Dendam Winarsih

Mendekati Bram



Mendekati Bram

0Nona yang tiba di kantor mencari ketiga sahabatnya, tapi dia tidak menemukan jejak ketiganya. Nona menghela nafas karena dia tidak menemukan ketiganya. Tidak lama Nona keluar untuk bertemu dengan manajer tempat dia bekerja, dia ingin menyerahkan laporan yang dia buat.     

Tok ... tok ...     

Pintu ruangan manajer terbuka dan terlihat ada Bram di ruangan manajer itu. Nona kaget karena ada Bram di sini. Dia sempat berpikir kenapa Bram di sini saat ketiga sahabatnya tidak di sini, sialnya dia tidak menelpon temannya itu.     

"Eh, Nona, ayo masuk. Ini ada Pak Bram, dia ingin silaturahmi dengan kita sekalian bertemu kamu," ucap manajer lagi pada Nona.     

Nona berpikir jika ini saatnya mendekati Bram demi jimat pelindung itu, dengan begitu dia bisa bebas dari Bram. Nona tersenyum kecil mendengar apa yang manajer itu katakan. Nona masuk ke dalam dan menyerahkan laporan kepada manajer.     

"Pak Bram, ini Nona sudah di sini. Silahkan jika mau berbincang. Nona ajak tamu kita ke tempat lain, kamu sudah tidak ada laporan yang dikerjakan bukan?" tanya manajer itu lagi pada Nona.     

"Tidak ada, saya menunggu laporan dari Dino dan lainnya. Tapi, saat saya keruangan mereka bertiga, mereka tidak ada. Apa bapak tahu mereka kemana?" tanya Nona yang berpura-pura tidak tahu dan bersifat profesional dalam kerja.     

Bram memperhatikan raut wajah Nona. Bram tahu jika Nona tidak menunjukkan sikap yang aneh saat bertanya ke tiga pria kurang ajar itu. Bram berdehem dan tersenyum kecil pada manajer dan Nona. Nona yang tahu reaksi Bram mengepalkan tangannya dengan erat, dia ingin memukul Bram dengan tangannya.     

"Ketiganya lagi meliput berita, jadi dia tidak ada di sini. Laporan apa yang belum siap Nona?" tanya manajer itu lagi.     

"Itu pak, pembunuhan yang tidak kita ketahui siapa pembunuhnya," ucap Nona sambil melirik ke arah Bram.     

Bram yang tertunduk sejenak terdiam mendengar apa yang Nona katakan, Bram berpura-pura tidak tahu jika yang meninggal itu orang suruhannya. Dia sudah lelah membuntuti ke tiganya dan satu pria tua yang entah siapa pikir Bram lagi.     

"Nanti kalau dia sudah datang kamu tanyakan saja, sekarang kamu layani dulu pak Bram, dia katanya ada urusan penting dengan kamu," ucap manajer itu lagi.     

Nona menganggukkan kepalanya. "Silahkan pak Bram, kita ke tempat lain," ucap Nona dengan suara lembut.     

Nona keluar bersama Bram untuk mencari tempat untuk berbicara, Nona masih memikirkan apa yang akan dia katakan pada Bram. Lirikkan mata Nona ke arah depan Bram yang sedikit menonjol, mungkin itu jimat pelindung Narsih pikirnya.     

"Kita ke tempat lain saja ya, kamu sudah makan belum?" tanya Bram dengan suara lembut.     

Nona sampai terkesiap mendengar apa yang dikatakan oleh Bram. Bram berkata lembut padanya tapi berbanding terbalik dengan apa yang dia lakukan.     

"Kenapa, dia bisa berbicara lembut saat dia menjadi incaran Narsih," gumam Nona dalam hati.     

Bram menunggu jawaban dari Nona. Nona masih melamun tanpa memperdulikan sama sekali apa yang bram katakan. Bram tersenyum melihat Nona yang melamun, dia cantik sekali pikirnya.     

"Apa yang kau lamunkan Nona? Apa kamu melamunkan ketiga sahabatmu itu?" tanya Bram pada Nona.     

Nona yang seketika sadar dari lamunannya menatap Bram dengan tatapan yang membuat Bram terpaku. Wajah cantik itu menatapnya tanpa dendam tapi lama kelamaan tatapan itu berubah tajam dan menakutkan. Bram mundur perlahan, dia tahu jika itu pandangan mata Narsih.     

"Tidak, itu bukan Narsih. Itu Nona, iya Nona yang di depanku, bukan Narsih," gumamnya lagi.     

Nona yang melihat Bram mundur dan tentunya berbeda dari sebelumnya mencoba mendekat dan memegang lengannya. Dia melihat ke arah Bram dan menatap dengan tatapan penasaran.     

"Ada apa pak Bram? Apa anda baik-baik saja?" tanya Nona pada Bram.     

Bram terkesiap dan mengangguk, dia tidak mau Nona curiga jika dia meihat Narsih di mata Nona. Bram memegang tangan Nona dan tersenyum.     

"Aku kurang tidur saja. Jangan panggil pak padaku, aku kelihatan tua," sambung Bram sembari memegang tangan Nona dan membawanya pergi.     

Nona harus bisa mengontrol apa yang dia rasakan saat ini. Dia juga tidak mau merusak rencana yang sudah di susun rapi. Mendekati Bram tidak semudah yang dilihat, Bram begitu peka jika dia ingin mendekati dirinya.     

"Kita mau kemana Ram?" tanya Nona dengan suara dibuat pelan dan tidak terlihat ketakutan.     

"Kita makan dulu, kamu mau kan?" tanya Bram lagi.     

Nona mengangguk pelan, dia ikut masuk ke dalam mobil Bram, dia tahu jika dia menolak maka mendekati Bram akan sia-sia. Untuk saat ini ikuti dan jangan lengah itu motto dia saat ini.     

Dari kejauhan terlihat Dino dan lainnya memandang Nona yang ikut bersama Bram. Ian memicingkan matanya ke arah Nona dan Bram.     

"Kita apakan dia sobat?" tanya Ian pada Dino.     

"Jelas kita ikuti dia lah, mana mungkin kita meninggalkan dia. Kalian tahukan dia mendekati Bram untuk jimat itu," ucap Paijo lagi.     

Ian menganggukkan kepalanya. "Tapi, jika ada benih cinta diantara mereka bagaimana?" tanya Ian lagi pada Paijo.     

Paijo mengangkat tangannya, dia bukan ahli percintaan, dia hanya manusia biasa saja. Jika ada cinta maka dia akan berusaha meraihnya tapi entah dengan percintaan yang satu ini pikirnya lagi.     

Dino menatap tajam ke arah mobil Bram, Paijo mengikuti mobil Bram dari belakang, dia tidak mau ketahuan jika mereka mengikuti mereka. Dino masih diam dan memikirkan apa yang mereka lakukan.     

"Dino, kenapa kamu tidak bersuara? Apa kamu memikirkan Nona di dalam sana?" tanya Ian yang menepuk pundak Dino.     

Dino menghela nafas, dia tidak bisa berbohong jika dirinya memikirkan Nona di sana. Ian dan Paijo memahami perasaan temannya ini. Bohong jika sahabatnya ini tidak ada benih cinta selama berteman dengan Nona.     

"Kamu tahu, jika takdir cinta itu tidak ada yang tahu, kita serahkan pada Tuhan, dia yang tahu siapa jodoh kita. Jika kau percaya, maka tuhan akan menjodohkanmu dengan Nona," jawab Ian lagi.     

"Terima kasih ya, kalian sahabat terbaikku," ucap Dino lagi.     

Ada rasa kelegaan di hatinya, dia percaya Tuhan akan melindungi Nona. Ketiganya langsung mengikuti arah mobil Bram. Sampai pada parkiran restoran, mobil itu berhenti. terlihat Bram dan Nona masuk ke dalam restoran.     

"Kita pergi ke sana atau menunggu di sini?" tanya Ian lagi.     

Bram dan Nona pergi ke dalam dan duduk di dalam sambil memesan makanan. Nona yang tanpa sengaja melihat mobil Dino di ujung parkiran berusaha tenang, terlihat ketiganya keluar dan masuk ke dalam restoran. Dino berjalan menuju kamar mandi dan melirik ke arah Nona untuk berbicara di tempat aman.     

"Ram, aku ke kamar mandi dulu ya. Kamu pesankan apa yang enak di sini ya, tidak apakan?" tanya Nona sembari menggenggam tangan Bram dengan lembut.     

Bram yang tangannya di genggam lembut dengan Nona tersipu malu. Dia mengangguk kepala mengiyakan apa yang dikatakan Nona.     

"Cepat ya," ucap Bram lagi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.