Dendam Winarsih

Aku Di sini



Aku Di sini

0Dino memperhatikan dari jauh, dia tidak mau Bram mengetahui dirinya mengikuti mereka. Dino hanya mau menjaga Nona walaupun dari kejauhan, berat memang tapi semua demi misi mengungkap kejahatan Bram. Bram tidak boleh lolos kali ini. Dia harus bisa ditangkap dan bukti itu yang mereka butuhkan.     

"Dino, kita seperti detektive ya, kau tahu tidak, aku deg degan. Jika si Bram itu tahu bagaimana ya," ucap Ian lagi.     

Ketiganya menutup wajah dengan masker dan topi. Mereka juga memesan makanan dan minuman agar tidak yang mencurigai mereka. Pelayan yang membawa makanan mereka menatap ketiganya dengan tatapan menyelidik. Paijo yang tahu langsung menatap pelayan itu dengan tatapan imut.     

"Apa ada yang aneh dengan kami?" tanya Paijo lagi.     

Pelayan yang sadar akan kesalahannya langsung menggeleng pelan. Senyum terulas di wajahnya. Dino dan Ian juga melihat ke arah pelayan itu.     

"Kami lagi flu, jadi tidak mau membuat mbak ketularan. Kami ini pria baik kan?" tanya Ian kembali sembari bersin-bersin.     

"Maaf, tapi topi dibuka jika di sini. Kami hanya mengikuti aturan di sini." Pelayan itu menunjuk ke arah stiker yang di sebelah mereka.     

Dino mengangguk dan membuka topi. "Maafkan kami, maklum kami tidak tahu." Dino salah tingkah karena dia terlalu takut penyamarannya ketahuan oleh Bram. Ian dan Paijo juga membuka topi mau tidak mau.     

Dino memperhatikan gerak gerik Bram yang berusaha merayu Nona. Dino geram karena tangan Bram yang berlumur darah Narsih memegang tangan Nona. Ian menepuk tangan Dino, dia tidak mau Dino gegabah dan menghajar bram.     

"Sabar, jangan gegabah, aku tahu kau tidak terima, tapi ingat satu hal, kita di sini demi dendam Winarsih, tinggal sedikit lagi kita akan berhasil." Ian memberikan semangat pada Dino.     

Dino menunduk dan menetralisir amarahnya, dia tidak mau Nona sampai masuk dalam jeratan Bram, dia takut sekali akan ada korban lagi. Belum siap itu yang membuat dirinya takut. Nona masih melirik ke arah Dino dan temannya. Nona tidak tahu kenapa dirinya merasa jika dino menahan amarahnya.     

"Dino kenapa seperti itu? Apa yang terjadi dengan Dino," gumam Nona sambil melirik ke arah dino.     

Nona melihat tangannya dipegang oleh Bram, jantung berdetak kencang, dia takut karena tangan Bram ini yang menghabisi Narsih yang tidak tahu salah apa sama sekali. Hanya cinta ya hanya cinta membuat dirinya meregang nyawa bersama orang yang terkasih.     

"Maaf Ram, tidak enak dilihat orang. Siapa tahu ada kekasih kamu ke sini dan melihat kita seperti ini, yang ada dia cemburu lagi sama aku," ucap Nona dengan pelan sembari melepaskan tangan dari genggaman Bram.     

Bram tersenyum sesaat karena dia sudah membuat Nona malu dan mengatakan dia memiliki kekasih, apa dia mulai menyukaiku pikir bram dalam hati. Bram melepaskan tangannya dari tangan Nona.     

"Maafkan aku, aku hanya menunjukkan jika aku nyaman denganmu, aku harap kamu juga seperti itu,'" ucap Bram dengan wajah berharap Nona membalas cintanya.     

Nona hanya tersenyum kecil mendengar apa yang Bram katakan. Nona masih teringang mimpi buruk waktu itu yang membuat dia harus dirawat di rumah sakit dan kejadian yang lainnya.     

"Mari kita makan Ram, keburu dingin makanannya," ucap Nona pada Bram.     

Bram mengangguk pelan dan langsung menyantap makanan bersama Nona. Baru kali ini dia makan bersama wanita, setelah kejadian itu, Bram tidak pernah dekat dengan wanita. suasana makin hening dan entah apa yang ada dipikiran mereka masing-masing.     

Dino masih mengawasi keduanya dari kejauhan, Dino tidak tahu harus apa saat ini. apa meminta Nona berhenti atau lanjut. Ian mendekati Dino dan berbisik.     

"Kirim pesan pada Nona, katakan kita mau bicara. Dan bilang pada dia, untuk hati-hati. bagaimana pun dia masih tanggung jawab kita Dino," bisik Ian pelan.     

Paijo yang samar-samar mendengar mengangguk pelan. Dia pun mendekati Dino. "Iya, kau kirim pesan, takutnya dia memanfaatkan Nona dan takutnya dia malah dibawa ke dukun itu. Bisa bahaya kita," bisik Paijo lagi.     

Dino termenung, benar apa kata keduanya. Dia takut Nona jadi bahan barter dengan jasad Narsih. Semalam saja, dukun itu sudah mulai menyerang mereka, untung ada Narsih. jika tidak habis mereka semua.     

"Baiklah, aku akan kirim pesan pada Nona sekarang, aku tidak mau Nona mengikuti Bram. Walaupun Bram tertarik sama Nona, tetap kita jauhi mereka berdua," ucap Dino yang bergegas mengambil ponsel dan mengirim pesan pada Nona.     

Dino mengirim pesan pada Nona dan meminta bertemu di kamar mandi. Pesan terkirim dan masuk ke dalam ponsel Nona.     

Bip!     

Pesan masuk ke ponsel Nona. Nona mengambil ponsel dan membaca pesan Dino. Nona hanya memasang wajah datar dan hanya menjawab ok. Ponsel kembali dia masukkan ke dalam kantong celana dan menyantap makanan kembali.     

"Diminta pulang ya Nona?" tanya Bram lagi.     

Nona menganggukkan kepalanya sembari tersenyum. "Iya, lagian tidak enak juga terlalu lama keluar. Pekerjaan ini kan tim, jadi tidak boleh seenaknya saja." Nona menjelaskan apa yang Bram tanya walaupun itu semua dusta.     

Dino yang mendapatkan jawaban ok, langsung bergerak perlahan menuju kamar mandi restoran. Ian dan Paijo masih duduk dan mengawasi Bram, dia tidak mau Bram ikut ke kamar mandi juga, bisa bahaya bagi keduanya.     

Nona yang melihat Dino sudah menuju kamar mandi, dia pun meletakkan sendok dan garpu. untung saja makanan sudah habis. Bram melihat Nona bersiap dan bangun dari kursi.     

"Loh, kamu mau kemana Nona?" tanya Bram yang kaget sembari ikutan bangun.     

Nona yang ikutan kaget melihat Bram bangun mencegahnya dengan menggenggam tangan Bram. Bram yang tangannya digenggam oleh Nona terpaku dan jantungnya berdetak kencang.     

"Kamu mau kemana? Aku mau ke kamar mandi. Cuma sebentar kok, kamu mau ke kamar mandi juga ya?" tanya Nona pada Bram.     

Bram terkesiap mendengar apa yang dikatakan oleh Nona. Bram menggeleng dan duduk kembali di kursi. Nona tersenyum kecil pada Bram. Bram membalas senyuman itu dan melihat kepergian Nona ke kamar mandi. Ian dan paijo hampir serangan jantung melihat Bram bangun dan ingin ikut Nona.     

"Aku kaget, aku pikir dia akan ikut nyatanya tidak. aku takut sekali sumpah," cicit Ian yang lemas.     

Paijo meminum airnya sampai tandas dan dia juga meminum air Dino sampai tandas. Dia benar-benar terkena serangan jantung jika bram ikut juga. Ian ikut minum untuk menetralisir detak jantungnya.     

"Aku benar-benar kaget sumpah, sialan itu Bram. Aku pikir dia akan ikut. Kalau dia ikut habis lah Dino di sana. Mana mungkin dia masuk ke dalam kamar mandi wanita, bisa bahaya dia entar," ucap Ian lagi.     

Paijo tidak berkata apapun, dia hanya menganggukkan kepalanya. dia hanya bisa diam dan tidak bisa berkata apapun. Dino dan Nona akhirnya ketemu. Nona memeluk Dino dengan erat. Entah rasa apa yang keduanya rasakan.     

"Kau baik Nona? Apa dia melakukan hal aneh selama kalian ke sini. Aku takut saat kau berada di mobilnya." Dino membolak balikkan tubuh Nona.     

Nona memukul pelan lengan Dino. Dia gemes melihat kelakuan Dino. Dino meringis manja karena pukulan Nona. Dino senang karena Nona baik-baik saja. Dia juga tidak pungkiri jika dia khawatir Nona bersama Bram.     

"Kamu harus hati-hati, kami baru dari Desa Salak, kami membawa jasad Narsih yang diculik dukun Bram, aku takut kamu akan jadi barter, kamu paham kan maksudnya. Tadi malam juga dukun itu mengirim sesuatu ke rumah, untung saja, Narsih membantu dan mengusirnya. Aku tidak tahu harus apa sekarang Nona," ucap Dino lagi.     

Nona tersenyum kecil. "Aku ada di sini, jadi jangan takut ya. Aku akan hati-hati nanti, jika perlu aku menghindar dari dia." Nona meyakinkan Dino untuk tenang.     

Dino menghela nafas panjang mendengar apa yang dikatakan Nona. Ya, dia di sini tapi besok atau lusa bagaimana pikirnya lagi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.