Dendam Winarsih

Dukun Gadungan



Dukun Gadungan

0Dino yang sudah sampai di kost membersihkan dirinya. Begitu juga dengan Ian, Paijo dan mang Dadang. Selesai mandi Dino dan lainnya duduk di sofa, mereka masih melihat ada mata-mata Bram. Entah dari mana mereka datangnya.     

"Kalian lihat itu dia lagi di ujung sana, entah siapa yang suruh, antara Bram dan temannya yang jadi tersangka. Apa selama kita ke rumah dukun gadungan itu kita diikuti tidak ya?" tanya Dino lagi.     

Ian dan Paijo mengangkat bahunya. Mereka saling pandang dan menyantap makanan yang tersaji. Nasi bungkus dan segelas teh hangat menemani mereka makan malam.     

Gubrakkk!     

Ian tersedak makanan mendengar suara gubrakkan dari dalam kamar. Ian mendengus kesal karena suara gaduh di dalam kamar. Ian tahu kalau itu pasti ulah Winarsih. Apa lagi mau si Narsih pikir Ian.     

"Abaikan dia, mungkin dia lagi diputusin sama pacar hantunya itu. Siapa tahu dia kesal karena itu," ucap Ian lagi.     

Mereka membiarkan Narsih yang mengetuk-ngetuk lemari Dino. Dino mulai berpikir sejenak, bagaimana jika mereka membuat dukun itu mendapat karma. Dino berdehem dan memandang teman-temannya yang sedang makan.     

"Kita kerjain si dukun itu mau tidak?" tanya Dino?" tanya Dino pada temannya.     

Ian, Paijo dan mang Dadang menatap ke arah Dino. Angin apa dia berkata seperti itu. "Apa tidak salah ya, kau berkata seperti itu? Kau tahu kan dia siapa? Dia dukun sayangku yang tampan se kecamatan," ucap Ian dengan wajah yang sangat menyebalkan.     

Dino berdecih karena perkataan Ian. Paijo menggelangkan kepalanya. Dia tahu jika Dino ini sudah kepentok cup mobil. Mamang dadang juga ikut geleng kepala. Dino yang melihat temannya tidak mendukungnya hanya menghela nafas panjang.     

"Kalian kenapa? Kenapa tidak ada yang mendukung aku. Ini aku lakukan untuk membalaskan dendam Winarsih karena jasadnya sudah di ambil dia, jadi wajar kita lakukan itu pada dia," ucap Dino.     

Ian yang kesal mengetuk kepala Dino dengan sendok bekas dia makan. Untung saja makanannya sudah habis. Dino yang mendapatkan ketukkan dari Ian mendengus kesal.     

"Kau kepentok di mana hmm? Apa kau tidak tahu yang kau sedang rencananin itu dukun Dinosaurus bukan sembarangan orang, jadi jangan buat dirimu masuk ke tanah dengan cepat. Mbak manis aja kalah sama dia, apa lagi kamu Dino sayang," ucap Ian dengan kesal.     

"Ian benar nak Dino, dia bukan orang sembarangan, jika kita mau membalasnya bukan seperti itu. Kita harus pikirkan caranya, lagian jangan cari masalah juga. Yang kita pikirkan jimat itu dulu, biar Narsih yang balaskan, jangan kita lagi," ucap Mang Dadang.     

Dino menatap ketiga pria yang beda usia itu. Benar juga apa kata ketiganya. Tapi, dia kesal karena dukun itu pasti melakukan lagi. Dino makan kembali makanannya.     

"Kalau dia ambil jasad Narsih lagi bagaimana?" tanya Dino pada ketiganya.     

Paijo yang sudah habis makanannya menghela nafas. "Kita ambil lagi. Lagian, warga sana akan menjaga makam kan, bukan hanya makam Narsih saja yang mereka jaga melainkan makam yang lainnya. Kita fokuskan saja sama Bram dan temannya itu. Kamu sudah tanya Nona, bagaimana perkembangan dia dan Bram?" tanya Paijo.     

Dino menggelengkan kepalanya, dia belum menelpon Nona sama sekali, dia tidak tahu harus ngomong apa sama Nona. Dia juga sedih karena Nona harus berurusan dengan Bram.     

"Kamu hubungi saja Nona, tanyakan kabarnya, jika dia tidak sanggup, kita minta dia hentikan saja, biar kita cari cara lain saja," ucap Ian.     

Mang Dadang mengangguk pelan. "Kita cari cara lain saja, kita bisa sewa orang untuk dekati dia, atau kita pura-pura langar dia, pas dia sekarat kita ambil tuh jimatnya," jawab Mang Dadang.     

Ketiganya melihat ke arah mang Dadang. Mang Dadang yang dilihat hanya diam dan cengengesan, dia salah ngomong sepertinya.     

"Mang, jangan main langgar saja, mang pikir dia apa? Kalian berdua kenapa sih? Mikir kok yang aneh-aneh seperti itu. Apa kalian tidak mikir resikonya. Yang satu mau ngerjain dukun gadungan itu dan yang satu mau langar orang seenak udilnya saja. Kita itu mikir bagaimana caranya dapat jimat tanpa kita terluka," jawab Ian lagi.     

Ketiganya mengangga mendengar apa yang Ian katakan. Bisanya dia berkata sangat dewasa, biasanya yang punya otak aneh cuma dia seorang saja. Paijo menepuk pelan pundak Ian.     

"Sabar kisanak, kita harus sabar. Kadang kedua orang tua ini mau cepat, tapi tidak tahu resikonya sama sekali." Paijo memberikan semangat pada Ian.     

Gubrakk!     

Lagi-lagi suara aneh di kamar Dino. Ian yang kesal mengepalkan tangannya. Dia yang sudah kesal langsung menghampiri kamar Dino. Paijo menahan tangan Ian dan menggeleng kepala pelan.     

"Jangan masuk, fellingku tidak baik sama sekali. Kita tunggu saja, biarkan mbak manis melakukan sesukanya." Dino menahan tangannya dengan kuat.     

Tidak lama Narsih duduk di sebelah Dino, Dino yang menghirup aroma khas Narsih kaget. Dia yang makan menyemburkan nasi ke wajah Narsih. Ian, Paijo dan Mang Dadang kaget karena Dino menyembur nasi ke wajah Narsih.     

"Hayo loh, kau pasti ditebas sama mbak manis, lihat wajahnya yang cantik nempel nasi sama ayam kecap manis, tebas saja dinosaurus ini," ucap Ian.     

Dino mendengus kesal mendengar apa yang Ian katakan. Ian dan Paijo duduk kembali, tapi suara dari kamar Dino terdengar kembali. mereka saling menatap ke arah narsih.     

"Jika mbak manis kita di sini dan berkumpul pada kita, maka yang di kamar siapa? Apa ada mbak manis lagi kah? Atau abang manis di sini?" tanya Ian yang merapat ke arah mang Dadang.     

Paijo juga ikut merapat ke arah Ian. dia juga takut, jika benar akan ada yang lain selain mbak manis ini. Dino menatap ke arah Narsih, tapi Narsih hanya diam dan tidak berkata apapun.     

"Kenapa kau memandang mbak manis, percuma kau mandang dia, dia tidak akan bersuara sama sekali." Ian mencibik ke arah Narsih.     

Narsih memandang ke arah Ian dan dengan jahilnya menjulurkan lidahnya. Ian yang kesal melempar Narsih dengan bantal kursi. Bughh! wajah Narsih mereng ke samping akibat lemparan bantal kursi.     

"Berani kau ejek aku mbak manis, kena kan," ketus Ian.     

Paijo, Dino dan mang mengangga karena Ian melempar Narsih tanpa dosa. Ian tidak peduli jika ketiganya melihatnya. Suara keributan terus terdengar dan tentunya terdengar makin kencang.     

"Mang, apa kita tidak lihat saja, siapa tahu ada pencuri yang terjebak," kata Dino.     

Mang Dadang melihat Ian dan Paijo, dia juga takut, tapi dia yang paling tua di antara ketiganya harus memberikan keputusan. kermpatnya yang mau bangun terkejut hebat karena dari luar kedatangan orang yang menunjukkan wajah cengengesan.     

"Apa aku menganggu kalian?" tanya seseorang itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.