Dendam Winarsih

Pemakaman Ulang



Pemakaman Ulang

0Pagi ini semua sudah bangun dan bersiap untuk pergi ke balai desa. Mereka tidak mau membuang waktu untuk pemakaman ulang. Makan pagi pun dengan hening. Tidak ada pembicaraan sama sekali, setelah selesai Dino dan lainnya menjumpai mang Jupri untuk meminta saran kembali.     

"Mang, bagaimana? Apa yang kita lakukan sekarang apa kita harus membawa dengan mobil lagi atau apa?" tanya Dino.     

Mang Jupri meminum kopinya perlahan. Ian dan Paijo menatap mang Jupri lekat. Di saat seperti ini si mang Jupri bisa minum kopi.     

"Kita telpon Pak Camat dan pak Ustad biar mereka ke sini dengan warga. Kita buat warga membawa jasadnya. Sebentar dulu." Mang Jupri mencari ponsel dan mencari nama kedua orang yang dia maksud.     

"Dino, jika kita tidak punya Mang Jupri yang dekat sama desa ini, bisa-bisa kita digebukin sama warga, tahu sendiri kan, warga sini kompak untuk masalah itu," ucap Ian pada Dino.     

Dino menganggukkan kepalanya dan dia tahu warga di Desa Salak benar-benar luar biasa. Dia saja yang tidak tahu apa-apa bisa kena. Padahal dia tidak tahu kapan dia bisa ke makam itu.     

"Mereka akan ke sini sebentar lagi. Kalian tenang saja. Saya akan jelaskan, lagian saya tahu apa yang terjadi," ucap mang Jupri.     

Ian berdecih mendengar apa yang mang Jupri katakan. "Tahu yang terjadi, kami hampir nyasar dan untung saja tidak meninggal di rumah dukun itu. Besok kalau hilang lagi, mang Jupri ikutan cari sama kita." Ian menatap mang Jupri dengan wajah kesal.     

Mang Jupri melempar bantal kursi ke arah Ian, dia kalau ngomong tidak pernah dicerna. main sambar kayak petasan cabe rawit. Dino menggeleng melihat Ian dan mang Jupri jika bertemu tidak pernah akur sama sekali.     

"Sudah, kalian jangan bertengkar. Kita tunggu warga datang dan makamkan jasad Narsih. Ayo kita pergi sekarang, kita tunggu mereka di sana," ucap Dino berdiri dan berjalan ke penginapan untuk menunggu warga.     

Semuanya pergi menuju penginapan yang terdekat dengan rumah mang Jupri. Tidak berapa lama warga datang dengan wajah penasaran dan membawa tandu untuk membawa jasad Narsih.     

"Maaf, kami terlambat. Mana jasad Narsih mang Jupri?" tanya Pak Camat pada mang Jupri.     

Mang jupri masuk dan mengajak beberapa ke dalam. Mereka kaget jasad Narsih tergeletak di sofa dan masih utuh. Ini bisa dikatakan hal pertama. Warga yang melihatnya kaget dan mundur. Tidak berapa lama Mak dan Abah datang dengan tangisan yang memilukan.     

"Anak Mak, kenapa kamu diincar sama mereka. Apa salah kamu nak?" tanya Mak dengan suara lirih.     

Tangis kedua orang tua Narsih membuat warga yang melihat jasad Narsih ikut menangis. Mereka tidak tahu apa yang akan mereka lakukan jika keluarga mereka kehilangan jasad seperti keluarga Narsih. Pasti mereka akan sedih seperti kedua orang tua Narsih.     

"Pak Ustad, kita harua segera memakamkan jasad ini. Tapi makamnya di mana Ustad?" tanya Pak Camat lagi.     

Semua saling pandang. Jika mereka memakamkan di dekat makam lama maka akan diambil kembali. Jika tidak mau diambil harus dipindahkan itu pun harus melakukan ritual dan harus mencari hari yang baik.     

"Kita harus kuburkan di tempat sama saja, nanti kita cari waktu yang tepat untuk kita pindahkan, bagaimana Abah dan Mak?" tanya Pak Camat.     

"Kami terserah saja, asal anak kami aman. Kami mau pindahkan di sebelah rumah kami saja, biar aman dan kami bisa menjaga setiap saat," ucap Abah lagi.     

Akhirnya kesepakatan terjadi antara keluarga dan warga. Warga perlahan membawa Narsih dan beberapa orang memandikan jasad Narsih kembali dan mengkafankan Narsih kembali. Setelah selesai, semua ikut ke pemakaman.     

Dino dan yang lainnya ikut menyaksikan pemakaman Narsih, satu jam mereka selesai memakamkan Narsih. Mereka pulang ke rumah mang untuk istirahat sejenak.     

"Kalian mau pulang atau nginap lagi di sini?' tanya mang Jupri pada Dino dan lainnya.     

"Kami akan pulang sekarang, kasihan Nona di sana, dia tidak ada teman di sana, lagian kita juga harus kerja. Nanti jika ada apa-apa kabari kita mang. Dan berhati-hati, aku yakin dukun itu pasti ke sini lagi." ucap Dino lagi.     

"Baiklah, jika itu mau kalian, mang Jupri tidak akan memaksa kalian. Terima kasih karena sudah membawa Narsih ke sini. Kami akan tingkatkan penjagaan di sini." Mang Jupri menghela nafas karena satu masalah selesai, tinggal masalah Bram yang begitu licin untuk ditangkap.     

"Kalau begitu kami pulang saja, nanti kemalaman sampai di rumah. Mang Jupri dan Bibi Sum kami pulang dulu ya, terima kasih sudah menerima kami di sini." Dino bangun dan bersalaman pada Mang Jupri dan istrinya.     

Mang Jupri ikut salaman juga, dia tidak mungkin maksa Dino dan lainnya untuk tinggal. Mang Jupri dan istrinya mengantar Dino dan temannya ke mobil mereka. Dino melambaikan tangannya dan meninggalkan penginapan mang Jupri.     

"Dino, kita sudah selesai bukan?" tanya Ian lagi.     

"Belum, sepertinya kita masih banyak pekerjaan. dan kamu sendiri mau kita antar di mana?" tanya Dino pada Bono.     

Bono menghela nafasnya, dia sudah tidak punya anak buah lagi. Semua anak buahnya sudah habis dibantai Narsih. Dan sekarang dia akan kembali ke kampung saja.     

"Aku akan ke kampung aja, lagian aku tidak punya siapa-siapa. Aku takut jika diminta sama pak Bram untuk mencari hantu itu, bisa ikutan menghadap sang pencipta saya," jawab Bono.     

Ian terkekeh mendengar apa yang dikatakan oleh Bono. Dia tidak tahu harus jawab apa. Ian terlalu senang karena penjahat takut juga sama mbak manis.     

"Anda takut ya?' tanya Ian dengan suara pelan tapi syarat menyindir.     

Bono hanya mendengus karena di sindir oleh Ian. Bono menekek kepala Ian dengan kasar. Bono kesal dengan sindiran Ian, dia penjahat tapi takut itu wajar karena sebagai manusia.     

"Kenapa kau memukul aku, dasar penjahat tidak tahu diri," rutuk Ian dengan kesal.     

Dino menggeleng melihat kelakuan keduanya. mereka berjalan menuju kota, hari ini satu masalah bisa mereka selesaikan, tinggal masalah Bram yang akan mereka tuntaskan, entah sampai kapan akan selesai pikir Dino.     

Di rumah mbah dukun, suasana makin mencekam, sang dukun mulai melakukan ritual, dia tidak bisa melihat siapa yang membawa jasad Narsih. Narsih sengaja membuat wajah Dino dan temannya dia tutupi.     

"Sialan, kenapa aku tidak bisa melihat wajah yang membawa jasad itu. Dan sekarang jasad itu sudah dimakamkan. Aku harus segera mengambil kembali. Sekarang, jasad itu akan gunakan untuk pribadiku. Untuk orang kota itu akan aku buat dia berurusan dengan hantu itu," gumam dukun itu dengan senyum smirk.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.