino mendengus kesal dengan Mang Jupri, dia main kagetin saja. Mang Jupri tertawa kecil melihat wajah Dino yang cemberut. Ian turun dari gendongan Bono dan memukul kepala Dino.     

"Karma itu instan kawan. Rasakan itu, terima kasih mang," ucap Ian dengan wajah sombongnya.     

Dino berdecih karena melihat Ian memukulnya. "Mang, lihat lah kami bawa jasad Narsih kembali. Mang bantu angkat ya, besok baru kita serahkan pada keluargnya untuk di makamkan," ucap Dino pada mang Jupri.     

Mang Jupri melihat jasad Narsih yang menjadi heboh di desanya. "Syukurlah, kalian mendapatkan jasad ini kembali. Aku tidak menyangka kalau kalian bisa mendapatkan jasad Narsih. Ayo, kita bawa dia ke dalam. besok kita bicara lagi." Mang Jupri bersama Dino dan Mang Dadang membawa jasad Narsih.     

Sampai di penginapan, Mang Jupri meletakkan jasad Narsih di sofa panjang. "Biarkan di sini saja. Kalian istirahat dulu. Saya juga mau istirahat besok kalian harus jelaskan sama kepala desa dan juga kalian jelaskan pada orang tua Narsih."     

"Baiklah, kami istirahat dulu mang, semoga kami tidak di salahkan atau digebukin sama warga desa sini," kata Dino.     

Mang Jupri menepuk pundak Dino. "Tidak akan. Mang Jupri yang akan menanganinya. jika pun mereka menggebuk kalian, kalian bisa gebuk lagi mereka," seloro mang Jupri pada Dino.     

Dino dan lainnya mengangga melihat apa yang mang Jupri katakan. "Sebelum mereka gebuk kita, gimana kalau kita gebuk mang Jupri lagi. Dasar mang Jupri, terkadang suka ngelawak," dengus Ian.     

Ian berjalan menuju kamar tanpa menghiraukan yang lainnya. dia juga tidak peduli jika ini penginapan mang Jupri. Dino menatap mang Jupri yang tersenyum kecut.     

"Maklumi ya mang, efek ngantuk. Ya sudah mang istirahat sana, kami juga mau istirahat juga ini," ucap Dino.     

Mang Jupri pergi dari penginapan menuju rumahnya sendiri. Dino dan lainnya masuk ke kamar yang ada di penginapan. Selesai mencuci muka dan membersihkan diri mereka terlelap dan masuk ke dalam mimpi.     

Di tempat berbeda, Bram yang sudah sampai di rumahnya langsung membersihkan diri. Dia tidak menyangka jika dukun itu mau membangunkan jasad Narsih. Tujuannya cuma satu, untuk menghilangkan dendam Winarsih padanya.     

"Tidak mungkin jasad Narsih bisa bangun, itu mustahil dan dia juga mana mungkin memaafkan dirinya." Bram menghela nafas panjang, dia tidak tahu kalau kejadian akan seperti ini.     

Bram melihat jimat yang terletak di dekatnya. Bram memegang jimat itu dan memakainya kembali. Dia berjalan menuju ranjang untuk merehatkan dirinya. Lelah bercampur jadi satu. Bram melihat ke arah jendela dan terlihat sosok Narsih yang berdiri di balik gorden rumah Bram.     

"Aku tidak pernah berniat untuk mengambil jasadmu, jadi jangan kau berpikir aku mau mengambil jasadmu itu. Jadi pergilah kau dari hadapanku sekarang," sentak Bram dengan suara tinggi.     

Udara di kamar Bram mulai dingin, pendingin ruangan belum Bram nyalakan. Bram merasakan hawa berbeda dan aroma melati yang berada dekat dengan dirinya. Sosok wanita cantik muncul di depan Bram.     

"Nona!" seru Bram dengan pandangan tajam.     

Bram menggelengkan kepala melihat wajah wanita di depannya. Dia melihat dengan jelas jika di depannya bukanlah Nona melainkan Narsih, wanita yang dia cintai dan dia bunuh dengan sadis.     

"Akang tidak mengenaliku?" tanya wanita itu dengan suara lembut.     

Bram tidak menunjukkan wajah yang ramah, wajah yang datar lah yang Bram tunjukkan pada wanita di depannya.     

"Kenapa kau di sini. Kau jangan mengejarku, tapi cari dukun yang mengambil jasadmu itu. tidak ada hubungannya denganku," ketus Bram pada wanita yang berada di depannya.     

Narsih mendekati Bram perlahan, dia hanya bisa mendekati Bram dari jarak yang tidak terlalu dekat. Jimat itulah penghalang dia untuk bisa menghabisi Bram, Narsih tidak mau jika jimat itu mencelakai dirinya.     

"Kenapa kau menjauh? Kemarilah hantu sialan. Aku akan buat kau merasakan jimat ini." Bram bangun dan mendekati narsih.     

Bram berusaha memegang tangan Narsih, namun Narsih berubah menjadi wujudnya semula, wujud yang menyeramkan dengan golok di kepalanya. Bram terkejut namun, dia tidak menunjukkan wajah keterkejutannya.     

"Kenapa? Kau takut? Jika iya maka pergi dan jangan ganggu aku." Bram memandang begis ke arah Narsih.     

Narsih mengeluarkan binatang menjijikan dari mulutnya, dia menunjukkan wajah yang penuh amarah, dia tidak peduli Bram memakai jimat pelindung, dia tetap menunjukkan jika dia tidak takut pada jimat Bram. Tapi Bram juga tidak takut, dia juga mendekati Narsih, alhasil Narsih menjerit kala tangan Bram mendekati dirinya. Narsih menghilang dengan sendirinya.     

"Jangan pernah menampakkan dirimu dihadapanku lagi." Bram berbalik dan melanjutkan tidurnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.