Dendam Winarsih

Aku Ingin Membunuhnya



Aku Ingin Membunuhnya

0Nona dan mang Dadang duduk di sebelah Dino, satu kamar diisi tiga pasien, yang tentunya membuat Nona dan mang Dadang menatap ketiganya.     

"Mang, bagaimana cara kita mengobati mereka semua? Saya tidak tahu bagaimana ini mang, saya tidak tahu apa obatnya, apa saya harus ke dukun juga?" tanya Nona kepada mang Dadang.     

"Saya rasa ke dukun salah satu caranya, tapi entahlah Nona, saya tidak tahu mau cari dukun dimana, saya masih awam hal seperti itu," jawab mang Dadang lagi dengan wajah melas.     

Keduanya kembali diam, tidak tahu mau bilang apa. Tidak lama Dino dan keduanya bangun. Dino merintih kesakitan dan melihat ke sekeliling ruangan.     

"Aku di mana?" tanya Dino dengan suara pelan.     

Nona yang melihat Dino sadar langsung menekan tombol biru untuk memanggil suster. Dino melihat Nona dan Mamang di ruangan yang serba putih dan beraroma obat-obatan.     

"Kalian di sini? Kenapa kalian bisa di sini?" tanya Dino dengan suara lemah.     

Ceklekk!     

Pintu terbuka dan terlihat suster masuk bersama dokter yang merawat Dino dan kedua sahabatnya. Ian dan Paijo terbangun dengan terbatuk kecil. Keduanya melihat sekeliling dan mengeluh kesakitan di kepala mereka.     

Setengah menit memeriksa dokter menatap ke arah ketiganya dan tersenyum kecil. dokter menepuk tangan Dino pelan.     

"Minum obat ini, tapi makan dulu ya. Dirawat dulu beberapa hari, nanti setelah itu baru kalian bisa pulang jika saya katakan sudah sembuh dan boleh pulang," ucap dokter pada Dino.     

"Terima kasih banyak dokter," jawab Dino.     

"Dokter terima kasih," ucap Nona pada dokter yang memeriksa Dino dan kedua sahabatnya.     

Dokter menganggukkan kepalanya dan permisi keluar dari ruangan inap ketiganya. sepeninggal dokter dan suster, tidak ada yang mengatakan apapun. Mereka hanya diam dan tidak ada yang bersuara.     

"Hahhh! kalian kenapa bisa kompak masuk ke sini? Kalian kecelakaan massal atau apa hmm?" tanya Mang Dadang pada ketiganya.     

"Kami tidak tahu, awalnya Dino mang, wajahnya sudah merah masak seperti orang yang entahlah aku tidak tahu kenapa, tapi setelah itu aku meminta dia ke rumah sakit ini. sampai di rumah sakit, Dino gitu lah, aku tidak bisa katakan. Ian dan Dino langsung pingsan dan aku awalnya tunggu di luar tapi aku langsung muntah darah dan pingsan juga," kata Paijo menjelaskan apa yang terjadi.     

Mamang dan Nona terdiam tidak ada yang bersuara. Mereka mencerna apa yang dikatakan oleh Paijo. Nona melihat wajah Dino yang pucat pasi dan dia juga tidak bisa mengatakan apapun karena ini baru pertama dia mengalami hal seperti ini.     

"Aku takut sekali, aku takut kalian kenapa-napa, aku pikir kalian dihajar oleh anak buah Bram lagi, makanya aku langsung ke sini dan mengabari mang Dadang. Sampai di sini aku mendapati apa yang terjadi tidak masuk akal." Nona terlihat sendu dan meneteskan air matanya.     

"Kalian bertiga sudah kena guna-guna ini. Aku belum yakin kalau ini ulah siapa. Ada kemungkinan kalian sudah ketahuan oleh dukun itu. Sekarang, kita akan lihat reaksi setelah ini. Kalian banyak istiqfar dan kalian banyak mengucap ayat suci. Mang juga merasakan tadi, untung saja mang Dadang berada di sajadah dan sedang membaca alquran. Itu jelas terlihat di mata mamang saat itu. Mang khawatirkan kalian dan ternyata benar," jawab mang Dadang mengatakan jika dia juga mengalami hal yang sama.     

"Kita harus apa saat ini mang?" tanya Nona dengan air mata yang sudah meleleh di sela sudut matanya.     

"Aku ingin membunuhnya, aku ingin sekali membunuhnya. Jika tidak ada undang-undang di kota ini, maka dia akan aku bunuh," geram Ian yang sudah menggebu.     

"Aku yakin, dia punya maksud untuk membunuh kita, makanya dia melakukan ini. Dan bisa saja dia melakukan hal yang menurutku tidak masuk akal," ucap Paijo sambil memandang ke arah yang lain.     

"Maksudmu apa Paijo?" tanya Dino yang penasaran maksud dari sahabatnya itu.     

"Kau tidak mengatakan kita akan jadi pengikutnya bukan?" tanya Ian dengan wajah sendu.     

"Kau benar Ian, kita mungkin akan jadi pengikutnya. Sebentar lagi kita akan mengikuti apa kata dia," kata Paijo lagi.     

Dino, Ian, mang Dadang dan Nona terdiam dan saling pandang satu sama lain. Mereka tidak pernah berpikir seperti itu. Dan tentunya anak buah ilmu hitam.     

"Kau tidak bercanda kan Paijo? Kau lihat sendiri kan dia sudah ada anak buah, kenapa harus kita yang dicarinya?" tanya Ian.     

"Dia butuh anak buah yang bisa melakukan hal yang dia inginkan," jawab Mamang langsung.     

Semua menatap mang Dadang tajam. "Maksudnya apa mang?" tanya Nona lagi.     

"Maksudnya apa hmm? Kita itu orang baik, kita hanya bantu Narsih saja, kita tidak mengganggu dia bukan, ada kita adukan ke pihak berwajib? Enggak kan? Jadi kenapa dia mau ...." Ian menghentikan ucapannya dan mengangkap satu kenyataan yang buat dia mengangga.     

"Kenapa Ian?" tanya Dino.     

"Kita akan dijadikn tumbal, kita mungkin jadi orang yang bisa membawa jasad Narsih ke dia. Orang kampung kan sudah kenal kita, dengan begitu kita mudah membawa jasad itu," kata Ian kembali.     

Dino dan Paijo yang sudah tahu garis lurus dari guna-guna yang Ian katakan mengumpat dan mengeluarkan segala jenis hewan yang di kebun binatang.     

"Jadi, dia memanfaatkan kita? Sialan kau! Dasar dukun tidak punya hati dan aku akan benar-benar akan membunuhnya," geram Paijo.     

Mang Dadang memijit keningnya, dia akan sangat takut jika hal itu benar adanya, itu akan sulit dikendalikan jika mereka benar melakukan ini.     

"Kalian kendalikan diri, buat diri kalian mendekati Tuhan, jangan lengah. Jika itu tujuan mereka maka kalian yang akan mengendalikan diri kalian, ingat kalian akan segera menghadapi dukun itu," ucap mang Dadang.     

"Mang Dadang benar, kita harus bisa tenang dan kita harua menghadapi dia dengan tenang dan kita jangan gegabah, jika dia ingin jasad Narsih, maka biar Narsih yang menghalangi rencana jahat dukun itu." Dino menyetujui apa yang dikatakan Mang dadang.     

"Kita harus beritahu ke mang Jupri di desa. Kita tidak tahu kapan itu terjadi, dengan kita beritahu ke mereka di sana, kita bisa ditolong oleh mereka. Kalau urusan Narsih, dia pasti akan urus dukun itu. Aku makin sulit untuk mendapat jimat itu, aku malah tidak melihat dia memakai itu, " kata Nona lagi.     

Ketiganya memandang Nona, begitu juga dengan Mang Dadang. "Apa maksudmu dia tidak memakai jimat itu? Jika dia tidak memakainya kenapa Narsih tidak bisa membunuhnya? Kau tidak lihat saja, makanya kau mengatakan tidak ada," kata Ian lagi.     

"Sudah, jangan buat kita saling beradu pendapat, sekarang kita harus cari tahu, bagaimana caranya kita buat ini tidak terjadi." Mang Dadang menengahi perdebatan terjadi.     

"Kita harus telpon mang Jupri dulu, kita harus tahu apakah tindakan desa salak, jika dia mengatakan akan menjaga makam itu maka kita harus mencegah dia berbuat sesuatu ke kita," ucap Dino lagi sambil menatap ke arah temannya.     

"Baiklah, sekarang kita harus bisa buat dia merasa jika dia menang dan dengan begitu, kita mencari cara menghancurkannya," jawab Ian lagi.     

"Mang, apa reaksinya akan ada lagi setelah kami muntah darah dan sebagainya," ucap Paijo.     

"Mang Dadang tidak tahu, kalian merasakan sesuatu yang aneh tidak?" tanya mang Dadang ke mereka semuanya.     

Ketiganya menggeleng kepala, mereka hanya merasakan lemah dan tidak berdaya. sisanya tidak ada lagi.     

"Sekarang, kalian harus fokus dan jangan pikiran apapun, banyak yang harus kita lakukan," ucap Nona pada ketiganya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.