Dendam Winarsih

Sekamar Dan Seguna-guna



Sekamar Dan Seguna-guna

0Dino dan ke dua sahabatnya akhirnya masuk rumah sakit. Ke tiganya dirawat inap dikarenakan sakit yang menurut dokter sangat aneh, tidak ada gejala tapi muntah darah yang mengeluarkan benda tajam dan juga tentu saja benda lainnya.     

"Dokter, kita tidak tahu siapa keluarga pasien dan bagaimana kita mau bawa mereka ke kamar inap?" tanya suster pada sang dokter yang merawat mereka.     

Dokter juga tidak tahu harus apa, ke tiganya harus berada di ruang inap biasa sampai keluarga datang. Tidak berapa lama, suara ponsel Dino berdering. Suster mencari ponsel di saku celana Dino, terlihat nama Nona.     

"Halo, anda keluarga pasien ini?" tanya suster itu lagi pada Nona.     

Nona yang kaget karena mendengar perkataan wanita yang menanyakan dia keluarga pasien. "Apa ini dengan ponsel Dino? dia sahabat saya, apa yang terjadi mbak? Bisa saya bicara dengan sahabat saya Dino?" tanya Nona dengan penasaran.     

"Sahabat anda tidak bisa berbicara, dia sedang tidur. Ketiganya baru mengalami hal aneh, anda bisa ke rumah sakit cempaka di ujung lampu merah. Mereka di rawat di sini," kata suster yang memberi tahukan keadaan Dino dan ke dua sahabatnya.     

"Baik, saya akan ke sana." Nona segera bergerak ke luar dia mengirim pesan pada Mang Dadang untuk ke rumah sakit.     

Bip!     

Pesan masuk ke ponsel mang Dadang. Mang Dadang mengangga melihat ke tiga serangkai itu masuk rumah sakit.     

"Kenapa mereka bisa masuk rumah sakit? aku harus ke sana," gumam Mang Dadang yang bangun dari sajadah dan bergegas ke rumah sakit.     

Nona langsung pergi menggunakan ojek yang ada di sekitar kantornya. Nona diajak ke mall oleh Bram, tapi dia tidak mau. Nona menolak secara halus ajakan Bram. Dia tidak mau hutang budi, dia hanya ditugaskan untuk mengambil jimat itu tidak lebih.     

Satu setengah jam Nona sampai di rumah sakit cempaka, dia bergegas masuk, kebetulan mang Dadang masuk ke lobby rumah sakit. Kedua bertemu dan bersama-sama masuk ke dalam.     

"Mang, apa yang terjadi. Aku takut jika ketiganya kecelakaan karena Bram tahu mereka mengikutiku tadi," ucap Nona yang sedih kala mengingat dia pergi dengan Bram dan ketiganya mengikut dia.     

"Kita jangan menuduh dulu, kita harus tanya dokter. Apakah dia kecelakaan atau tidak? bisa saja ada hal lain," sambung mang Dadang lagi.     

Keduanya mendekati resepsionis untuk menanyakan keberadaan Dino dan kedua sahabatnya.     

"Permisi, saya mau tanya, apakah ada yang masuk ke sini dan aduh, apa ya dia masuk ke sini dalam kondisi yang tidak baik," kata Nona yang serba salah mau bilang apa.     

Resepsionis dan Mamang hanya mengangga mendengar apa yang Nona katakan. Mang Dadang yang melihat kelakuan Nona ikut membuka suara.     

"Ada tiga orang ke sini dan dia dirawat di sini, apa ada pasien yang baru masuk, tapi bukan kecelakaan," jawab mang Dadang lagi.     

Resepsionis itu mulai berpikir, apa korban yang muntah darah tadi pikirnya. Nona yang melihat resepsionis itu termenung mulai kesal.     

"Ada tidak? Kenapa melamun seperti itu?" tanya Nona yang sudah mulai kesal.     

"Ada mbak, dia tiga pemuda dan ketiganya muntah darah, penyakitnya tidak ada tapi muntahnya aneh, coba mbak dan bapak ke IGD mereka di sana," ucap resepsionis itu menunjuk ke ruang IGD.     

Mang Dadang dan Nona berlari ke sana, mereka semakin cemas dengan penjelasan dari resepsionis itu. Sampai di ruang IGD, ke duanya masuk dan bertemu suster.     

"Suster, teman saya Dino dan keduanya mana ya?" tanya Nona dengan wajah pucat dan gemetar.     

"Anda keluarga pasien ketiganya ya? Ayo saya tunjukkan ke dalam, kebetulan ketiganya mengalami muntah lagi. Dan dokter sedang memeriksanya. Tunggu di sini dulu," jawab suster yang mempersilahkan Mang Dadang dan Nona duduk di bangku dalam IGD.     

Keduanya saling pandang tidak ada yang bicara sama sekali. Setengah jam, dokter mendekati mang Dadang dan Nona.     

"Keluarga pasien, saya mau bicara sama kalian," ucap Dokter sambil berlalu dari hadapan keduanya dan duduk di meja kerjanya.     

Nona dan Mang Dadang mengikuti dokter dan duduk di kursi depan dokter. Dokter mengeluarkan catatan medis ketiganya. Tidak ada sedikitpun penyakit yang ketiganya alami.     

"Ini penyakit aneh, dan kalian tahu, jika sebenarnya mereka tidak sakit dan untuk muntah darah dan sejenisnya seperti itu hal yang di luar logika saya." dokter menjabarkan apa yang dia ketahui.     

"Apa ketiganya kena guna-guna dokter?" tanya mang Dadang spontan.     

"Mang, jangan bicara seperti itu, siapa yang mau guna-guna mereka? Salah mereka apa coba?" tanya Nona yang tidak setuju dengan apa yang dikatakan mang Dadang.     

Mang Dadang menatap tajam Nona, dia ini tidak berpikir atau apa. Saat ini mereka sedang diincar oleh dukun yang mengambil jasad Narsih. Dan kemungkinan dia lah yang melakukannya.     

"Baiklah, itu saya tidak tahu. Dunia medis sama dunia lain beda. Saya menganalisa menurut dunia medis saja. Sisanya saya serahkan ke kalian. Kalian bisa selesaikan administrasi dan teman anda di rawat saja di sini, biar kami pantau ketiganya," jawab dokter yang menangani Dino dan kedua sahabatnya.     

"Baik, akan kami urus semuanya. Ayo mang, kita pergi. Terima kasih dokter." Nona pamit untuk mengurus sahabatnya.     

"Nona, kita buat mereka sekamar saja, karena ketiganya tidak mungkin dipisahkan. Sakitnya juga tidak biasa," kata mang Dadang lagi.     

"Iya, saya akan pesan sekamar dan seguna-guna," kata Nona.     

Mang Dadang hanya tepuk jidad melihat kelakuan Nona, bisa saja dia katakan jika ketiganya seguna-guna. Mang Dadang melihat Dino, Ian dan Paijo di bankar. ketiganya kelihatan lesu dan pucat.     

"Siapa yang buat kalian seperti ini, apa yang waktu itu datang ke rumah kiriman dukun itu ya?" tanya mang Dadang dengan wajah yang penasaran.     

Nona yang sudah membayar biaya rumah sakit dan sudah memesan kamar untuk ke tiga sahabatnya itu, kembali ke IGD. Nona masuk dan melihat mang Dadang menatap ketiganya. Nona mendekati mang Dadang pelan.     

"Ada yang aneh Mang?" tanya Nona pelan.     

Mang Dadang yang tengah melamun memikirkan kejadian ini kaget dan terduduk di lantai. Mang Dadang mengelus dadanya yang berdetak kencang.     

"Nona, kalau saya kena serangan jantung bagaimana hmm? Kamu ini suka sekali kagetin mang Dadang," ketus mang Dadang yang kesal karena Nona mengagetkan dia.     

Nona hanya tersenyum dan garuk kepala, dia tidak sengaja untuk mengangetkan mang Dadang. Tidak berapa lama tiga suster mendorong bankar dan memindahkan ketiganya ke ruang inap.     

"Mang maaf ya, aku tidak sengaja. Mang jangan kena serangan jantung dulu, nanti bisa habis kita di tangan Bram," bisik Nona pada mang Dadang.     

"Kalau tahu takut, makanya jangan kagetin mamang, mamang udah tua." mang Dadang kesal karena selalu saja dia dikagetkan oleh anak muda ini.     

Suster yang sudah masuk dalam ruang inap yang dipesan Nona mulai meletakkan ketiganya di ranjang lain. Setelah selesai suster meminta mang Dadang dan Nona untuk mengabari jika ke tiganya sudah sadar dari tidurnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.